Korban Kesirikan Desa Terkutuk
Hari itu sangat cerah dan sejuk. Matahari bersinar jernih sehabis hujan. Awan pun terlihat sangat putih bersih. Anton membajak sawahnya dengan bersemangat meskipun seorang diri. Dia tidak ditemani istrinya kerena telah hamil tua. Usianya sudah tinggal menghitung hari. Dia membajak sambil berharap anaknya yang akan lahir adalah anak laki-laki yang bisa membantunya kelak mengelola tanahnya yang bidang.
Siang itu, saat dia sedang fokus membajak, anak perempuannya, Siska memanggil-manggilnya dari benteng sawah. Namun Anton tidak mendengarnya, sehingga dia harus turun dan berlari di lumpur itu menghampiri bapaknya. Dia sangat terengah-engah dan wajahnya ketakutan. Namun bapaknya berusaha menenangkannya, tapi dia justru menangis sambil menyebut-nyebut, 'ibu...ibu...' berkali-kali.
"Kenapa Nak?
Ada apa?
Tenanglah dulu. Tarik nafas!
Bicara pelan-pelan!
Ada apa?" Tanya Sang Bapak sambil memegang pundak putrinya. Matanya menatap dengan penuh tanda tanya besar dan rasa ingin tahu.
"Ibu...
Ibu..." Balasnya terbata-bata.
"Ibumu kenapa nak? Ayo cerita pelan-pelan."
"Ibu meninggal pak." Ungkap Siska sambil terus menangis.
Mendengar itu, Anton pun terdiam sejenak seolah tak percaya dengan berita itu. Tapi dia duduk terhempas ke lumpur dan tubuhnya lemas. Yang ada di benaknya, apakah itu benar? Tapi tidak mungkin anaknya berbohong.
Meski begitu, dia tetap mencoba untuk tenang sambil menelan air liurnya dan memegang kedua pundak putrinya lalu berkata lagi,
"Apa katamu tadi nak?
Ibu mu meninggal? Kau serius? Kau sedang tidak bercanda kan?
Bagaimana bisa?
Tadi pagi ibumu masih baik-baik saja. Dia sangat sehat. Dan dia tertawa pada bapak.
Tidak nak! Jangan sembarang bicara."
"Aku berkata benar pak. Ibu sudah meninggal. Ibu meninggal saat melahirkan." Balasnya sambil terus menangis.
"Apa?" Teriaknya kaget tidak percaya.
Dia masih tak percaya. Dia memegang kepalanya dengan tangan yang masih berlumpur sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan berbicara pelan,
"Tidak mungkin."
Maka putrinya mendesaknya untuk segera bangkit dan pulang. Dia berkata,
"Ayo pulang pak. Ayo lihat ibu."
Dia menarik-narik tangan bapaknya seolah memaksanya untuk segera berdiri dan pulang.
Lalu tak lama, seorang pria lewat dan berseru padanya,
"Hei, Anton!
Ayo pulang!
Istrimu sudah meninggal."
Dia pun semakin tercengang dengan apa yang dia dengar. Maka dia segera bangkit dan berlari pulang tanpa membersihkan lumpur yang menempel di pakaiannya. Dia meninggalkan semua peralatannya juga putrinya dan berlari dengan kencang untuk memastikan berita yang dia dengar itu.
Lalu ketika dia sudah sampai di halaman rumahnya, dia melihat sudah banyak orang berkumpul di sana sambil menangis, dan membacakan doa.
Maka Anton segera buru-buru masuk ke dalam rumah dan melihat jasad yang telah terbaring dan ditutupi kain. Perlahan dia berjalan mendekat dan duduk di samping jasad itu. Dia mengulurkan tangannya yang gemetar untuk membuka kain penutup itu dan melihat wajah istrinya untuk terakhir kali. Lalu begitu kain itu terbuka, suara tangisnya pun pecah membelah riuhnya suara banyak orang yang saling berbisik. Seraya dia menangis, matanya tak henti memandang ke arah wajah istrinya yang masih muda itu dan terus menangis sejadi-jadinya. Perbedaan usia mereka terpaut cukup jauh 10 tahun. Karena tak kuasa menahan emosinya, dia menangis sambil memeluk jasad istrinya dan berkata,
"Bangun Nia!
Bangun!
Kau tidak boleh pergi begitu saja!
Jangan tinggalkan aku! Kumohon bangunlah!
Buka mata mu!"
Maka karena tak tahan melihat tangisannya, salah seorang pria dari kumpulan itu mendekatinya dan mencoba menenangkannya. Sambil menepuk-nepuk lembut pundaknya, dia berkata,
"Sabar Anton.
Sabar."
Juga tak lama, seorang wanita juga duduk mendekati dia sambil menggendong seorang bayi mungil. Bayi itu tidur dan terbalut kain dengan sangat nyaman dan hangat. Dia bertanya bayi siapa yang tengah digendongnya itu. Maka wanita itu mengatakan bahwa itu adalah putri bungsunya yang baru saja dilahirkan. Wanita itu juga mengatakan padanya bahwa bayinya terlahir cacat.
Melihat semua yang terjadi padanya saat itu, jiwanya semakin terpukul dan terguncang. Hingga dia nyaris pingsan karena tekanan emosi yang kuat. Tapi beberapa tetangganya terus berusaha menenangkannya dan menghiburnya.
**********
Lalu setelah beberapa waktu, keadaan Anton pun mulai tenang. Dia bisa duduk dengan tenang di samping jasad istrinya.
Kemudian seorang pria paruh baya bicara lembut padanya,
"Nak, pergilah dan ganti pakaianmu. Bersihkan dirimu karena sebentar lagi kita akan berdoa untuk istrimu. Maka dia pun segera beranjak dan pergi membasuh dirinya. Sementara orang-orang di sana saling sibuk. Ada yang saling berbisik satu sama lain, ada yang meratap, dan ada juga yang diam.
Kemudian setelah dia membersihkan diri dan berganti pakaian, dan duduk kembali di sisi jasad istrinya, salah seorang mendekat padanya dan menceritakan kejadian yang telah menimpa Nia, istrinya. Sehingga menyebabkan dia meninggal.
Dia menceritakan bahwa Nia meninggal saat melahirkan. Kondisi fisiknya yang lemah, membuat dia tidak kuat untuk mengantarkan sang bayi lahir ke dunia.
Setelah itu, dia berkata lagi,
"Ini anak mu, dia sangat manis seperti ibunya." Ujarnya sambil menyerahkan bayi itu ke tangan Anton.
Begitu dia menggendong bayinya, hatinya pun semakin hancur dan perih seperti tersayat-sayat oleh pisau yang tajam.
Dia tidak tahan melihat anaknya lahir cacat tanpa kedua kaki.
Hatinya sangat sakit menerima kenyataan pahit itu, hingga dia tak mampu lagi membendung airmatanya dan menangis lagi sejadi-jadinya untuk kedua kali.
Kemudian dia berteriak tanpa kendali untuk meluapkan emosinya,
"Kenapa?
Kenapa yah Tuhan?
Kenapa ini harus terjadi padaku?
Dosa apa yang sudah aku lakukan?
Lebih baik aku mati saja daripada harus hidup seperti ini?"
Kumpulan orang itu pun hanya bisa terdiam melihat Anton dan tak berani mendekatinya.
Sampai akhirnya, salah seorang dari antara mereka memberanikan diri bicara padanya untuk menguatkannya. Dia menghiburnya sambil mengusap-usap lembut punggungnya.
"Tabahlah Anton. Kuatkan dirimu."
Cuaca yang cerah saat itu, tak memberinya kebahagiaan. Kebahagiaan yang dinanti-nantikan oleh seorang ayah ataupun suami. Tapi justru kegelapan yang sangat pekat seperti awan hitam yang siap menjatuhkan hujan badai ke atas permukaan bumi.
Lalu ketika hari mulai gelap, Jenazah harus segera dimakamkan. Maka agar semuanya bisa berjalan dengan lancar, salah seorang di antara mereka terus berusaha menenangkan dan menghibur Anton. Dia berkata,
"Sudahlah Anton.
Ini memang berat, tapi kamu harus mengikhlaskannya. Sekarang hari hampir gelap dan kita harus segera memakamkan jenazah Nia.
Sudahlah. Biarkan dia beristirahat dengan tenang."
**********
Akhirnya proses pemakaman Nia pun dimulai. Nyanyian perkabungan pun dilantunkan, dan ditutup dengan doa.
Kemudian jenazah diangkat dan dibawa ke pemakaman umum. Di sana Anton dan putrinya tak henti-hentinya menangisi kepergian Nia. Dia terus mengucapkan kata-kata yang sama, 'Nia kenapa kau pergi meninggalkan ku dan anak-anakmu?'
Beberapa orang di sana pun tak henti-hentinya menghibur Anton dan Siska. Tak henti-hentinya mereka mengucapkan kata-kata yang sama berulangkali, 'sabar'. Sampai akhirnya Anton lelah dan diam melihat orang-orang memasukkan jasad Nia ke dalam kubur.
Lalu seorang pemimpin agama mulai memimpin doa untuk melepaskan kepergian Nia. Setelah semuanya itu, orang-orang satu persatu mulai menyalami Anton dan memberikan kata-kata penghiburan baginya.
Proses pemakaman pun berjalan baik dan lancar. Semua warga sangat berduka. Karena tak menyangka kepergian Nia yang begitu mendadak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
medell
kasian..😭
2023-08-23
0
gaby
Aq baru tau ada novel ini. Pas baca judulnya langsung penasaran & tertarik. Apalagi pas liat bab nya ternyata ga tll panjang, langsung Cuuss memulai marathon mbacanya😅😅
2023-08-11
0
Saukiyah Naila
semoga anton dan anak2 sabar
2021-10-27
1