Nafasku sangat tak beraturan.
Aku tidak tahu kenapa saat ini, aku ....
"Kenapa aku sedang berlari?!!!"
Masih menyeleraskan langkah dan nafasku, aku mencoba untuk memperhatikan keadaan di sekitarku.
Suara seseorang mulai terdengar di telingaku.
"Bangun, Ren."
Suara yang sangat lembut seakan memanggilku ke dunia lain.
Tak terasa, mulutku mulai tersenyum sendiri.
"BANGUNNNN!!!"
Semburan air yang sangat banyak terasa di seluruh tubuhku bersamaan dengan suara itu.
Aku bergegas duduk dari posisi apapun itu sebelumnya.
"A-ada apa?!"
Aku sangat terkejut dengan kejutan dingin tadi, sampai-sampai lupa daratan.
"Selamat pagi."
Ibu menyapaku sambil tersenyum diiringi sinar matahari yang sangat cerah.
"Bidadari Neraka?"
Aku tercengang hingga tak sengaja berkata begitu.
Ibu masih tersenyum kepadaku namun, perasaanku mengatakan bahwa ia sedang menunggu saat yang tepat untuk melakukan sebuah pukulan.
"!!!!"
Merasakan aura membunuh yang sangat kuat dari ibuku, aku segera lari ke kamar mandi.
"Ren, handukmu!!!" teriak Ibu.
Aku tahu handukku ketinggalan namun, aku sangat ketakutan untuk mengambilnya. Jadi, aku putuskan untuk menunggu Ibu mengantarnya.
...
Selesai mandi, aku keluar sambil telanjang bulat.
Semua ini adalah kejadian yang selalu terjadi setiap pagi di rumah kami, jadi aku tidak dapat mengubah kebiasaan burukku ini.
"Fufufu ... punya Ren sudah besar rupanya."
Seperti biasanya ... Ibu yang melihatku keluar dari kamar mandi, tidak dapat menahan diri untuk mengomentari milikku.
"Aku tahu milikku ini bagus dan sehat tapi, jangan selalu dikomentari seperti itu."
Aku terlalu malas membalas komentarnya, jadi aku jawab biasa-biasa saja.
Mendengar jawabanku, Ibu mulai terlihat bosan.
"Ayolah~ bukankah ini sangat membosankan?"
"Jika Ibu ingin mencari kesenangan, seharusnya Ayah menjadi jawaban yang tepat untuk hal itu."
"Ahh~ Ibu tidak bisa mengganggu ayahmu saat dia sedang sibuk." Wajah Ibu mulai menunjukkan malu-malu kucing.
"Menjijikan." Tanpa menatapnya, aku langsung memberikan kesanku.
"Jahat sekali~ tapi, kalau tidak begitu pasti bukan anakku!" Setelah mengatakan itu, Ibu tertawa keras.
Sebaliknya, justru Ibu yang cukup kejam padaku. Hanya karena tidak memberikan jawaban sesuai keinginanmu, kau akan menganggapku sebagai orang lain. Aku tak habis pikir, apa masih ada orang tua yang bersikap seperti ini selain ibuku.
...
Aku mulai mempersiapkan segala kebutuhan untuk sekolah hari ini.
"Beberapa buku, alat tulis dan uang bulanan. Hmmm ... kurasa sudah cukup."
Aku memeriksanya kembali dengan teliti agar tidak menyesal nantinya.
"Ah! Hampir lupa."
Aku mengambil sebuah kalung dari meja belajar yang ada di dekatku lalu memakainya.
Itu hanyalah sebuah mata kalung yang digantung pada seutas tali, tapi aku selalu memakainya.
Meskipun terlihat kekanak-kanakan, aku tidak merasa terbebani memakainya karena itu adalah pemberian dari seseorang yang sangat berharga bagiku.
...
Setelah selesai mempersiapkan diri, aku berpamitan kepada Ibu lalu melangkah pergi meninggalkan rumah.
Dari rumah ke sekolah aku hanya berjalan kaki, kira-kira membutuhkan waktu sekitar 20 menit hingga sampai ke tujuanku. Karena keuangan kami pas-pasan, aku tidak ingin membebani kedua orang tuaku untuk biaya transportasi. Bagiku, asalkan bisa sekolah, apapun itu ... tidak ada yang benar-benar aku inginkan saat ini.
Belajar, belajar dan belajar itulah tujuanku ke sekolah.
...
Saat di tengah perjalanan menuju ke sekolah, ada seorang gadis yang memanggilku dari belakang.
"Permisi."
"Mungkin hanya pendengaranku saja, tidak mungkin ada orang yang memanggilku di saat begini."
Aku mulai bergumam sendiri tanpa mempedulikan suara itu.
Lama-kelamaan, suara itu mulai terdengar jelas.
"Permisi, apa kau mendengarku?"
Aku menghentikan langkahku lalu berbalik ke belakang.
Gadis yang memanggilku juga menghentikan langkahnya dan tak bergerak sedikitpun.
"Ada apa?"
Meskipun sedang berbicara, aku menatap seragam sekolahnya dari atas hingga bawah.
"Ummm ... aku sedang tersesat dan tidak tahu harus kemana. Padahal, hari ini adalah hari pertamaku pindah ke sekolah itu."
Gadis itu menundukkan kepalanya karena malu.
"Apa kamu mendengarku?"
Gadis itu menatapku dengan bingung.
Aku mendengarnya tapi, saat ini aku sedang memperhatikan penampilannya dari atas hingga bawah.
Rambut panjang hijau yang indah, tubuh yang ramping, tapi!
"Rata seperti papan cucian."
Sambil menahan tawa, aku menganggukkan kepalaku beberapa kali.
"A-apa kau bilang?!" Gadis itu menutup bidang datarnya dengan tangan.
Dia melotot kepadaku.
Gawat! Aku lupa lautan!
"T-tadi aku sedang memikirkan pelajaran tentang bidang datar, t-tolong jangan be-berpikiran yang macam-macam." Tubuhku gemetaran karena aku tidak pandai berbohong.
"Bohong."
"Tidak, aku tidak berbohong."
"Bohong." Dia masih mempertahankan argumennya.
Karena tidak ingin membuang waktu, aku mengalihkan pembicaraan kami pada topik yang dia inginkan.
"Jadi, jalan ke sekolah mana yang ingin kau ketahui?" tanyaku.
"Jangan mengalihkan pembicaraan."
Ayolah, tolong beri aku keringanan! Aku ini orang miskin yang hanya bisa pergi jalan kaki untuk ke sekolah!!!
"Cepatlah! Jika tidak, aku akan terlambat."
Tidak ada pilihan lain, aku hanya bisa sedikit lebih kasar padanya.
"B-baiklah."
Karena ucapanku tadi, gadis itu terlihat mulai sedikit lunak kepadaku.
"Aku mencari alamat SMA Atradika."
"Kebetulan aku juga akan kesana, ikuti saja aku."
Tanpa mempedulikan dia mengerti atau tidak, aku melanjutkan langkahku. Jika dia masih ingin menghentikanku, aku tidak akan mempedulikannya lagi.
Tapi-
"Kenapa kau masih menutup tubuhmu seperti itu?" Aku memalingkan kepalaku sedikit ke belakang.
"Aku tidak ingin mendengarnya dari orang yang baru pertama kali bertemu sudah melecehkanku."
Dia masih kesal dengan yang tadi ya, cukup kekanak-kanakan. Bahkan bidang rata itu, m-maksudku tidak mungkin ada yang tertarik dengan milikmu.
"Terserah."
Aku mempercepat langkahku.
"Ngomong-ngomong ... kenapa kau pergi kesana?" Gadis itu terlihat kesulitan bicara karena mencoba mengejar langkahku.
Aku hanya diam dan tidak menjawab pertanyaannya.
Bisa dibilang, diam juga adalah jawaban.
Merasa kasihan dengannya, aku memutuskan untuk memperlambat langkahku.
Saat langkahku mulai melambat-
" "... !!! ..." "
Dia tersandung dan jatuh ke punggungku.
Detakkan jantung yang cukup cepat mulai terasa sangat dalam pada punggungku, begitu juga dengan detakkanku sendiri.
Kami membeku pada posisi ini.
Jika dalam sudut pandang lain, dia seperti sedang memelukku dari belakang.
Saat ini, aku-tidak, kami tidak tahu harus bagaimana. Hal ini terus berlangsung cukup lama, hingga keringat mulai terasa di punggungku. Merasa tidak nyaman, aku mulai berdeham sekali dan mencoba untuk keluar dari situasi ini.
"Karena aku sekolah di sana."
Setelah mengatakan itu, aku melanjutkan langkahku hingga akhirnya kami sampai ke tujuan dengan selamat tanpa berbicara sedikitpun setelah kejadian itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
👑Dark Prince Tamvan👑
Aku tahu milikku ini bagus dan sehat.
Milikku thor milikku!
2019-08-05
2
🦋⃟ᰯ🃏ʜɪᷫᴋͦa®i🎨࿐
fufufu ibunya ren greget sekali 😏
2019-08-02
1
リン
Karena ... Aku sekolah disana.
Kebayang wajahnya Ren kalo lagi malu malu kucing😹
Up thor. Btw thanks for the save data ER*G nya!!!
2019-08-02
1