"Biarin aja! Siapa suruh nyakitin hati. Sealim-alimnya orang, dipermainkan terlalu sakit bakal balas meski tak melulu lewat jalur fisik, bisa jadi main santet. Segala sesuatu bisa terjadi, do'ain aja semoga abang kau sukses ngasih pelajarannya. Yang penting, kau fokus sembuhin hati kau dulu. Jangan pikirin Fira! Karena sejahat-jahatnya abang kau, dia tak mungkin bikin anak orang mati sia-sia." jelas Adi yang membuat Ghifar sedikit tenang.
Ucapan ayahnya terulang kembali di ingatanya, tentang Fira yang sudah tak suci lagi.
"Dari kelopak matanya, bentuk panggulnya itu, dia udah habis Far. Bukannya Papah nuduh, tapi menurut pengamatan Papah ya macam itu."
Ia menemukan jawaban, atas semua yang ayahnya sangkakan pada Fira. Ia berasumsi, bahwa perusak kesucian kekasihnya bukan lain adalah kakaknya sendiri. Ia mengetahui tabiat Givan yang sering kali meminta wanita yang masih tersegel, pada beberapa kawan satu tongkrongannya.
"Ada punya selaput tak? Duhhh, enak kali dingin-dingin macam ini." ucap Givan yang baru turun dari motor besarnya.
Ghifar menatap kakaknya dengan penuh tanda tanya, "Selaput apa, Pang?" tanya Ghifar, sembari memetik senar gitar dalam pangkuannya.
Givan menoleh ke arah adiknya dengan tersenyum kaku. Lalu ia mengalihkan perhatiannya pada jalanan sepi yang berada di hadapannya, tanpa menjawab pertanyaan dari adiknya tersebut.
"Selaput darah perawan. Abang kau kecanduan jepitan perawan, Far. Kau udah pernah cobain belum?" jelas seorang teman, yang paling dekat dengan tempat duduknya.
Ghifar menggeleng, atas pertanyaan dari temannya tersebut. Ia terdiam dengan pikiran herannya, ia tak menyangka ternyata kakaknya sudah seperti itu.
"Ada nih, Van. Tapi tak tau asli pue keuh palsu, soalnya dia anak motor. Tepatnya model yang suka bergaya, di atas motor matic modifikasi. Nih kontaknya, dia butuh buat beli honda terbaru." sahut seorang teman, yang berada di tempat tongkrongan tersebut.
Ghifar mengamati kakaknya dalam diam. Ia melihat kakaknya mengangguk, dengan mulai mengeluarkan ponsel mahalnya dari saku celananya. Givan langsung menyalin, nomor kontak yang temannya sodorkan.
Adinda menepuk paha anaknya, "Belum apa-apa udah ngelamun aja! Sana keluar! Ajak nginep Gavin sana Gibran, Mamah sama Papah mau berduaan dulu." ucap Adinda kemudian.
Ghifar menatap malas kedua orang tuanya, "Ok! Asal jangan sampek Mak hamil lagi." sahut Ghifar dengan melenggang pergi.
Adi dan Adinda beradu pandangan, lalu secepat kilat Adi langsung mengangkat tubuh istrinya dalam gendongan mesranya.
Adinda reflek langsung berpegangan erat pada leher suaminya, dengan tawa renyahnya menggema dalam rumah yang seusia dengan pernikahannya itu.
"Kita tak boleh tinggal diam, Bang. Givan udah terbang terlalu tinggi, jangan sampek Ghifar lepas dari jangkauan kita juga." ucap Adinda, saat suaminya sudah berada di atasnya dengan beratraksi melepaskan kaos berwarna biru dongker yang dikenakannya.
"Tenang aja, Abang tak mungkin lepasin anak-anak gitu aja. Mamahnya anak-anak pun seorang intel, jadi bisa mission completed kasus ini." sahut Adi dengan mengikis jarak di antara mereka.
Brak....
Pintu kamar mereka terbuka lebar, dengan menampakkan salah seorang anak yang mereka miliki.
"Mah... Minta uang." Seruan suara anak perempuan, dengan langsung mendapat delikan tajam dari Adi dan Adinda yang akan beraktivitas di atas tempat tidur.
"Ehh... Maaf." ucap Giska dengan senyum canggungnya.
"Lepas ini... Kau ngekos aja sana! Gangguin Papah terus kau!" Ketus Adi dengan bangkit dari atas tubuh istrinya.
Adinda langsung bangun, setelah Adi sudah tak mengungkung tubuhnya lagi. Lalu ia mencari dompetnya, yang ia letakan di atas nakas.
Adinda menyodorkan uang seratus ribu pada anaknya, "Lain kali tuh ketuk pintu dulu, jangan main masuk aja. Macam Gavin sama gibran aja kau! Padahal udah baligh, tapi tak tau tata krama betul! " ujar Adinda kemudian.
Giska menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Lagian Mamah sama Papah baru jam delapan udah tindih-tindihan aja." tutur giska dengan menerima uang tersebut.
"Aku sama Icut, sama tuyul dua itu ikut sama bang Ghifar. Upin Ipin udah sampek, lagi di depan teras bawa cewek dua, sama sate dua kodi." lanjut Giska dengan melenggang pergi.
Adi bergegas ke luar dari dalam kamarnya, diikuti dengan Adinda yang menatap kepergian suaminya bingung.
Adinda merapihkan pakaian dan kerudungnya. Untungnya ia belum melepaskan penutup tubuhnya, saat suaminya sudah mengungkungnya.
Setelah itu, ia berjalan menuju sumber suara dari suami dan anak kembarnya. Ghava dan Ghavi terlihat begitu mirip, bahkan ukuran pakaian yang mereka kenakan pun seukuran.
"Ini Mamahnya Abang nih, Dek." ucap Ghavi dengan mengajak seorang wanita yang berada di sebelahnya, untuk berjabat tangan dengan ibunya.
"Lah, kok bawa perempuan main malam-malam gini sih Vi! Nanti dicariin mak bapaknya loh." ujar Adinda setelah Ghava juga mengajak wanita yang ia bawa, untuk berjabat tangan dengan ibunya.
"Ya, Mah. Sekalian tutup kedai tadi, banyak habis jadi tak enak kalau masih buka." balas Ghava setelah duduk lesehan di teras rumah.
"Macam mana sih, Pah? Biar stok stabil terus. Udah beberapa kali kita kehabisan stok." tanya Ghavi yang duduk di teras rumah, diikuti wanita yang selalu berada di sampingnya.
"Kalian kan jualan. Rejeki tiap hari mungkin diupgrade kembali, tergantung amalan kalian. Jadi jangan ngeluh lah kalau stok habis, berarti kan yang belinya banyak. Tapi lain lagi ceritanya, kalau stok habis terus uangnya juga habis." jawab Adi dengan memperhatikan kedua anaknya. Mereka berdua hanya terdiam, sembari memandang satu sama lainnya.
"Biar Ghavi aja, Mah." ucap Ghavi, saat ibunya pamit untuk membuatkan minuman.
"Kau siapanya Ghavi, Dek?" tanya Adinda, saat Ghavi masuk ke dalam rumah.
"Temen deketnya, Bu. Sama ikut kerja paruh waktu di kedai Kupi Tanyo." jawab wanita tersebut dengan tersenyum ramah.
"Kau juga sama?" suara Adinda dengan pandangan fokus pada wanita yang berada di sebelah Ghava.
"Kon, Mak. Long calonnya Ghava, InsyaAllah lepas lebaran sah." jawabnya yang membuat lubang hidung Adinda mekar seketika, karena terkejut.
"Is, kau ini! Ngarang kau sambil ngorong! Tak ada, Mah. Dia cuma ikut numpang, pas aku berenti di kedai sate." sangkal Ghava yang membuat wanita di sebelahnya menghujami Ghava dengan cubitan maut. Terdengar Ghava mengaduh, sembari tertawa puas.
"Baru aku pacarin satu bulan dia, Mah. Tapi kemarin aku ka keunong tegur orang tuanya, katanya suruh dikenali ke Mamah sama Papah." jelas Ghava kemudian.
"Urut! Bang Givan aja belum, kau malah habis lebaran nanti. Tak ada, tak mau urus Papah." Putus Adi yang membuat raut wajah anaknya dan kekasihnya berubah menjadi sendu.
"Maksud Papah kau, jangan terlalu cepat. Lagian kau masih muda, puas-puasin aja dulu main sama temennya. Buru-buru nikah, nanti macam mamah umuran dua puluh udah jadi janda." terang Adinda yang mendapat anggukan dari Ghava.
"Tapi Bang Ghava udah ada bilang, katanya tahun ini sah." timpal wanita yang Ghava bawa.
Jelas ucapannya barusan, memancing sisi lain dari seorang Adinda.
......................
*Asli pue keuh palsu : Asli apa kah palsu
*Honda : Motor
*Kupi tanyo : Kopi kita (Ini dijadikan nama kedainya Ghava dan Ghavi)
*Kon : Bukan
*Long/lon/ulon : Saya
*Ka keunong : Sudah kena
Nah, lepas ini bikin kamus translate bahasa daerah. Karena di google belum tersedia 🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
HIATUS NYONYA Ris
bagus ceritanya
2021-11-11
2
Mamahna Kamila
lanjut... 👍☺️💪😘
2021-06-17
2