Cantik
Prasetya Jevando Kusuma atau yang akrab dipanggil Jevan ini adalah seorang mahasiswa semester 5 jurusan Desain Komunikasi Visual. Jevan adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Memiliki seorang saudara kembar bernama Prasetya Jovando Kusuma dan seorang adik yang masih SMA bernama Junius Candra Kusuma.
Ketiganya hidup dalam kondisi keluarga yang harmonis. Ayah mereka Jeffrey Kusuma adalah seorang ketua yayasan yang sering disebut-sebut sebagai nadinya kota kecil ini. Selain memiliki sebuah rumah sakit dan sekolah kesehatan, keluarga Kusuma juga menjadi salah satu distributor alat-alat kesehatan.
Cuek, dingin, dan bodo amat adalah image yang sangat-sangat melekat pada pribadi Jevando. Jika boleh dibilang hanya beberapa orang saja yang mau dan berhasil dia ajak bicara. Bahkan jika di kelas saja dia terbilang jarang bicara dengan pengajar maupun teman satu kelompok kerjanya.
Anehnya sifat cuek dan bodo amat ini tidak malah membuatnya diacuhkan oleh teman-temannya. Dia bahkan dinobatkan menjadi salah satu The Most Wanted dari Fakultas Seni Rupa dan Design atas ketidaksengajaannya menolong seorang senior yang hampir terjatuh dari tangga ketika OSPEK dulu. Andai ada sensus yang mencatat semua gadis yang mengantri untuk dia jadikan pacar, mungkin daftarnya bisa setebal proposal skripsi kating mereka. Padahal Jevan tidak pernah tersenyum. Jangankan mengobrol, berhasil kontak mata dengannya saja sudah merupakan suatu keajaiban.
"Dek, cepet dikit makannya. mas ada kelas pagi, kalau mau nebeng ya jangan kelamaan," kata Jevan melewati meja makan begitu saja untuk duduk di sofa ruang tengah untuk memakai sepatunya.
"Jevan mau kemana? Kamu belum sarapan lo, mas," kata Mama Tiwi.
"Skip Ma, Rere buatin sarapan."
"Halah sok-sokan bilang ada kelas pagi. Padahal aslinya cuma mau ngapel mbak Rere kan? Dasar bucin," kata Junius tidak terima.
"Ya bodo amat sih ketimbang kamu dek, pacaran tapi nggak pake perasaan," kata Jevan tidak mau kalah.
"Mbuhlah, aku berangkat sama Mas Jovan aja. Males sama mas Jevan. Galak."
"Nggak bisa, mas mau balik tidur. Semalem lembur," kata Jovan.
Ya begitulah Jevan dan Junius, padahal aslinya care banget tapi Jevan suka malu mengakuinya. Kalau dulu ketika masih kecil sih mereka bertiga kemana-mana selalu bareng. Si kembar bahkan sedikit protektif pada si bungsu tapi sekarang sudah besar mereka sudah mulai malu mengakuinya. Alhasil ya hanya saling mengejek tsundere begini.
Tadi Junius sempat menyebut Mas Jevan bucin pada seorang gadis bernama Rere. Ya memang benar adanya, namanya Ananda Reva Aulia, biasa dipanggil Rere atau Reva. Gadis inilah yang berhasil memenangkan seluruh perhatian, senyum dan tawa seorang balok es bernama Jevando.
Kondisi keluarga Rere sangat bertolak belakang dengan Jevan. Rere adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Dia adalah si bungsu yang dibenci oleh ayahnya sendiri karena dianggap menjadi penyebab kematian ibunya. Rere memiliki seorang kakak yang begitu menyayanginya. Namanya Reno Sanjaya, seorang arsitek yang saat ini bekerja di kantor yang sama dengan sang ayah.
Hanya Mas Reno yang menjadi tamengnya ketika di rumah. Kalau Papa sudah pulang dengan kondisi mabuk dan berusaha melampiaskan emosinya kepada Rere, maka Mas Reno akan dengan senang hati menggantikan demi adiknya ini tidak terluka.
Rere sebenarnya sudah tidak mau kuliah kalau bukan karena Mas Reno memaksanya hingga repot-repot mencarikan beasiswa kesana kemari hanya untuk adiknya tercinta. Sejak kecil Rere bercita-cita untuk menjadi seorang designer dan Reno tahu itu. Dari kecil Rere bakat itu sudah terlihat dari kebiasaan Rere yang sering menempeli pakaiannya dengan sticker bordir bergambar buah-buahan terutama buah kecil berwarna merah berbintik yang sangat dibenci oleh Jevan.
Gadis ini mungkin terlihat kuat dari luar, selalu ceria dan sering tertawa. Apalagi kalau Haikal, sepupu tengilnya sudah bercanda bisa guling-guling Rere dibuatnya. Tapi dibalik itu semua, Jevan selalu menjadi orang yang menyembunyikan tangisan Rere. Sering Jevan di telpon malam-malam hanya untuk menemaninya begadang di convenience store karena diusir oleh Papanya sendiri.
"Papa nggak mau makan dulu?" tanya Reno ketika melihat Papa berjalan melewati meja makan begitu saja.
"Males, Papa nggak mau makan sama anak pembawa sial."
Rere terhenti sejenak. Tadinya dia sedang memasukkan nasi goreng buatannya ke dalam kotak makan, tapi mendengar kata-kata Papanya membuat dia tidak berani bergerak. Setelah Papa melangkah keluar dari rumah dengan membanting pintu, Reno berusaha menguatkan Rere namun terlambat. Adiknya itu sudah lebih dulu tersenyum dan meyakinkan Reno jika dia tidak apa-apa.
"Dek, kamu nggak mau makan siang pakai itu kan?" tanya Reno melihat Rere memasukkan kotak makan siangnya kedalam tas.
"Nggak lah mas, ini buat sarapannya Jevan. Kemarin kan dia udah nemenin aku di minimarket depan semaleman, jadi buat gantinya aku buatin dia sarapan."
"Nih kartu kredit mas kamu bawa aja. Kamu belanja lah dek sekali-kali, beli tas kek atau beli baju gitu. Kalau nggak sekali-kali kamu traktir Jevan makan," kata Reno tapi ditolak Rere.
"Nggak usah mas, mending uangnya ditabung aja. Lagian barang-barang Rere masih bagus-bagus semua. Rere janji deh kalau butuh sesuatu Rere minta sama mas kok. Mas, Rere berangkat duluan nggak papa kan? Itu piring kotornya tinggal aja, Rere pulang cepet hari ini nanti biar Rere yang cuci," kata Rere setelah mendengar dering di handphonenya.
Dalam hati Reno menangis. Ingin rasanya dia bertukar tempat dengan adiknya yang malang ini. Dia memang salah satu yang menanamkan sifat dewasa itu pada sang adik selain didikan tante Chitta kakak ipar mendiang Mama namun, dia sendiri jadi miris melihatnya. Adiknya bahkan sudah dewasa sebelum saatnya. Ketika anak-anak seusianya masih senang nongkrong dan jalan-jalan, dia lebih banyak menghabiskan waktunya bekerja paruh waktu. Dia bahkan belajar lebih keras dibandingkan teman-temannya, hanya demi mendapatkan pengakuan dari Papa yang bahkan untuk meliriknya saja tidak pernah terlintas niat sedikit pun.
Awal kisah antara Rere dan jevan dimulai ketika Jevan yang ketika itu baru kembali dari kegiatan sekolahnya bertemu seorang gadis yang menangis sendirian di tengah hujan lebat di sebuah jembatan. Gadis itu bahkan tidak memakai payung dan seragamnya sudah basah semua membuatnya tembus pandang. Jevan yang melihatnya berani bertaruh jika gadis ini sudah tidak peduli jika semua buku didalam tasnya basah dan rusak atau juga pada pandangan aneh orang-orang yang melewatinya.
Jevan mengenali gadis itu sebagai salah satu teman sekelasnya yang terkenal pintar dan salah satu siswa kesayangan guru. Termasuk juga seorang gadis yang paling sering mengganggu ketenangannya hanya untuk menagih tugas atau mengajaknya kerja kelompok.
Jevan membagi payungnya dan berdiri melindungi gadis itu dari lebatnya hujan. Jevan juga memberikan jaketnya pada gadis itu untuk menutupi seragamnya yang sudah kehilangan fungsi menutupi seluruh tubuhnya itu.
Dihadapan gadis inilah Jevan yang sangat-sangat diam melontarkan kalimat pertamanya dalam sehari ini selain kalimat pamitan dengan Mamanya pagi tadi dan beberapa kalimat lain menjawab pertanyaan guru di kelas.
Sejak pertemuan itulah Rere selalu menempel pada Jevan lebih dari biasanya. Bukan ada maksud apa-apa, dia hanya berusaha berterima kasih pada pemuda itu atas bantuannya. Andai saja malam itu Jevan tidak datang membagi payung dan meminjaminya jaket, Rere mungkin sekarang hanya tinggal nama.
Jevan sih tidak langsung menunjukkan perubahan, tapi karena satu kejadian Jevan untuk pertama kalinya tertawa terbahak-bahak melihat Rere ketumpahan tepung di kelas memasak dan sejak itulah Jevan mulai terbuka dengan Rere dan berakhir pacaran sampai sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Sugianto
walah..baru cek ternyata ceritamu buanyak thor.....
2022-01-22
0
💜 Cindy Cantik 💜
mampirrr... awal yg bguss thor 😍
2021-12-16
0
•cell09•
.
2021-11-04
0