Yang Muda Menikah
Siapa yang tidak memiliki musuh di sekolah? Rasanya tidak ada. Hampir semua siswa maupun siswa memiliki musuh, walau tidak mengemukakan secara langsung tapi pasti ada saja seseorang yang kita kurang sukai di sekolah. Tapi mungkin lebih memilih diam.
Bugh
Tubuh seorang gadis terjatuh ke tanah dengan posisi tengkurap, karena tersandung sesuatu. Lebih tepatnya, seseorang sengaja menaruh kakinya untuk menghalangi langkahnya. Bibirnya bahkan bertubrukan dengan lantai keramik lorong sekolah. Jontor sudah daging kenyal yang jarang dia hiasi lipstik itu.
Padahal hari masih pagi, tapi moodnya sudah dibuat hancur oleh seseorang. Matanya memejam, jelas ia memendam amarah yang mengebul di kepalanya. Apalagi tawa itu seperti tanpa rasa bersalah.
"Ups, aku kira kamu bakal ngehindar," katanya sambil memegangi perutnya. Wajahnya merah karena tertawa.
Ia berjongkok, menatap wajah perempuan di hadapannya yang yang kini merah padam.
"Hahaha. Sorry, sebenarnya nggak baik ya kejahatan di balas kejahatan tapi ... sesekali kamu emang butuh di beri pelajaran."
"Aku nggak nyesel udah laporin kamu. Emang pantes dapat hukuman itu!" Gadis itu -Ghina Izzati- bangkit berdiri, merapikan rok abu-abunya yang sedikit kusut. Untunglah tadi tidak tersingkap, ia juga mengenakan celana panjang di dalamnya. Ia celingukan, khawatir ada yang melihat insiden memalukan tadi.
"Denger," Laki-laki berperawakan jangkung itu maju beberapa langkah mendekat. Membuat Ghina mundur selangkah. "Benda itu punya Riki!"
"Bodo amat, keluarnya dari kantongmu kok! aku liat sendiri," Ghina tak mau kalah.
Ya, dia tahu inilah pembalasan dari seorang -Fatih Rafasya- mungkin sakit hati dengan laporan sengaja yang Ghina lakukan kemarin.
“Aku nggak habis pikir, seorang anak Kyai bisa juga ya nggak ada akhlak. Hari ini mungkin aku sabar, tapi besok-” belum selesai kalimat Ghina, Fatih sudah memotong dengan logat mengejeknya.
“Udah jatuh aja masih berani ngancam. Heran aku, cewek yang aku kira alim luar biasa, tapi ternyata bar-bar luar biasa. Berani ngelawan cowok. Inilah yang akan terjadi kalau nyepelein peringatan.”
“Aku nggak berniat melawan kamu Fatih. Kelakuanmu itu yang bikin aku nggak tahan untuk nggak buka suara. Lagi pula, jelas kamu melakukan kesalahan.”
"Bukan tempat ceramah disini," ucap Fatih datar dan melengos lebih dulu meninggalkan Ghina yang masih merenggut di dekat parkiran.
Ghina mengelap bibirnua, merasakan sesuatu di sana. Ia merasakan perih. Lalu lebih memilih masuk ke koridor kelas jurusan TAB untuk pergi ke toilet.
Langkah kakinya berhenti di depan wc sekolah yang terletak tepat di belakang kelas TAB. Matanya kini berair. Dapat dia lihat di layar cermin datar itu. Tangan itu memegang pelan bibir yang sedikit membesar dan ada goresan kecilnya.
“Fatih memang keterlaluan,” gumamnya. Rasanya jika begini terus, lebih baik dirinya berhenti menjadi musuh Fatih. Ia tiba-tiba menyalahkan dirinya sendiri yang berani mengawali untuk berantem hampir setiap hari dengannya. Ini semua karena kejadian hari itu. Sungguh, waktu memang tidak bisa di putar. Takdir tak bisa diubah paksa. Tuhan sudah berkehendak. Semuanya sudah terjadi.
Setelah merenung dan menyesali diri di dalam wc. Ghina keluar dengan langkah gontai, hampir saja menabrak seseorang.
“Astaghfirullah.”
“Eh Maaf, aku nggak sengaja.” Ghina buru-buru meminta maaf pada seseorang itu. Tangannya yang kekar memegang tangannya karena tubuh Ghina tadi yang hampir terjatuh.
Sejenak tatapan mereka bertemu, namun Ghina segera sadar dan menarik tangannya cepat, begitu pula laki-laki itu. Yang wajahnya tak bisa menyembunyikan senyum simpul.
“Maaf, aku juga nggak lihat kalau ada kamu tadi,” sesal laki-laki itu. Suaranya begitu lembut.
“Iya nggak papa. Ini salahku juga yang nggak fokus."
"Emangnya apa yang lagi kamu pikirin?" tanya laki-laki itu. Ghina memutar bola mata, Ilham jelas tengah berusaha membuat dirinya dan laki-laki itu berbicara lebih lama.
"Aku nggak ada niat ngasih tahu," ucap Ghina kemudian dan berjalan melewati Ilham.
“Kamu nggak papa? Bibir kamu merah gitu?” tanyanya membuat Ghina membalikkan badan Lantas melipat bibirnya ke dalam.
“Ini sudah nggak papa kok, tadi aku menabrak sesuatu. Alhasil gini jadinya.” Ghina memegang bibirnya sendiri.
“Hati-hati.” Ghina mendongak menatap mata laki-laki itu. Meneduhkan, tapi dia tahu yang di lakukannya saat ini adalah dosa. Memandang yang bukan mahram, lantas Ghina membuang muka. Hanya mengangguk mengiyakan.
“Ya Allah kenapa bibir kamu Na?” tanya Renata -teman Ghina-. Saat dia baru saja tiba di sekolah, namun sudah mendapati wajah Ghina yang tidak baik-baik saja membuatnya khawatir, kini tangannya meraba-raba tubuh Ghina. Mereka sedang nongkrong di teras Lab Mini yang letaknya tepat di depan kelas mereka. Seperti biasa, rutinitas untuk menunggu bel masuk.
“Jangan bilang ini gara-gara dia? Tuh ‘kan apa aku bilang. Jangan mulai deh berurusan sama cowok nyebelin itu. Minta maaf aja deh sama dia, biar nggak neror kamu terus. Kamu juga yang terluka. Liat, bibir kamu.” Renata yang sering menasehati Ghina itu mengusap lembut bibir Ghina dengan tisu.
“Resiko lah Ren. Orang berbuat baik ‘kan nggak mudah. Apalagi membongkar kejahatan, pasti banyak yang membenci," lirih Ghina dan beranjak dari sana, ia berjalan ke arah teras kelasnya lalu melepas sepatunya dan menaruhnya di rak. Begitupula Renata yang mengikut di belakang.
“Iya aku tahu, tapi kalau gini jadinya ya kasian diri kamu. Jadi cewek kok berani banget sih.” Renata justru memanyunkan bibirnya, seperti kesal dengan Ghina yang mencari pembenaran.
“Siapa yang ngajarin? Kamu kan’?” Ghina justru seperti menyalahkan Renata.
“Sejak kapan ish." Renata tidak terima." Oh ya PR Kimia dari Miss Omigod sudah?” tanya Renata mengalihkan topik. Ia lebih khawatir dengan pekerjaan rumah yang barangkali Ghina lupa mengerjakannya. Walau, kecil kemungkinan.
“Sudah dong, ya seadanya sih.”
“Hahaha, takpe lah yang penting nggak ketinggalan. Bisa-bisa penderitaanmu dobel hari ini.”
Mata Ghina melirik ke arah bangku sesorang yang terletak di ujung barisan kedua dekat jendela. Jika tidak mengenalnya, mungkin tidak akan tahu jika Fatih adalah anak dari seorang Kyai.
Melihat kelakuannya yang jauh dari nilai-nilai yang diajarkan oleh seorang pemuka agama. Akhlak mahmudah tentunya, sepertinya laki-laki itu tidak memilikinya.
Tanpa ia sadari, si empu yang ditatap justru kini menatapnya balik dengan tajam. Mulutnya yang mengunyah permen karet sepertinya, itu bergerak. Lantas membuang muka dan kembali bercengkrama dengan teman-temannya.
“Wah keterlaluan kamu Fath. Beraninya nyakitin cewek, dosa loh.” Terdengar suara Riki yang suka pecicilan dan suaranya yang sepertinya sengaja ia kencangkan. Matanya mengerling ke arah Ghina dan Renata yang sudah duduk bersebelahan. Ghina mendengus, sepertinya Fatih sudah menceritakan semua kejadian tadi pagi kepada teman-temannya.
Setelah selesai dengan mata pelajaran Miss Omigod yang membuat keringat dingin bertebaran. Kini, saatnya jam pelajaran Miss Ingrid di mulai. Setelah mengucap salam dan basa-basi, Miss Inggrid memberi instruksi kepada murid kelas XII TKJ IV untuk membuat kelompok.
“Ogah kelompokan sama dia!” Ghina menghela nafas kasar, “pokoknya jangan dia!” Suaranya memekik lebih kencang dari sebelumnya. Tugas kelompok bahasa Inggris kali ini benar-benar terasa menyebalkan bagi gadis itu. Bukan karena ia malas atau tidak suka dengan pelajaran atau tugas yang diberikan Miss Ingrid. Hanya saja, persoalan mengenai kelompok yang tidak disukainya.
Renata yang duduk tepat di sebelah Ghina menghela nafas. “ Sudahlah, tinggal dia doang laki-lakinya. Nggak papa, yang penting dia bisa ngomong nanti pas kita maju.”
“Lagi pula, semua cowok yang ada di kelas sudah di boking semua tuh.” Telunjuk Renata bergerak ke arah wajah-wajah cowok yang sudah terduduk manis di setiap kelompok.
Ghina mendengus, merasa menyesal karena sudah menjadi bagian dari anak TKJ IV yang murid laki-lakinya hanya berjumlah delapan orang. Miss Ingrid membagi kelompok menjadi delapan dengan aturan masing-masing kelompok memiliki satu personil cowok.
“Ada apa Ghina Izzati?” suara Miss Ingrid menginterupsi. Membuat Ghina yang wajahnya masih cemberut itu mengangkat dagunya. Bibirnya membentuk senyum sumir.
“Nggak ada apa-apa Miss. That’s okay.”
Matanya melihat seseorang yang masih di pojokan, tengah mengemut Lolipop dengan tampang santai. Dan sialnya Miss Ingrid tidak mempermasalahkan itu.
“Fatih, where are your team?” tanya Miss Ingrid yang kini sudah berdiri di depan papan tulis. Matanya memindai. Dengan segera Ghina membuka suaranya, “Fatih is our team Miss!”
“Okay, Fatih please come on your team!”
“Now, your team can start your job. Right now!” perintah Miss Ingrid yang dihadiahi anggukkan para murid.
Laki-laki yang bernama Fatih itu mengangguk dengan senyuman di bibirnya. Tangannya membopong kursi miliknya mendekat ke arah tim Ghina dan kawan-kawan.
“Ketemu lagi,” sapa Fatih sembari memindai satu-satu wajah teman-teman satu kelompoknya. Saat matanya ke arah Ghina, laki-laki itu menggigit Lollipopnya sampai terdengar suara 'krek'
"Hai, Na!"
Fatih memberikan seringaiannya yang menyebalkan, membuat Ghina lantas membuang muka.
NB.
TAB : Teknik Alat Berat
TKJ : Teknik Komputer Jaringan
Hai....
Kalau kalian suka ceritanya jan lupa vote, tap love dan coment yaa. Biar aku makin semangat. Nggak bakal kok jari kalian patah cuma untuk klik love, atau curcol di kolom komen ya 'kan?😂
Untuk up aku usahain 2x tiap minggu, tapi bisa lebih sering atau setiap hari.
oh ya share juga ya ceritanya sama teman-teman kalian🤗
bye bye
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Yulianti
nyimak Thor..
2022-01-26
0
Ayu Nicky
wow aku baru baca nih ceritanya nggak sama kek yang lainnya sekolah nya biasa nya tentang MIPA sama IPS lah ini TKJ sama TAB..bagus
2022-01-20
0
Dharni Dharmawan
ok mampir
2022-01-19
0