Sang bulan menyapa lewat pantulan cahayanya dan semilir angin malam menyentuh lembut kulit seorang lelaki yang tengah gelisah menanti sebuah kabar. Di balkon kamarnya, dia berdiri menatap langit hitam penuh cahaya. Sayang, hatinya diliputi kegelapan akan keadaan sang pujaan hati.
Diliriknya ponsel hitam miliknya. Dia menggeser layar ponsel hingga sebuah gambar dirinya sedang memeluk Mentari dari belakang dengan senyuman penuh bahagia di atas motor kesayangannya. Senyumannya ikut mengembang melihat wajah sang kekasih yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.
Rasanya malam ini terasa sepi, walau beberapa kali ponselnya bergetar, menandakan banyak notifikasi masuk di ponselnya. Malas sebenarnya untuk membuka aplikasi pesan miliknya. Namun, satu hal yang membuat dirinya menerbitkan senyuman.
"Hallo, Sayang!" sapa Ravi manja.
Setelah melihat tanda centang dua berwarna biru dan ada aktivitas mengetik dari nomor kekasihnya, Ravi langsung menghubungi Mentari lewat video-call. Rasanya sudah tak sabar ingin mendengar suara yang dari tadi dia nantikan kabarnya.
"Mentari!" panggil Ravi heran.
Di layarnya nampak hanya gambar langit-langit kamar. Pikirannya bertanya kemanakah sang pemilik nomor yang dia hubungi?
"Hai, Ravi! Maaf aku cari kerudung dulu! masa aku harus pakai selimut buat nutup rambutku ini," ucap Mentari tiba-tiba.
Ravi terkejut melihat Mentari dan suara yang nyaring terdengar di telinganya, meski suara Mentari terdengar ngos-ngosan. Tapi, setelah melihat wajah kekasihnya, Ravi malah tertawa.
"Kamu kenapa? Ada yang lucu?" Mentari merasa aneh.
"Ada. Kamu." Ravi kembali tertawa.
"Kalau cuma mau ketawa, mengapa kamu menghubungiku?" cebik Mentari.
"Habisnya kamu itu lucu. Masa pakai kerudung terbalik gitu, terus benjol lagi kerudungnya." Ravi masih saja tertawa.
Mentari baru sadar. Dilihat olehnya dengan seksama di layar ponselnya. Ternyata memang kerudungnya terbalik dan tidak simentris lagi. Mentari berteriak dan melempar ponselnya. Untung melempar ke atas kasur, coba kalau lempar ke halaman, ponselnya langsung innalillahi.
Sedangkan Ravi semakin tertawa melihat tingkah Mentari. Kepalanya menggeleng saking gemasnya. Tak menunggu waktu lama, wajah Mentari sudah terpampang di layar. Ravi pun menghentikan tawanya, berganti senyuman menggoda.
"Saking rindunya pengen lihat wajah ganteng calon suami, kerudung pun dipakai asal," goda Ravi.
"Habis kamunya, sih. Lagi balas pesan darimu, tiba-tiba kamu nelpon. Aku refleks lagi geser ikon hijau. Baru sadar aku lagi enggak pakai kerudung,"
"Padahal kalau aku lihat rambutmu juga tak apa. Apalagi aurat yang lainnya, nikmat datang tidak disengaja," canda Ravi terkekeh di atas tempat tidur.
"Kita belum mahrom tahu!" ketus Mentari.
"Kan calon mahrom,"
"Kamu lagi apa?" tanya Mentari mengalihkan candaan Ravi.
Kalau tidak dialihkan, Mentari takut pipinya tidak bisa dikondisikan. Ravi akan semakin gencar menggodanya terus. Bisa-bisa perutnya semakin sakit menahan godaan dari Ravi yang membuatnya bisa malu setengah mati.
"Lagi nunggu kamu," enteng Ravi.
"Nunggu?"
"Tadi kamu tahu tak--"
"Tidak!" potong Mentari.
"Aku belum beres bicara, My Sun!" kesal Ravi.
"Jangan sebut panggilan itu!"
"Habis kamu main potong-potong segala,"
Ravi memang selalu menyebut panggilan itu ketika merasa marah atau kesal pada Mentari dan Mentari pasti benci mendengarnya. Panggilan itu mengingatkannya pada Bintang, yang pertama kali menyematkan panggilan itu pada Mentari.
"Iya, iya, maaf!" lirih Mentari menekuk wajahnya.
"Tadi aku menunggu balasan pesan darimu. Dari tadi sore aku menghubungi, nomormu tidak aktif. Kamu kemana saja?"
"Maaf! Tadi siang aku bertemu dengan Aira dan Reva, sampai lupa waktu. Sewaktu pulang, tahu-tahu ponselku sudah mati. Beres makan malam aku baru ingat dengan ponselku," jelas Mentari.
"Aku suruh tadi langsung pulang. Kenapa malah kumpul sama teman-temanmu itu? Aku dari tadi mengkhawatirkan dirimu,"
"Memang apa salahnya aku kumpul dengan Aira dan Reva? Mereka itu sahabatku, beda ceritanya jika aku bertemu dengan lelaki lain,"
"Awas saja kalau aku lihat kamu jalan sama lelaki lain! Biar kuhabisi lelakinya,"
"Ih ... jangan cemburuan gitu, Vi!" Mentari kesal bercampur cemas.
"Kamu tahu sendiri, jika aku tidak suka pengkhianatan,"
"Memangnya aku juga suka? Tidaklah! Kita sama-sama pernah terluka karena pengkhianatan," ketus Mentari terbawa emosi.
Suasana menjadi hening. Ravi tersadar dari kekesalannya. Padahal niat hati ingin bercanda, malah kemarahan yang menyulut emosinya.
Dilihatnya wajah Mentari yang terlihat kesal padanya. Entah kenapa dirinya bisa terbawa emosi. Mungkin karena dia sudah begitu kecewa menunggu terlalu lama kabar dari Mentari juga urusannya dengan Natasha tadi siang.
"Kok jadi saling marahan begini ya?"
"Habis ... kamu yang mulai!" jutek Mentari.
"Duh! Seram juga calon istriku ini kalau ngambek. Maaf deh! Tambah seksi deh bibirnya kalau kamu lagi marah, bikin aku--"
"Iya dimaafkan," lagi-lagi Mentari memotong ucapan Ravi.
"Senyum dong!" rayu Ravi.
Orang yang disuruh senyum masih saja diam dan mendelik sebal.
"Mentari! Aku kangen!" rengek Ravi dengan nada manja.
Barulah Mentari mengalihkan pandangannya pada Ravi. Ditatapnya wajah Ravi yang tulus menginginkan dirinya. Untung saja mereka bicara lewat udara, bila berhadapan langsung, Mentari sudah tak kuasa menahan desiran deras di hatinya, yang membuat semburat merah di pipinya.
Melihat raut Ravi yang begitu mempesona dengan rengekan manja, membuat Mentari luluh. Dirinya juga merasakan rindu yang sama pada Ravi.
"Besok kita kan bisa bertemu. Bagaimana kalau besok kita cari hadiah untuk mama papamu?"
"Boleh juga. Pukul sembilan aku jemput kamu. Jadi pas sore kita langsung kumpul,"
"Berarti aku harus bawa baju ganti dong?"
"Enggak juga, tapi terserah. Nanti bisa pakai baju aku atau enggak pakai baju juga--"
"Ravi!" teriak Mentari kesal sehingga Ravi tertawa lepas.
Melihat Ravi yang masih menertawakannya, Mentari mengerucutkan bibirnya. Tapi, dia baru ingat tentang rasa penasarannya. Ingin memastikan bila apa yang ada di pikiran Aira dan Reva salah. Meski hatinya sedikit ragu untuk bertanya.
"Ravi!"
"Iya, Mentari sayang!"
Kembali Mentari dibuat tersipu malu. Memang Ravi bisa secepatnya mengubah suasana hatinya.
"Ekhem!" Mentari mencoba mengusir kecanggungannya. "Tadi bagaimana urusannya dengan Natasha? Sudah beres?" tanya Mentari berusaha setenang mungkin.
"Kenapa nanya itu? Kamu cemburu ya?"
"Ih! Ravi! Bukan cemburu, cuma ingin tahu saja,"
"Ingin tahu saja atau tahu banget?" goda Ravi.
"Terserah!" sebal Mentari.
"Ciee ... ngambek. Makin cinta deh." gelak Ravi
Mentari mendelik dan merasa aneh. Dia marah, tapi Ravi malah bilang makin cinta. Bukannya kalau dia bersikap manis, baru Ravi makin cinta? Kenapa ini sebaliknya?
Akhirnya Ravi menceritakan kejadian pertemuan dirinya dengan Natasha beserta ibunya Natasha. Tak ada yang dilebihkan juga dikurangi. Ravi sebisa mungkin jujur apa adanya pada Mentari.
"Kalau Natasha meminta bantuanmu, aku mohon kamu beri tahu aku juga. Jangan ada yang ditutup-tutupi! Apalagi jika ada orang lain tahu dan ujungnya salah paham pada kalian berdua, yang ada hubungan kita bisa terguncang,"
"Kamu tenang saja. Kita harus saling terbuka, karena ... karena aku tidak ingin kehilangan wanita setangguh kamu," lirih Ravi.
Sudahlah. Ravi memang pintar membuat hati Mentari melayang. Selama ini Mentari menyangka jika Ravi berbeda dengan Bintang yang pandai menggombal. Ternyata adik dan kakak sama saja. Bedanya, Ravi menjunjung kesetiaan, sedangkan Bintang adalah sang cassanova.
"Aku tak sabar menunggu hari esok,"
"Kenapa?" Mentari menyatukan kedua alisnya.
"Bisa bertemu denganmu. Apalagi," kekeh Ravi yang langsung berpikir.
Mengingat hari esok di acara ulang tahun pernikahan orang tuanya, timbul kekhawatiran dalam diri Ravi. Pertemuan Mentari dengan Bintang. Meski terlihat Bintang sudah menerima Alya sebagai istrinya, entah mengapa Ravi menaruh rasa cemas.
Trauma tak sedikit pun tergambar di wajah Mentari, dia yakin itu. Namun, Ravi merasa Mentari masih risih bila bertemu dengan Bintang. Terselip pikiran negatif, jika Bintang masih memiliki rasa cinta pada Mentari. Tentunya rasa cemburu Ravi sering muncul saat itu juga.
"Tari!"
"Ada apa, Vi?"
"Kamu masih ada rasa sama kak Bintang?"
Mentari terdiam. Menatap ponselnya lekat tertuju pada wajah Ravi. Seulas senyum dia lukis di bibirnya. Pertanyaan yang sering dia dengar dari Ravi. Hatinya menghangat, karena Ravi mulai menampilkan rasa cemburunya.
"Sudah aku bilang beberapa kali ... aku tidak cinta dengan Bintang. Cinta terbesarku hanya kamu ... iya kamu," kekeh Mentari seketika ingin bergurau melihat wajah serius Ravi.
"Ish! Kamu tuh ya! Aku percaya. Cuma besok pasti kalian akan bertemu. Aku sedikit khawatir saja,"
"Cemburu nih, kayanya." gelak Mentari.
Gilirannya kini menggoda Ravi. Satu-satu pikirnya.
"Tenang saja. Kak Alya juga ada di sana. Aku pasti dijagain sama bodyguard gantengku--"
"Apa ... apa? Bodyguard ganteng? Akhirnya kamu ngaku juga jika calon suamimu ini ganteng," angkuh Ravi sambil tertawa.
"Tapi gantengan Bintang dibanding kamu," celetuk Mentari yang memudarkan tawa Ravi.
"Jahat kamu!" kesal Ravi.
Mentari tak bisa menahan tawanya.
"Sudah malam. Aku ngantuk. Kamu juga cepat tidur!" suruh Mentari.
"Ya sudah. Moga mimpi indah tentangku malam ini," goda Ravi.
"Tidak janji. Aku tutup panggilannya ya?"
"Jangan! Biar aku yang matikan. Tidurlah! Aku akan menemanimu hingga kau tertidur lelap. Selamat malam!"
"Selamat malam!" sahut Mentari.
Gugup juga rasanya ketika tidur dilihat oleh kekasih. Tapi, itu permintaan Ravi. Mau tak mau malam ini Mentari harus tidur berbalut kerudung instannya. Demi menyenangkan Ravi, selama dia juga tak keberatan, apa mau dikata.
Bibir Ravi terus mengulum senyum melihat mata Mentari yang sudah terpejam. Gurat kelelahan nampak di wajah Mentari. Wajah inilah yang sebentar lagi akan dia lihat pertama kali ketika bangun dari tidurnya di setiap pagi. Rasanya Ravi sudah menginginkannya.
"Selamat tidur, Matahariku! Aku selalu mencintaimu!" desis Ravi.
Sebelum mengakhiri panggilannya, Ravi mencium layar ponselnya. Hingga akhirnya dia menekan tombol merah untuk menutup panggilannya.
***
Terima kasih atas apresiasinya.❤
Moga tidak membuat pembaca senyum-senyum sendiri.😁
salamku,
evanafla
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
fery
hati2 ravi kamj oleng dikit aja mentari biaa disamber orang..jgan lepas berlian demi sebongkah koral bahkan udah bolong
2021-08-15
0
Sukmawati
lanjut
2021-08-11
0
Uthie
nice 👍☺️
2021-08-02
1