Suara Adinda dan Adi yang tengah bersenda gurau di dalam kamar, membuat anak-anaknya merasa malu. Ghifar beberapa kali menghela nafasnya, ia hanya bisa menunggu suara tawa itu cepat padam. Ia baru saja datang, dengan sengaja mengantarkan makanan buatan bibinya yang sedari dirinya kecil selalu mengurusnya. Bukan lain adalah Zuhra, kini ia sudah memiliki lima anak dengan pernikahannya dengan Nisfun Nahar.
"Mak… malu loh kita, ngapain sih di kamar terus sama Bang Adi?" seru Ghifar dari depan pintu kamar pribadi orang tuanya.
Hingga umurnya sudah menginjak usia dua puluh tahun, anak laki-laki itu terbiasa memanggil ayahnya dengan sebutan abang. Kebiasaannya juga, yang selalu menyebutkan mak untuk ibunya tak pernah hilang sampai sekarang.
"Pue? Lagi ngobrol, masuk aja." sahut Adinda dengan suara tawa yang mulai mereda.
Ghifar memantapkan hatinya untuk menarik gagang pintu tersebut. Hingga terlihatlah ayahnya yang tengah berbaring di atas tempat tidur, dengan wajah yang tertutup masker wajah yang berwarna hitam. Sedangkan ibunya tengah mengikat ulang rambutnya, lalu mengenakan kembali hijabnya asal.
"Bucin! Mau aja di make up sama Mak, wajah udah macam p*n*at panci." Ujar Ghifar dengan melangkah masuk dan duduk di tepian tempat tidur.
"Biar Papah tetep awet muda, kata Mamah kau macam itu. Kalau jalan berduaan, udah macam kakek sama cucunya. Mamah stay di dua puluh tahunan, Papah yang udah macam kakek-kakek." ungkap Adi dengan suara tertahan.
Ghifar menyuarakan tawa gelinya, "Abang segitu awet muda, kebawa Mak. Tuh tengok om Safar, udah puteh semua rambutnya. Udah doyok betul dia, jauh lah sama Abang." balas Ghifar dengan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur orang tuanya.
"Jadi gimana kalau kau punya adik lagi?" tanya Adinda dengan nada bergurau.
"Udah deh, Mak. Udah waktunya aku yang berkembang biak, bolehlah Mak aku dinikahkan lepas lebaran tahun ini?" jawab Ghifar membuat Adi dan Adinda menoleh serentak ke arah anaknya.
"Bang Givan aja baru mau ngenalin calonnya, bisanya kau minta langsung nikah?" balas ayahnya, setelah menegakkan punggungnya.
"Nikah sama siapa? Sama Cut Maghfira itu? Perempuan yang sering kau bawa ke sini itu?" tanya Adinda beruntun.
"Ya lah, sama siapa lagi. Dia kan pacar aku, ya nikahlah aku sama dia." jawab Ghifar begitu mantap.
"Sabar, ikuti urutan. Biar nanti cucu tertuanya dari abang kau, jangan dari kau dulu." sahut Adi dengan melambaikan tangannya pada istrinya.
"Udah kering keknya, Dek. Lepas aja, nanti keburu Givan sama calon mantu datang." lanjut Adi bersuara.
"Tapi Fira lebih tua dari kau, Mamah kurang sreg." balas Adinda dengan menghampiri suaminya, lalu ia perlahan melepas lapisan warna hitam itu dari wajah suaminya.
"Aww… pelan-pelan, Dek. Kebawa kulit Abang." pekik Adi tertahan.
Ghifar memperhatikan kedua orang tuanya, dengan hati bimbangnya. Ia merasa ucapan ibunya barusan, adalah sebuah larangan. Menurutnya umur tak terlalu dipermasalahkan, buktinya Fira masih memanggilnya dengan sebutan abang. Menandakan bahwa Fira menghormati dirinya sebagai kekasihnya, juga membuat Ghifar merasa bahwa dirinya yang esok nanti akan menjadi kepala keluarganya.
"Tak boleh kah, Mak? Kalau aku jadi sama Fira?" tanya Ghifar memastikan, dengan suara pasrah.
Adinda menoleh ke arah anaknya, mengesampingkan kegiatannya pada wajah suaminya tersebut.
"Udah campur kah? Sering kah kau bawa dia ke rumah panggung?" suara Adinda yang begitu dominan, di antara suara-suara keributan anak-anak yang tengah bermain di luar kamar.
"Tak, Mak. Pacaran anak muda aja, tak campur suami istri. Kata Bang Adi tak enak kalau buang luar, kalau buang dalam nikmat tiada tara. Tapi resikonya hamil kalau buang dalam nanti. Jadi ya udahlah, aku tak macam itu. Dari pada malu-maluin keluarga, mana nashab anak hamil di luar nikah malah ikut ibunya lagi. Bikin anak jadi tau, bahwa dirinya bukan anak dalam pernikahan." jelas Ghifar yang membuat Adinda langsung menarik bulu kaki suaminya.
"Aduh… aduh… sakit lah, Dek." teriak Adi dengan mengusap-usap betis kakinya.
"Bisa-bisanya ajarin anak masalah buang luar buang dalam? Abang bodoh apa macam mana sih?!" ucap Adinda dengan pelototan tajam.
"Yah, kan… jadi mereka tau, bahwa yang bikin hamil itu air merekanya bukan perbuatannya. Jadi kalau pun mereka berbuat di luar nikah, kan jangan sampek hamil duluan. Smart dong, Dek. Abang ini ajarkan betul, berbuat atau tidaknya mereka kan tergantung keimanan mereka lagi. Jangan dibikin masalah, jangan dibuat stres." jelas Adi yang langsung mendapat beberapa hantaman bantal dari istrinya.
Dengan Ghifar yang ikut menyuarakan tawanya, saat terdengar tawa ayahnya begitu renyah.
"Mana kan anak kita laki-laki semua, perawan cuma dua. Itu pun satunya entah perawan atau bukan, jadi kita harus kasih mereka edukasi s*ksual yang baik dan benar. Ya minimal masalah air aja lah." lanjut Adi yang membuat Adinda seketika keluar dari kamar, dengan menghentak-hentakkan kakinya.
Adi terkekeh geli, melihat istrinya yang marah tak jelas. Padahal menurutnya, yang ia lakukan sudah benar. Namun, tetap saja menurut Adinda itu masih kurang tepat.
"Bang… jadi aku boleh tak sih sama Fira? Mak macam tak suka, tiap kali aku main bawa Fira." tanya Adi dengan memperhatikan ayahnya yang tengah berusaha melepaskan masker di wajahnya tersebut.
"Biasanya insting seorang ibu itu tepat, Far. Fira baik, sopan juga, mana cantik lagi kan dia? Cuma sepengamatan mata Papah, Fira ini udah habis-habisan, udah macam janda." jawab ayah dari delapan anak itu, dalam mengemukakan pendapatnya.
"Dia belum pernah nikah, Bang. Pacaran juga baru sama aku ini." sahut Ghifar membuat Adi mengerutkan keningnya.
"Berarti dia habis sama kau!" tuduh Adi dengan memicingkan matanya.
"Demi Allah, nakal-nakalnya aku pegang dada aja Bang. Mana pernah aku obok-obok Fira, apa lagi habisin dia." ungkap Ghifar membuat raut wajah Adi berubah menjadi heran.
"Dari kelopak matanya, bentuk panggulnya itu, dia udah habis Far. Bukannya Papah nuduh, tapi menurut pengamatan Papah ya macam itu." balas Adi kemudian.
Ghifar terdiam sejenak, ia memahami pasti ayahnya lebih mengerti akan hal itu. Ia pun mengetahui fakta, tentang ayahnya yang mendapatkan istri seorang janda.
"Carilah perawan, sayang perjaka kau. Kalau kau bisa dapatkan perawan, nanti pas kau nikahan Papah nyumbang dangdutan." ujar Adi yang membuyarkan lamunan anaknya. Lalu mereka tertawa bersama, setelah mendengar gurauan sederhana dari Adi tersebut.
~
Adi keluar dari kamar, bersama anaknya. Kini tampilan wajahnya lebih fresh, setelah diberi masker dari istrinya.
"Mak, di meja makan ada makanan dari tante Zuhra." seru Ghifar saat melihat ibunya berjalan ke arah ruang tamu.
"Ya…" sahutan dari Adinda, yang terdengar samar di telinga Ghifar.
Ghifar membereskan mainan adik-adiknya, dengan ia memperhatikan dua orang yang datang dengan disambut meriah oleh keluarganya.
Ghifar langsung bangkit dari posisinya, lalu ia mengayunkan langkah kakinya menuju kerumunan tersebut. Ia mendengar suara yang ia kenal dari ia kecil. Sayup-sayup suara ibunya dan ayahnya, yang memberikan pertanyaan aneh di telinga Ghifar. Dengan cepat Ghifar bergegas menuju mereka semua, dengan langsung mengenali siapa yang datang hari ini.
"Hai, Pang… tambah hitam aja bos batu bara ini." ucap Ghifar dengan langsung memeluk saudara satu ibunya.
"Is, Bos kopi gagah ya sekarang. Udah punya ilmu apa kau lama semedi di tengah ladang?" sahut Givan dengan akrabnya.
Pelukan mereka terlepas, lalu Ghifar tersenyum manis pada seorang wanita yang berada di samping Givan.
"Hai….
......................
* Pue : Apa
* Puteh : Putih
Jadi loh... udah pada paham belum masalah anak Adi dan Adinda?
Ananda Givan, anak dari pernikahan Adinda sama Mahendra. Mahendra itu mantan suaminya Dinda, papah kandung Givan. Baca balik Sang Pemuda.
Cut Naya Maulida, anak Maya. Baca balik Belenggu Sang Pemuda. Yang awalnya bayi itu dipanggil Naya, terus panggilannya diganti Dinda jadi Icut.
Teuku Ghifar, anak Adi dan Adinda yang pertama.
Teuku Ghava, Teuku Ghavi, si kembar prematur.
Cut Giska, Teuku Gavin, Teuku Gibran... anak tambahan setelah pernikahan sunting Aceh itu.. 😌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
fa_zhra
knp harus gavin nama adek nya,sdh ada givan
2024-02-28
1
Darnisah Isda
aku ga baca yg belenggu sang pemuda... stres aku nya... masalahnya bikin aku senewen...
2023-12-22
1
Yane Kemal
Pusing. Anaknya banyak banget. Anak sambung dll
2022-11-14
1