Sang Perebut Cinta
Sebuah pernikahan yang dirancang apik tinggal menghitung hari. Pernikahan dua insan yang masih muda untuk mengarungi sebuah bahtera rumah tangga. Namun, mereka sudah mantap untuk memilih.
Ravi menguatkan keinginannya untuk meminang Mentari menjadi istrinya, di saat mereka masih mengenyam bangku kuliah. Usia mereka masih sembilan belas tahun. Bahkan ada rekor yang diukir oleh mereka, menikah dengan teman sekelas.
Dalam waktu yang singkat, sekitar satu semester Ravi mengenal lebih dekat sosok Mentari. Padahal mereka sudah satu kelas sejak masuk ke jurusan manajemen bisnis. Inilah takdir mereka.
Banyak liku yang menerpa hubungan keduanya sampai mereka bisa bersatu. Ravi dengan kekecewaan dikhianati mantan yang sudah tiga tahun lebih bersamanya menjalin cinta. Mentari dengan cinta segitiga yang rumit, menempatkan dirinya menjadi orang ketiga dan tanpa sadar menjadi sang perebut cinta.
"Tari! Apakah kita memang tidak boleh bertemu seminggu ke depan?" tanya Ravi sedikit kecewa.
"Kata orang tua kita memang seperti itu, alias dipingit,"
"Kalau aku rindu padamu bagaimana?"
"Emmm ... kumpulin saja dulu. Jadi pas kita ketemu ... kamu--"
"Kamu apa?" goda Ravi memandang gemas pada wanita tomboy berkerudung di hadapannya.
"Itu ... ah! Pokoknya kita harus ikut perintah orang tua, kalau tidak nanti acara pengajian bisa dimajukan dan ibu kita mendadak jadi ustadzah," jawab Mentari menggigit bibirnya.
"Bilang saja kalau malam pertama kita nanti jadi lebih bersemangat,"
"Ih! Dasar mes*m!"
"Kamu saja yang pikirannya kotor. Bersemangat di sini maksudnya, semangat buat jebol gawang," tawa Ravi.
"Ravi!" teriak Mentari bercampur malu karena semburat merah nampak jelas di pipinya.
"Tuh, kan! Ada yang sudah enggak tahan," goda Ravi.
Mentari menepuk lengan Ravi. Wajahnya berpaling menutupi rasa malunya yang tak tertahankan. Hatinya bahagia bisa bersama dengan Ravi, lelaki yang sudah menguasai ruang di hatinya.
"Ngomong-ngomong kalau untuk bulan madu, kamu mau kemana?"
"Enggak tahu. Orang tua kita juga yang siapkan. Kita cuma nunggu beres,"
"Mentari!" Ravi mulai memasang wajah serius.
Tatapan Ravi begitu dalam menembus netra Mentari. Menangkup pipi Mentari, membuat sang empunya tak berani menatap Ravi. Wanita tomboy dengan pesona apa adanya, membuat Ravi teralihkan pada Mentari.
"Sebelum kita berpisah, aku mau tanya satu hal padamu?"
"Apa?" Mentari sekuat tenaga menahan getaran dalam hatinya.
"Kamu yakin ingin menikah denganku di usiamu yang masih sangat muda?"
Mentari menatap balik Ravi. Menunjukkan sebuah kejujuran dan kekukuhan hatinya memilih Ravi. Dulu memang dirinya batal menikah dengan Bintang, kakaknya Ravi karena perjodohan dan dia malah mencintai Ravi yang sudah memiliki kekasih.
"Daripada kita pacaran enggak jelas, lalu kamu menawarkan sebuah keseriusan dan aku mencintaimu ... maka aku sudah yakin kamulah jodohku," tegas Mentari tanpa lupa senyuman indah terukir di bibirnya.
"Apakah urusanmu dengan kak Bintang sudah selesai?"
"Semenjak Bintang menikah dengan kak Alya, sejak itu pula urusanku selesai. Kalau kamu sendiri dengan Natasha bagaimana?"
Ravi terdiam. Inilah hal yang ingin dia utarakan pada Mentari. Urusannya dengan Natasha sudah selesai, tapi entah kenapa Natasha kemarin menghubunginya untuk bertemu terakhir kali sebelum dirinya menikah.
Memang semenjak dia menegaskan bahwa dia sudah memilih Mentari, menggantikan Natasha di hatinya, tak ada lagi rongrongan dari Natasha pada Mentari.
"Sebenarnya Natasha ingin bertemu denganku. Bolehkah aku menemuinya sebelum kita menikah?" Ravi menatap lirih Mentari bercampur ragu.
Mentari terdiam. Ada sesak dalam hatinya dan rasa tak ingin ditinggalkan. Masih ingat dalam benak Mentari, ketika Ravi sangat mencintai Natasha. Bahkan Ravi sempat menolak pengakuan dirinya tentang perselingkuhan Natasha.
Pikirannya coba menghalau asumsi negatif, Natasha merayu Ravi untuk kembali pada Natasha. Namun, melihat ke dalam netra sang kekasih, Mentari seakan meyakinkan bahwa Ravi hanya ingin menyelesaikan masalahnya dengan Natasha sampai selesai.
Ravi sebenarnya tak tega mengatakannya, tetapi sebuah hubungan harus saling terbuka agar jauh dari kesalahpahaman. Bertemu dengan Natasha bisa saja menodai perjalanan keseriusan cintanya, bila ditutup-tutupi.
"Mentari!" panggil lembut Ravi dengan tangan yang semakin erat menggenggam tangan Mentari.
"Iya. Selesaikan dulu urusanmu dengan Natasha," lirih Mentari.
"Kamu tidak marah?"
"Buat apa marah?"
"Cemburu mungkin, karena pacarmu yang ganteng ini menemui mantannya," gurau Ravi mencairkan suasana.
"Dasar kepedean!" Mentari mencubit gemas pipi Ravi.
"Aw! Aduduh ... aduh! Sakit, Sayang!" rengek Ravi mengusap pipinya.
"Sakit? Masa?"
"Beneran ini sakit!" keluh Ravi masih asyik mengusap pipinya.
Mentari merasa sedikit bersalah. Wajahnya menjadi khawatir melihat Ravi yang kesakitan. Padahal menurutnya, dia mencubut pipi Ravi pelan. Tahu sendiri jika Mentari itu tomboy, pelan bisa diartikan berbeda.
"Maaf!" Mentari ikut mengelus pipi Ravi. "Masih sakit?" khawatir Mentari.
"Masih,"
"Lalu gimana dong?"
Ravi meraih tangan Mentari di pipinya. Tersenyum penuh seringai, karena ide licik sudah lewat di otaknya. Didekatkannya pipi Ravi pada Mentari, meski wajah Mentari polos belum paham.
Telunjuk Ravi menunjuk pipinya. Mentari semakin memicingkan matanya. Dasar wanita tidak peka. Dia hanya melihat tanpa berkedip.
"Maksud kamu apa?" Mentari heran.
"Obat biar pipiku sembuh ... satu kecupan darimu," kekeh Ravi.
"Apa!" Mentari mundur. "Dasar cowok cari kesempatan!" kesal Mentari.
"Aku tidak cari kesempatan. Memang benar, kok. Kalau kamu beri aku sebuah kecupan di pipiku, seketika sakitnya menguap entah kemana,"
"Modus!"
"Yakin enggak mau cium? Nanti nyesel, loh!"
"Nyesel apanya?"
"Kapan lagi coba bisa nyium aku," enteng Ravi.
"Nanti setelah menikah, baru kamu bisa dapat ciuman dari aku sebanyak yang kamu mau. Sekarang--" Mentari tersadar.
"Persiapkan dirimu untuk itu," seringai tergambar di bibir Ravi.
Mentari kini menyesali ucapannya. Dalam hatinya dia merutuki bila sudah berucap tanpa berpikir. Pipinya tiba-tiba menghangat lagi, ketika membayangkan Ravi memintanya setelah mereka menikah. Ah, rasanya dia ingin kabur saja.
"Sudah, ah! Katanya mau bertemu dengan Natasha. Sekarang masih di sini,"
"Kamu mengusirku? Atau kamu memang ingin aku kembali lagi pada Natasha?"
Mentari memberikan pelototan tajam pada Ravi.
"Awas saja kalau kamu kembali sama Natasha! Tidak ada kata maaf untukmu!" geram Mentari.
"Cieee ... pacarku cemburu juga ternyata," tawa Ravi.
Telunjuk Ravi mencolek pipi Mentari gemas, walau Mentari langsung menepisnya. Raut wajah Mentari menjadi hiburan tersendiri baginya. Dia sangat yakin bahwa cinta Mentari hanya untuk dirinya, tak tersisa lagi cinta untuk Bintang di hati Mentari.
"Aku pergi dulu. Sudah jangan ngambek lagi! Nanti cepat tua," canda Ravi.
"Terus kalau tua memangnya kenapa? Kaya kamu enggak akan tua saja," cebik Mentari.
"Kamu makin cantik deh kalau marah-marah kaya gini. Apalagi itu bibirnya, sudah buat imanku goyah untuk menyentuhnya,"
Mentari menutup mulutnya. Berjaga agar Ravi tak mencuri ciuman dari bibirnya.
"Aku pamit. Langsung pulang! Besok aku akan menjemputmu untuk acara ulang tahun pernikahan mama sama papa aku,"
Ravi mengusap kelapa Mentari yang tertutup kain kerudung. Memberi sekilas kecupan di pucuk kepala. Akhirnya, dia mendaratkan sebuah kecupan singkat di pipi Mentari lalu pergi begitu saja sambil tertawa.
"Ravi!" teriak Mentari walau hati tersipu malu.
"I love you, Mentari!" balas Ravi berteriak tanpa menoleh ke arah Mentari.
"I love you too, Ravi!" desis Mentari yang sudah tersipu malu.
***
Cerita pertamaku di sini.
Terima kasih buat apresiasinya.❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
fery
ceritax bagus
2021-08-15
0
Tyca
semoga sukses Thor
2021-08-13
1
Emma The@
Like kak...
2021-08-03
1