5. Rindu Oma :(

Tanpa pikir panjang, Argilla pun memutuskan untuk ikut menyusul pulang. Bukan karena tak sayang terhadap sepatunya, sebenarnya ia parno. Ia pun takut jika berada di tempat sepi ini lama-lama.

Di sisi lain, Arsya yang saat ini tengah berada di dalam mobil pun tanpa sengaja melihat Argilla berjalan di depannya. Arsya mengamati gadis itu lekat-lekat. Rupanya, Argilla hanya pulang dengan satu sepatu.

"Tumben gak diambil tuh sepatu, katanya dia sayang banget sama sepatunya," lirih Arsya.

Arsya mengendikkan bahunya, "Ngapain gue jadi mikirin dia? Itu kan bukan urusan gue."

Arsya pun bergerak untuk menancap gas. Baru beberapa meter, Arsya menghentikan mobilnya.

"Tapi kasihan juga sih, kelihatannya kek orang susah gitu. Siapa tahu dia cuma punya satu sepatu," pikir Arsya.

Arsya pun kembali memundurkan mobilnya. Memarkirkannya ke tempat semula. Arsya lantas bergerak menuruni mobil.

"Lagian gue juga yang salah, biarpun gak sepenuhnya salah. Gue harus cari tuh sepatu sampai ketemu!" gumam Arsya.

Arsya pun memantapkan langkahnya menuju kebun sekolah. Sesampainya di sana, ia pun mengutuk dirinya sendiri. Kenapa juga tadi dia harus melemparkan sepatu itu jauh-jauh, kan dia juga yang repot jadinya!

Setelah sekian lama mencari, sepatu itu belum ketemu juga. Arsya mendengus kesal.

"Sial! Dimana sih sepatu butut itu? Bikin susah aja!" kesal Arsya.

Arsya melirik jam tangannya. Sudah setengah jam berkeliling kebun hanya untuk mencari sepatu butut pembawa sial itu. Arsya mengepalkan tangannya. Jika lima menit lagi sepatu itu tak juga diketemukan, Arsya akan menyerah.

TING!

Arsya mengeluarkan ponselnya. Ternyata pesan itu dari mamanya yang menyuruhnya untuk segera pulang kerumah. Arsya pun membalas pesan mamanya itu. Karena tidak terlalu memperhatikan jalan, Arsya pun jatuh terpeleset.

"Siapa sih yang naruh kulit pisang di sini!" pekik Arsya kesal.

Saat tengah asyik mengusap pinggangnya, tanpa sengaja Arsya melihat sebuah benda mencurigakan di semak-semak. Dengan susah payah, Arsya bangkit dari jatuh telentangnya. Ia bergegas menghampiri benda mencurigakan itu. Semakin dekat, Arsya pun menajamkan penglihatannya.

"Itu kek sepatu bukan sih?" pikir Arsya.

Arsya memasukkan tangannya ke semak-semak, berusaha mengambil benda itu. Setelah berhasil mengambilnya, hal mengejutkan pun terjadi.

"Akhirnya nih sepatu sial ketemu juga. Dicari kemana-mana, eh gak tahunya cuma nyempil di semak-semak!" keluh Arsya.

"Emang ya nih sepatu bawa sial mulu! Mana pinggang gue sakit lagi gegara kepleset tadi duh…."

Tanpa pikir panjang lagi, Arsya pun bergegas pulang. Meskipun rasanya sungguh tersiksa, Arsya tetap melanjutkan perjalanannya dengan sakit pinggang yang melekat.

***

Setelah menghabiskan waktu tiga puluh menitan, Arsya pun sampai di rumahnya. Setelah sukses memarkirkan mobil ke dalam garasi, Arsya bergegas pergi ke ruang tengah.

"Awww, sakit banget!" lirih Arsya.

Arsya memilih mengistirahatkan tubuhnya di sofa ruang keluarga terlebih dahulu. Ia memijit-mijit pinggangnya yang terasa sakit sembari menyalakan televisi. Namun setelah memindah-mindah chanel, ia dikecewakan karena tak ada acara televisi yang ia sukai. Arsya memutuskan bangkit. Ia pun lantas beranjak menghampiri tangga.

Berhubung lantai kamarnya terletak di lantai dua, Arsya pun mau tidak mau harus melewati anakan tangga. Dengan sangat terpaksa, Arsya menaiki tangga sembari memegangi pinggangnya yang semakin terasa sakit.

'Dan…gue pastiin, sepatu gue gak bakal lepas dari kehidupan lo, biar lo sial seumur hidup'

Lagi-lagi Arsya teringat ucapan Argilla tadi. Arsya dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Gue bakal berusaha ngilangin kutukan dari sepatu butut lo!" lirih Arsya.

Akhirnya Arsya sampai juga di dalam kamar. Dengan cepat, Arsya pun merebahkan diri di atas kasur empuk miliknya. Setidaknya, ini bisa mengurangi rasa sakit pada pinggangnya.

"Kasihan juga tuh anak, besok bakal gue balikin. Lihat dia murung tadi, gue jadi gak tega." Arsya menerbitkan senyum di wajahnya.

"Eh ngapain juga sih gue mikirin dia! Udah ah, gue mau tidur dulu. Dear cewek gila itu, lo jangan lagi mampir ke ingatan gue! Gue mau istirahat!" omel Arsya.

Arsya menelentangkan tubuhnya. Memandangi dinding hingga langit-langit kamar dengan corak pemandangan langit biru di kala siang tiba. Beberapa saat kemudian, Arsya menutup matanya. Menenggelamkan diri ke dalam mimpi yang indah.

Beralih ke kondisi Argilla saat ini. Argilla berjalan lunglai melewati jalanan gang yang lumayan sempit. Wajahnya tampak murung.

"Gil, ini ada makanan sedikit, jangan lupa dimakan ya," ucap seseorang tiba-tiba.

Argilla terkejut sejenak, sebelum akhirnya ia menoleh. Ditatapnya figur perempuan dewasa itu. Itu tetangga Argilla.

"Gak usah repot-repot, Bu! Argilla jadi tidak enak hati," ucap Argilla ramah.

"Duh, Gil, jangan ngomong gitu ah. Kamu tuh udah Ibu anggap sebagai anak ibu sendiri. Jadi diterima ya?" bujuk Ibu itu.

"Ya udah, terima kasih banyak ya, Bu! Semoga Tuhan semakin melancarkan rezeki Ibu," ucap Argilla, "kalau gitu, Argilla pamit pulang dulu ya, Bu."

Perempuan itu mengulas senyum sembari menganggukkan kepalanya. Tak lupa juga, perempuan itu mengusap rambut Argilla sebelum Argilla memutuskan pergi.

"Kenapa orang sebaik dan semuda kamu harus tinggal sebatang kara gini, Gil… Duh mataku jadi pedih," gumam perempuan itu sembari menghapus air matanya.

"Ibuuuu! Mamam!" seru seorang anak kecil yang berada di ambang pintu.

"Iya! Ibu siapin dulu ya makanannya," ucap perempuan itu ramah sembari menggendong anak kecil itu masuk ke dalam rumah.

Argilla menapaki jalanan seorang diri. Tinggal beberapa langkah lagi, Argilla telah sampai di rumahnya. Dengan berat hati, ia memasuki rumah begitu saja. Kehampaan langsung menyeruak ketika Argilla berhasil mengunci pintu rumah dari dalam. Argilla mendudukkan diri di sofa, tempat biasanya ia menjamu tamu.

Hatinya hancur berkeping-keping. Argilla menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tanpa disadari butiran-butiran air mulai berjatuhan dari pelupuk mata Argilla.

"Oma, Ibu, Ayah, bisakah kalian temani Argilla sebentar saja? Argilla kesepian."

"Apa kalian terlalu senang di surga, makanya kalian udah lupa dan gak mau lagi bahagia bareng Argilla di sini? Argilla kesepian. Teman-teman Argilla pada suka jahatin Argilla."

"Oma, sepatu pemberian Oma juga udah dibuang sama temannya Argilla. Mereka jahat kan, Oma? Argilla benci sama mereka. Argilla kangen sama Oma, kangen bercanda bareng lagi, kangen dipeluk Oma kalau Argilla lagi sedih, kangen Oma pokoknya hiks."

"Oma, Argilla butuh Oma! Argilla pengen banget nyusul Oma, tapi Argilla gak tahu gimana caranya harus jemput Oma. Oma udah jauh dari Argilla sekarang. Jauh banget. Atau mungkin, Oma sudah bahagia di atas sana ya? Kenapa Oma gak ngajak-ngajak Argilla? Apa karena Argilla anak nakal? Apa karena itu, Oma lebih milih bahagia di atas sana ketimbang nemenin Argilla yang nakal ini, Oma?"

"Oma…."

Air mata Argilla semakin deras mengalir. Pandangannya mengabur karena terlalu banyak air yang menggenang di matanya. Samar-samar, di depan Argilla kini terlihat Oma yang berdiri di hadapannya. Oma tersenyum kepada Argilla, sembari tangannya bergerak mengusap air mata Argilla.

"Gil, mari kita bahagia bersama-sama. Oma di atas sana, dan Argilla harus bahagia di sini, di dunia ini. Meski kita tidak bisa bahagia bersama-sama lagi di tempat yang sama, Argilla jangan pernah putus asa karena alasan apapun ya? Atau Oma bakalan marah sama Argilla…"

"Oma! Argilla kangen sama Oma!" Argilla lantas memeluk tubuh neneknya itu erat-erat.

"Oma pergi dulu ya, Argilla baik-baik di sini," ucap Oma.

Wanita paruh baya itu tiba-tiba menghilang begitu saja di dalam pelukan Argilla. Argilla tidak lagi merasakan tubuh Oma. Yang Argilla rasakan hanyalah angin yang berputar-putar dalam pelukannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!