Belenggu Delapan Saudara
"GISKA!!! Hana deungoe keu? Subuhan kau jam enam pagi! Dzuhuran kau jam setengah tiga sore, sekarang mau habis waktu ashar kau masih tidur aja?!! Nanti maghriban kau mau jam berapa? Jam tujuh kah, hah?" Teriak Adi dengan membuka pintu kamar anak urutan keenam tersebut.
"Ya, Pah. Nanti isyaan sekalian tahajud." sahut gadis sembilan belas tahun, yang Adinda lahirkan dulu.
"Bangun cepat! Mandi! Sholat!" balas Adi dengan memperhatikan anaknya yang masih menggeliat dalam selimutnya tersebut.
"Ya, Hot Daddy. Siap bangun, terus mandi sholat." ujar Giska dengan tersenyum lebar, pada ayahnya yang tengah memperhatikan pergerakannya sedari tadi.
"Cepat! Terus bantu Papah asuh adik kau itu! Pusing Papah, Mamah kau sekali ngelayap tak pulang-pulang." gerutu Adi dengan berjalan ke luar kamar, kemudian langsung menutup kembali pintu kamar anak gadisnya.
"Heran ane sama mamah. Udah waktunya punya cucu, tapi masih aja punya anak kecil." gumam Cut Giska, gadis yang memiliki rahang tegas. Sayangnya, gadis itu lebih cenderung mirip ayahnya. Membuatnya tak secantik ibunya, atau kakaknya. Tapi Giska tentu memiliki kecantikan tersendiri, membuatnya begitu menarik di mata laki-laki yang mengenalnya.
Rambutnya yang selalu tertutup hijab, hidung mancung dan mata ayahnya begitu melekat pada pantulan wajahnya. Gigi yang tersusun kurang rapi, membuatnya harus terbiasa menggunakan kawat gigi karena ibunya. Padahal dirinya tetap merasa percaya diri, dengan gigi taringnya yang bertumpuk tersebut. Namun, ibunya memaksa agar Giska mau merawat giginya dengan menggunakan kawat gigi itu.
Sayangnya, gadis itu sangat dijaga oleh kedua kakak kembarnya. Berbeda dengan Givan, yang memilih merantau ke pulau K. Anak sulung di keluarga tersebut yang kini berusia dua puluh empat tahun, lebih menyukai bisnis pertambangan yang dibantu oleh ayah kandungnya. Karena sang ayah kandung, memiliki pengalaman di bidang pertambangan.
Ghifar kecil yang selalu mengekori ayahnya, kini sudah berusia dua puluh tahun. Ia lebih memilih tinggal di tengah-tengah kebun kopi, yang bibitnya ia tanam tiga tahun belakangan. Putra pertama Adi Riyana tersebut, hanya mengemban pendidikan sampai SMK. Sejak lulus sekolah, dirinya memutuskan untuk fokus berladang seperti ayahnya.
Sedangkan Ghava dan Ghavi, adik kembar Ghifar yang hanya berjarak delapan bulan dan memiliki ulang tahun kelahiran di tahun yang sama tersebut. Memilih tinggal bersama orang tua dan adik-adiknya. Karena mereka masih berstatus sebagai mahasiswa, juga memiliki usaha sendiri yang berada di samping rumah orang tuanya.
Cut Naya Maulida, anak dari mantan istri Adi. Yang hanya berjarak satu bulan, dari Ghifar tersebut. Juga mengemban status sebagai mahasiswi bersama dengan Giska, yang setiap harinya diantar jemput oleh supir keluarga. Mereka hanya diam di rumah, dengan membantu ibu dan ayahnya mengurus adik-adiknya yang masih kecil.
"GISKA… salinin dulu Gavin, Papah mau mandiin Gibran dulu." seru Adi saat mendengar suara bantingan pintu kamar.
"Icut, Pah. Bukan Giska." sahut Cut Naya, yang mendengar seruan dari ayahnya.
"Yaa… siapa aja, ini bantuin Papah." balas Adi yang mendengar jawaban dari gadis yang selalu membuat drama kecil, dalam keluarganya tersebut.
Teuku Gavin adalah anak nomor tujuh, yang Dinda kandung lima tahun yang lalu. Gavin adalah anak yang membuat gempar pihak fasilitas kesehatan setempat, karena Adinda masih menggunakan IUD, tetapi mengandung kembali. Tentu kejadian tersebut sangat jarang terjadi. Anak yang rupanya tak jauh beda dari Adi itu begitu petakilan, sudah beberapa kali ia mendapat luka jahit karena ulahnya sendiri. Anak itu tak mau mengerti jika diberi pengertian, tetapi akan berhenti sendiri jika sudah mendapat akibatnya.
Sedangkan Teuku Gibran, adalah anak terakhir mereka yang masih berusia dua tahun. Anak bungsu mereka tersebut, membuat Adinda kapok untuk hamil kembali. Karena usianya, membuat dirinya memiliki permasalahan dalam kehamilannya. Hingga berakhir, dirinya harus dilarikan ke rumah sakit sesaat setelah dirinya melahirkan anak bungsunya. Karena placenta anaknya, tak bisa dikeluarkan meski dengan beberapa cara yang sudah bidan setempat lakukan.
Sedari dulu Adi menginginkan anak perempuan, yang mirip dengan istrinya. Namun, anak terakhir mereka dilahirkan sebagai laki-laki malah yang begitu mirip dengan Adinda. Wajahnya, sifatnya, bahkan tingkah absurd balita itu seperti merekam kelakuan Adinda kecil. Tak jarang, kini kasih sayang kedua orang tua yang akan menginjak usia kepala lima itu membuat iri anak-anaknya yang lain.
"Mana bagian aku? Sini, benih sisaan! Akak harus urus kau, meski berat aku lakukan." seru Giska, saat melihat ayahnya dan adik bungsunya baru keluar dari kamar mandi.
"Apa kau bilang?! Papah jotos juga kau! Bungsu Papah kau sebut benih sisaan? Berani-beraninya!" ucap Adi dengan memukul part belakang anak gadisnya dengan handuk. Membuat tawa Gibran begitu lepas, juga menular ke kakaknya dan ayahnya.
"Bilang bang Ghifar, suruh jemput mamah di klinik kecantikan." pinta Adi dengan memberikan minyak telon dan juga tepak bedak pada anak gadisnya, yang tengah mengelap tubuh Gibran.
"Mamah bawa mobil sendiri, nanti juga balik sih Pah." sahut Giska, yang masih fokus pada pekerjaannya.
"Papah Adi… aku udah siap, ayo kita ke pasar malam." suara anak laki-laki yang berusia lima tahun tersebut.
Adi menepuk jidatnya sendiri, laki-laki pujaan Adinda yang kini berusia 48 tahun tersebut melupakan janjinya pada Gavin.
"Nanti sama Akak kau itu, Papah mau nyantai. Capek kali Papah, Nak. Dari pagi Emak kau pergi, tak balik-balik juga dia." sahut Adi kemudian.
"Mau ke mana sih?" tanya Icut yang muncul di belakang Gavin.
"Ke pasar malam, Kak. Naik odong-odong, sama main mandi bola." jawab Gavin dengan menghadap ke arah berdirinya Icut.
"Mandi bola kan punya sendiri." timpal Adi dengan wajah lelahnya.
"Tapi aku mau di sana, kan enak bisa rebutan. Seru bisa mainan lempar-lemparan juga, Pah." sahutnya yang membuat Adi menghela nafas beratnya.
"Bentar lagi bang Givan datang, tak usah ke pasar malam. Nanti di ajakin ke mall sama bang Givan." ucap Giska yang membuat Adi dan Icut menoleh ke arahnya.
"Kok dia tak ada bilang sama Papah?" pertanyaan yang keluar begitu saja dari mulut Adi.
"Ini abang chat di grup keluarga Adi's, katanya otw rumah mamah sambil bawa calon menantu. Abang sertain juga foto jalanan yang baru keluar dari bandara itu, Pah." jelas Giska yang membuat rahang Adi terjatuh seketika.
"Tak tau, Papah dari tadi tak buka HP." sahut Adi dengan meraih ponselnya.
"HP aku pun dicas tadi, jadi tak tau." timpal Icut kemudian.
Adi dengan cepat membuka aplikasi chat miliknya, dalam ponselnya. Dengan ia menemukan isi pesan chat dari anaknya, yang mengatakan bahwa dirinya akan pulang dengan membawa calon istrinya.
Dengan cepat Adi mencari nama Adindaku, dalam aplikasi tersebut. Lalu ia langsung menelpon istrinya, untuk mengadukan hal itu.
"Dinda… Adindaku sayang… kau tau waktu tak? Cepatlah balik, aku amat merindukanmu sayang. Belum lagi anak-anak kau ini, yang bikin Abang saket ule ini." ucap Adi saat detik dalam panggilannya berjalan.
Giska dan Icut saling melempar pandangannya, dengan menahan tawanya mendengar ayahnya mengucapkan hal yang cukup membuat telinganya geli.
"Ya, Bang. Lagi di jalan, tunggu aku di depan pintu rumah ya. Mantap loh Bang aku kali ini, wanginya pasti bikin Abang mabok kepayang." sahut Adinda yang membuat senyum Adi mengembang seketika.
"Ok, sesuaikan nanti malam. Sekalian beli bolu kukus pelangi, atau lapis surabaya gitu. Calon mantu mau datang, sama sulung kita." balas Adi yang membuat anak-anak gadisnya keluar dari kamar, dengan menggendong kedua adiknya tersebut.
"Bisanya tiba-tiba dia ajak betina ke rumah? Ke mana aja dia kemarin, pas disuruh cepet nikah?" tanya Adinda terdengar begitu heran.
"Mungkin pengen langsung hantam, tanpa pacaran Dek. Abang tunggu di rumah ya, janji ya malam nanti puasin Abang?" jawab Adi yang langsung disanggupi oleh Adinda. Adinda pun mengerti, suaminya masih menyukai aktivitas tersebut meski usianya tak lagi muda. Dirinya pun tak memungkirinya, bahwa dirinya masih menyukai berada di bawah kungkungan suaminya.
......................
*Hana deungoe keu : Tak dengar kah
*Saket ule : Sakit kepala
Hay.... Adi's bird kembali lagi. Semoga terhibur ya dengan squel cerita Sang Pemuda ini.
Untuk kalian yang baru pertama kali baca, ini season 3nya ya. Untuk season pertama, kalian bisa ketikan Sang Pemuda. Untuk season 2, Kalian bisa cari Belenggu Sang Pemuda. Untuk season 3nya, ini loh novelnya, dengan judul Belenggu Dua Saudara. Atau, kalian bisa langsung klik profil Author. Terima kasih 🙏😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
fa_zhra
berarti pas part akhir belenggu sang pemuda dinda lg hamil giska ya,setelah itu hamil lg gavin sama gibran.begitu kah?
2024-02-28
1
Putra Cibbro
Aceh keuhhh
2022-10-28
1
Renova Simanjuntak
ga ngerti...jalan ceritanyaa🤔
2022-10-09
1