"Hai, Dek. Datang kapan? Tumben mau main ke sini, tanpa dijemput pulak." sapa Ghifar pada wanita yang berada di samping Givan.
"Kau kenal calon istri Abang?" tanya Givan pada adiknya tersebut.
Ghifar langsung menoleh ke arah ibunya, terlihat Adinda terdiam dengan mata terbuka lebar. Adinda pun terkejut, mendengar fakta yang tentu menyakiti perasaan anak-anaknya. Pasti ia memikirkan tali persaudaraan anaknya, setelah mengetahui hal ini.
Ghifar menelan ludahnya kasar, ia beralih lagi menatap mata kekasihnya. Pandangan mata mereka bertemu, lalu Fira memutuskan pandangan mata mereka untuk kembali menatap seseorang yang lebih tinggi dari Ghifar tersebut. Senyum bahagia Givan terpatri, saat Fira memperhatikannya dari samping.
"Jadi kita gimana, Dek? Kau tak tau kah kita saboh mak?" suara datar Ghifar mengalihkan perhatian Givan seketika.
"Yuk… masuk dulu. Duduk-duduk dulu." ajak Adi dengan merangkul putra sulungnya, yang jarang ia temui tersebut.
Setelah Givan lulus sekolah tingkat atas, dirinya memilih melanjutkan pendidikan di luar kota. Hingga Adi mendapat kabar mengejutkan, bahwa putra sulungnya hidup bersama ayah kandungnya sejak saat itu. Kabar demi kabar ia dapatkan, lalu ia memutuskan untuk mengunjungi Givan untuk memastikan hal tersebut. Betapa terkejutnya Adi, saat mantan suami istrinya kini selalu ada di samping anak sulungnya.
Ia memahami bahwa ikatan darah, memang begitu kental. Givan telah dewasa, ia tak bisa memaksa anak sulungnya agar tetap berada di sisinya. Mulai saat itu, anak sulungnya memintanya untuk tidak memberinya uang setiap bulannya lagi. Hingga sekarang, Givan dewasa yang sudah memberikan jaminan untuk ayah sambungnya dan ibunya. Meski Adi tak mengharapkan, tapi ia menghargai pemberian dari anaknya tersebut. Ia paham, didikannya tak akan pernah lekang oleh waktu meski Givan sudah tak bersama dengannya lagi. Ia memahami cepat atau lambat, anak-anak pasti akan menjalani kehidupan yang sebenarnya tanpa mereka lagi.
Pandangan miris begitu terlihat di mata Ghifar. Ia sedari tadi mengamati perubahan wajah pada kekasihnya, yang sekarang selalu berada di sisi kakaknya. Ghifar hanya bisa pasrah, saat tangan ibunya selalu mencekal lengannya begitu kuat.
Givan memandang Ghifar dengan raut wajah bingung, ternyata ia pun tak mengetahui kenyataan pahit ini.
"Mah, habis lebaran nanti aku nikah sama Fira ya?" ucap Givan, setelah meneguk air yang telah terhidang di atas meja tamu.
Adinda memijat pelipisnya. Bagaimana ia tak sakit kepala, saat kedua anaknya meminta menikah dengan satu perempuan yang sama?
"Fira… ikut dulu sini." ajak Adinda dengan bangkit dari duduknya.
Fira mengangguk pasrah, dengan mengikuti langkah kaki seseorang yang ia panggil dengan sebutan mamah tersebut.
Adinda berhenti, saat dirinya sudah berada di ruang keluarga mereka. Dengan langsung menepuk sofa, yang ia duduki.
Fira langsung menduduki sofa tersebut, dengan sedikit menyerongkan posisinya.
"Kau orang mana? Satu daerah sini, tau semua bahwa Givan sama Ghifar ini satu ibu. Ya, memang… mereka ini bukan satu ayah. Sampek hati kau buat macam ini, sama anak-anakku? Kau pikir, kau siapa? Aku tak terima, anak-anakku kau permainkan." ungkap Adinda dengan menahan rasa gemas di tangannya.
"Aku… aku tak tau, Mah. Aku tak ada niat buat nyakitin, ini terjadi di luar dugaan aku." sahut Fira dengan meremas tangannya sendiri.
"Terus… kau pikir aku bakal ngizinin salah satu anak aku, buat nikahin kau? Tak sudi betul aku dapat mantu, yang pernah nyakitin anak-anak aku. Kalau Ghifar mau kau lepaskan, aku juga bakal minta Givan buat lepasin kau. Jangan pernah berharap, untuk dapatkan salah satu dari mereka. Setelah kau duakan cinta dari mereka, setelah kau permainkan kedua hati laki-laki yang duduk di depan itu. Maaf-maaf, kalau aku sekasar ini sekarang. Jelas ini bukan bagian peranku, kalau anak-anakku tak kau permainkan!" balas Adinda, dengan nada suara yang tak bisa ia tahan lagi.
Adi yang mendengar suara istrinya yang naik satu oktaf tersebut, langsung bergegas menuju ke sumber suara. Dengan diikuti dengan Ghifar, juga Givan yang penasaran akan kebenaran ini. Giska dan Icut saling melempar pandangan, lalu ia beralih menatap adik-adiknya yang tengah mencicipi kue yang berada di atas meja.
"Bawa kuenya, main yuk ke lapangan depan." ajak Giska, karena dirinya sedikit memahami permasalahan yang terjadi sekarang.
Tentu dua gadis tersebut, mengenal siapa perempuan yang dipanggil dengan sebutan Fira tersebut. Mereka mengenal Fira, sebagai kekasih dari Ghifar. Karena bukan hanya sekali saja, Fira dibawa ke rumah orang tuanya.
Dengan cepat Icut dan Giska menggiring kedua adiknya, lalu mereka berbaur dengan beberapa orang yang tengah berlarian di lapangan depan rumahnya. Yang sebelumnya sudah dibeli oleh ayahnya, hanya untuk tempat berlarian anak-anaknya saja.
Fira menjadi perhatian empat orang tersebut, dengan Adi yang selalu menggenggam tangan istrinya. Adi tak bisa menyebut istrinya orang baik, jika istrinya tengah dirundung emosi seperti ini.
"Pang, lepas lebaran nanti juga aku mau nikah sama Fira." ungkap Ghifar, membuat Givan mengerutkan keningnya seketika.
Ghifar tetap mempertahankan panggilan kesayangannya untuk kakaknya tersebut. Sejak ia bisa berbicara, ia selalu memanggil kakaknya dengan sebutan pang. Meski tak sedikit keluarga, yang selalu mengajarkan Ghifar untuk memanggil Givan dengan sebutan abang.
"Maksudnya macam mana?" tanya Givan dengan menatap adiknya dan kekasihnya bergantian.
"Aku sama Fira udah dua tahun terakhir punya hubungan. Aku sama Fira ini pacaran, Pang." jelas Ghifar yang membuat Fira langsung pucat.
"Betul macam itu?" Givan menoleh ke arah kekasihnya, untuk memastikan hal tersebut.
Fira hanya terdiam, dengan pandangan fokus pada wajah rupawan Givan saja.
"JAWAB!!! KAU KIRA AKU PENYABAR?!" seru Givan, membuat semua orang terhenyak kaget.
Fira mengangguk lemah, kemudian ia menundukkan kepalanya karena nyalinya menciut sekarang.
"Kau sama aku udah lima tahun lamanya, Dek. Kau minta disegerakan, tapi macam ini kenyataan. Kau buat aku tenggelam dalam setia, tapi kau main-main di belakang aku? Maksud kau apa?" ucap Givan dengan mencengkram kedua lengan Fira.
"Sakit, Bang." Fira meringis dengan mendongak menatap wajah Givan.
"Segini kau bilang sakit??? Gimana perasaan aku, Dek?!" sahut Givan dengan melepaskan cengkraman tangannya. Ia beralih menatap adiknya, terlihat Ghifar begitu syok menerima kenyataan ini.
"Bisa-bisanya kau pacarin pacar abang kau sendiri, Far? Macam tak ada perempuan lain, sampek pacar abang kau embat juga? Kau jorok, Far! Kau tak jijik kah, hah? Tak mampu kah godain yang baik untuk kau, yang aman untuk kau?" ujaran Givan begitu menusuk ke telinga Ghifar.
"Demi Allah, aku tak tau itu Bang. Harusnya Fira bilang, kalau dia udah ada Abang. Tapi dia diam aja, dia tak ada bilang apa pun. Selama dua tahun belakangan pun kita baik-baik aja, dia tak nunjukin kalau dia punya yang lain." balas Ghifar mencoba membela dirinya. Mau bagaimana pun juga, ia bukanlah perusak hubungan kakaknya dan kekasihnya. Ia tak terima, saat Givan memakinya dengan ucapan yang cukup kasar.
"Tunggu apa lagi? Balik kau sana, Fira!!!" tegas Adinda dengan mata basahnya.
Adi langsung merangkul bahu istrinya, "Dinda…
......................
* Saboh mak : satu ibu
Ada yang baca deskripsinya? kaget tak tau ceritanya malah begini? 😟
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
fa_zhra
bner firasat dinda,berti fira sdh dipakai sm givan
2024-02-28
1
Yane Kemal
Insting seorang ibu, tajam banget
2022-11-14
1
Mommy Gyo
3 like hadir Thor mampir dikaryaku cantik tapi berbahaya
2021-07-02
1