Mentari memacu motor besarnya membelah jalanan. Waktu masih sore untuk pulang. Apalagi dua sahabat karibnya tengah menunggu dirinya di sebuah kafe. Siapa lagi kalau bukan Aira yang modis dan Reva sang calon kakak iparnya.
Tadinya mereka mengajak Mentari jalan-jalan di mall, tapi Mentari tahu jika keduanya sudah di sana, satu jam adalah waktu yang tergolong singkat. Mentari tipe perempuan yang tidak suka berbelanja terlalu lama.
Menghiraukan pesan Ravi yang menyuruhnya langsung pulang, Mentari diam tanpa memberi tahu Ravi. Lagipula dia hanya bertemu dengan temannya yang juga temannya Ravi.
"Maaf telat!"
Aira dan Reva mendongak pada Mentari yang terlihat ngos-ngosan. Dipastikan jika Mentari ngebut di jalanan dan langsung berlari ketika sampai parkiran.
"Dimaklum," sahut Aira datar.
"Dimaklum bagaimana?" Mentari menduduki kursi di sebelah Reva.
"Calon manten," timpal Reva terkekeh.
"Apa hubungannya?" Mentari semakin tak mengerti.
"Kamu habis nyiapin stok persediaan dengan Ravi buat persiapan seminggu tak bertemu. Jadi, kita maklum," canda Aira.
"Bisa saja,"
"Kita baru beres ujian akhir semester, tadinya mau ngajak kamu liburan. Eh ... kamunya mau nikah. Terus liburan tanpa kita,"
"Ralat, Ra! Mereka bu-lan ma-du," Reva menekankan kata bulan madu.
Aira terkikik mendengarnya. Melirik pada Mentari yang ikut tersenyum. Aura pengantin memang beda, pikirnya. Tak menyangka dirinya yang sering gonta-ganti pacar, bisa didahului oleh Mentari yang baru mengenal pacaran.
Seorang pelayan mendekati meja mereka, karena Mentari melambaikan tangannya. Perutnya harus segera diisi, sebelum cacing di perutnya bersuara. Belum lagi kerongkongan yang begitu kering untuk segera disiram cairan dingin.
"Ravi kemana? Sibuk ngurus bisnisnya?" tanya Reva menyeruput jus berwarna merah.
"Bukan,"
"Lalu?" Reva menatap Mentari.
"Dia sedang menemui seseorang," jawab Mentari tak enak.
"Siapa?" giliran Aira yang bertanya.
"Temannya," sahut Mentari asal.
Matanya mengedar ke segala arah untuk menghilangkan kegugupannya. Justru itulah yang membuat kedua temannya curiga. Kebohongan nampak jelas di mata Mentari. Apalagi mereka sudah lama berteman, jadi tahu bagaimana reaksi Mentari.
"Aku kira dia bertemu wanita lain," celetuk Aira.
"Apa!" pekik Mentari pelan.
Mentari melebarkan matanya. Celetukkan Aira sangat tepat dan membuatnya membisu. Dia merutuki kelemahannya yang susah sekali bersandiwara di hadapan kedua temannya.
Ada ketakutan dalam dirinya, jika mengemukakan kemana perginya Ravi. Dua orang di hadapannya berwatak sama dengan emosi yang langsung bertindak tanpa berpikir. Bisa-bisa dirinya kena semprot, padahal maksudnya ingin memarahi orang lain.
"Kamu kenapa? Biasa saja kali, Ri. Kaya orang baru ketahuan bohong," sindir Reva.
Helaan nafas terdengar dari hidung Mentari. Memang benar dirinya tak bisa menghindar lagi dari dua sahabatnya. Seharusnya di antara sahabat tak ada rahasia. Dia pun tak ingin kejadian di saat Aira marah padanya, karena dituduh merebut Bintang dari kak Alya, kakaknya Aira kembali terulang.
"Ravi sedang menemui Natasha,"
"Apa!" giliran Reva dan Aira yang terkejut.
Bahkan Reva memukul meja cukup keras saking dirinya terkejut. Untung saja tangan Reva tidak sampai menepuk kue penuh krim, yang bisa membuat Reva semakin darah tinggi.
Keduanya menatap tak percaya pada Mentari. Ravi bertemu wanita yang sangat dibenci oleh keduanya. Masih ingat di kepala mereka, bagaimana buruknya Natasha sebagai wanita licik dan mengusik ketenangan Mentari.
Berbeda dengan Mentari yang menutup telinganya saking tingginya nada mayor entah minor yang keluar dari mulut Aira dan Reva. Wajahnya menahan malu, melihat beberapa orang memandang ke arah mereka.
Mentari tersenyum dan menganggukkan kepalanya seakan meminta maaf pada semua pengunjung kafe. Namun, Aira dan Reva mengacuhkan pandangan semua orang dan memilih tetap menatap Mentari.
"Kamu izinin Ravi?" tanya Aira membulatkan matanya dengan sempurna.
"Iya. Salah?" polos Mentari.
"Kamu itu terlalu baik atau terlalu bod*h sih? Ravi bertemu dengan mantannya ... Natasha itu licik, Ri!" geram Reva.
"Betul apa yang dikatakan Reva. Bisa saja saat ini Natasha sedang merayu Ravi untuk mengurungkan niatnya menikah denganmu. Apa kamu tidak berpikir ke sana?" kesal Aira.
"Ini mbak pesanannya," sela pelayan.
"Makasih,"
Aira dan Reva masih menampilkan mode api yang membakar tubuh mereka karena amarah. Mentari merasakan kekecewaan keduanya, tapi dengan tenangnya dia menyedot jus miliknya dengan mata melirik pada Aira dan Reva bergantian.
"Ah ... segarnya!" celetuk Mentari terlihat menikmati minumannya.
"Ini anak! Kita bicara serius malah bercanda," protes Aira.
"Aku juga serius kali, Ra. Ini minuman segar banget. Apalagi lihat wajah kalian yang mengintimidasi diriku, nanti aku ikut emosi juga," santai Mentari.
"Kamu itu sebenarnya cinta enggak sih sama Ravi?"
"Ya cintalah, Re. Tak usah diragukan lagi," bangga Mentari tersenyum sambil menaikturunkan alisnya.
"Tapi kenapa kamu enggak cemburu lihat Ravi ketemu sama Natasha?"
"Gini ya, Re. Dulu memang Natasha selalu menggangguku, menuduh aku merebut Ravi darinya. Tapi, semenjak Ravi bertindak tegas sama Natasha, buktinya Natasha tidak berani lagi menampilkan wajahnya di depanku dan Ravi. Dua bulan," Mentari menekankan kata dua bulan dengan jari telunjuk dan tengah yang berdiri.
"Memang seperti itu sih. Tapi, tetap saja aku tak percaya sama Natasha. Dia itu wanita ular. Mengkhianati Ravi dan juga menggoda Bintang. Wanita serakah, kakak adik pengen diembat--" ketus Reva.
"Sayangnya, dia gak dapat keduanya," sambung Aira yang diikuti tawa ketiganya.
"Beda sama Mentari, cewek polos. Dicintai kakaknya, eh mencintai adiknya. Ujungnya direbutin sampai berantem tuh adik sama kakaknya," seloroh Reva menurunkan tawanya.
"Iya ... tapi tetap saja adiknya menang, Ravi jatuh juga ke pelukanmu, Ri," timpal Aira.
"Kalau bukan Bintang yang menghamili kakakmu dan kamu enggak marah sama aku, mungkin Bintang masih jadi tunanganku," sindir Mentari yang tidak nyaman diingatkan kejadian dia hampir diperk*s* Bintang.
"Tuh kan ... kamu ingetin aku lagi. Maaf! Dulu aku kan tidak tahu masalahnya. Jangan ungkit lagi ya!" mohon Aira.
"Makanya kalau dapat kabar itu jangan langsung ngambil keputusan. Bintang yang salah, Mentari kena getahnya," Reva mengingatkan dengan sesuap kue lembut masuk ke mulutnya.
"Ngomong-ngomong soal kak Alya, sekarang sudah berapa bulan usia kandungannya?" tanya Mentari yang ikut memakan spagethinya.
"Emmm ... empat bulan kalau enggak salah. Mau nengok juga ke apartemen Bintang, risih ah,"
"Sama kakak ipar sendiri risih," canda Mentari.
"Terus kalau kamu bertemu Bintang, masih canggung tidak?" tantang Aira.
Mentari memang ragu untuk bertemu dengan Bintang. Meski ketika pernikahan Bintang dan Alya, dia menerima untaian maaf dari Bintang. Namun, tetap saja dia merasa tak nyaman jika bertemu lagi dengan Bintang. Trauma masih menghinggapi dirinya.
Satu hal yang dia sadari, besok dia pasti bertemu dengan Bintang. Acara ulang tahun pernikahan calon mertuanya, harus dia hadiri. Apa yang harus dia lakukan besok, jika bertemu dengan Bintang.
"Ri! Kok bengong?"
"Eh, enggak apa-apa kok, Ra," kilah Mentari.
"Makanya Ravi jangan dibiarkan ketemu sama Natasha, buktinya sekarang kamu kepikiran itu kan?" Reva asal tebak.
"Itu juga Ravi. Dia b*g* apa b*d*h sih? Mau-maunya bertemu dengan Natasha. Katanya benci, eh ... sekarang disamperin," kesal Aira.
"B*g* sama b*d*h emang apa bedanya, Ra?" kekeh Mentari.
Aira mendelik kesal Mentari. Niat hatinya ingin membela Mentari, tapi yang dibela malah santai-santai saja, seolah tak ada beban.
"Pokoknya ... kalau sampai Ravi membatalkan pernikahannya denganmu ... aku tak akan segan-segan mengirim dia ke segitiga bermuda atau lubang hitam sekalian," geram Aira.
"Betul. Aku setuju! Sekalian Natasha juga aku kirim ke planet Merkurius biar kepanasan di dekat matahari," timpal Reva ikut kesal.
"Kalian ini! Aku yang menjalani, kenapa kalian yang repot?" celetuk Mentari memasang wajah pura-pura kesal.
"Kita kan sahabatan. Jadi, ikut merasakan kegundahanmu, Ri. Jangan pura-pura sok menerima, padahal hati galaunya minta ampun!" ujar Reva balas sok marah.
"Kalian memang sahabat terbaikku." Mentari merangkul kedua sahabatnya bergantian.
Sampai kapan pun Mentari ingin terus menjaga persahabatan dengan Aira dan Mentari. Keretakkan di masa lalu menjadi pelajaran untuknya agar lebih menjaga perasaan.
Benar apa yang dikatakan temannya. Bibir merelakan Ravi bertemu dengan Natasha, tetapi hati sangat gelisah. Dia berdoa semoga Ravi benar-benar menyelesaikan masalah dengan Natasha, bukan tergoda untuk kembali pada Natasha.
***
Bagaimana pertemuan Ravi dengan Natasha? Apakah sesuai prasangka Aira dan Reva? Ataukah sebaliknya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
fery
mentari terlalu polos
2021-08-15
0
Nasiah
aku sih reader yg suka marah2🙏🙏🙏🙏
2021-08-03
2
Rhyna Yna
hadeuh....., amsyong dah kalo ada natasha🙍🙍
2021-06-08
0