5 : Aku Merindukanmu

Sang bulan menyapa lewat pantulan cahayanya dan semilir angin malam menyentuh lembut kulit seorang lelaki yang tengah gelisah menanti sebuah kabar. Di balkon kamarnya, dia berdiri menatap langit hitam penuh cahaya. Sayang, hatinya diliputi kegelapan akan keadaan sang pujaan hati.

Diliriknya ponsel hitam miliknya. Dia menggeser layar ponsel hingga sebuah gambar dirinya sedang memeluk Mentari dari belakang dengan senyuman penuh bahagia di atas motor kesayangannya. Senyumannya ikut mengembang melihat wajah sang kekasih yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.

Rasanya malam ini terasa sepi, walau beberapa kali ponselnya bergetar, menandakan banyak notifikasi masuk di ponselnya. Malas sebenarnya untuk membuka aplikasi pesan miliknya. Namun, satu hal yang membuat dirinya menerbitkan senyuman.

"Hallo, Sayang!" sapa Ravi manja.

Setelah melihat tanda centang dua berwarna biru dan ada aktivitas mengetik dari nomor kekasihnya, Ravi langsung menghubungi Mentari lewat video-call. Rasanya sudah tak sabar ingin mendengar suara yang dari tadi dia nantikan kabarnya.

"Mentari!" panggil Ravi heran.

Di layarnya nampak hanya gambar langit-langit kamar. Pikirannya bertanya kemanakah sang pemilik nomor yang dia hubungi?

"Hai, Ravi! Maaf aku cari kerudung dulu! masa aku harus pakai selimut buat nutup rambutku ini," ucap Mentari tiba-tiba.

Ravi terkejut melihat Mentari dan suara yang nyaring terdengar di telinganya, meski suara Mentari terdengar ngos-ngosan. Tapi, setelah melihat wajah kekasihnya, Ravi malah tertawa.

"Kamu kenapa? Ada yang lucu?" Mentari merasa aneh.

"Ada. Kamu." Ravi kembali tertawa.

"Kalau cuma mau ketawa, mengapa kamu menghubungiku?" cebik Mentari.

"Habisnya kamu itu lucu. Masa pakai kerudung terbalik gitu, terus benjol lagi kerudungnya." Ravi masih saja tertawa.

Mentari baru sadar. Dilihat olehnya dengan seksama di layar ponselnya. Ternyata memang kerudungnya terbalik dan tidak simentris lagi. Mentari berteriak dan melempar ponselnya. Untung melempar ke atas kasur, coba kalau lempar ke halaman, ponselnya langsung innalillahi.

Sedangkan Ravi semakin tertawa melihat tingkah Mentari. Kepalanya menggeleng saking gemasnya. Tak menunggu waktu lama, wajah Mentari sudah terpampang di layar. Ravi pun menghentikan tawanya, berganti senyuman menggoda.

"Saking rindunya pengen lihat wajah ganteng calon suami, kerudung pun dipakai asal," goda Ravi.

"Habis kamunya, sih. Lagi balas pesan darimu, tiba-tiba kamu nelpon. Aku refleks lagi geser ikon hijau. Baru sadar aku lagi enggak pakai kerudung,"

"Padahal kalau aku lihat rambutmu juga tak apa. Apalagi aurat yang lainnya, nikmat datang tidak disengaja," canda Ravi terkekeh di atas tempat tidur.

"Kita belum mahrom tahu!" ketus Mentari.

"Kan calon mahrom,"

"Kamu lagi apa?" tanya Mentari mengalihkan candaan Ravi.

Kalau tidak dialihkan, Mentari takut pipinya tidak bisa dikondisikan. Ravi akan semakin gencar menggodanya terus. Bisa-bisa perutnya semakin sakit menahan godaan dari Ravi yang membuatnya bisa malu setengah mati.

"Lagi nunggu kamu," enteng Ravi.

"Nunggu?"

"Tadi kamu tahu tak--"

"Tidak!" potong Mentari.

"Aku belum beres bicara, My Sun!" kesal Ravi.

"Jangan sebut panggilan itu!"

"Habis kamu main potong-potong segala,"

Ravi memang selalu menyebut panggilan itu ketika merasa marah atau kesal pada Mentari dan Mentari pasti benci mendengarnya. Panggilan itu mengingatkannya pada Bintang, yang pertama kali menyematkan panggilan itu pada Mentari.

"Iya, iya, maaf!" lirih Mentari menekuk wajahnya.

"Tadi aku menunggu balasan pesan darimu. Dari tadi sore aku menghubungi, nomormu tidak aktif. Kamu kemana saja?"

"Maaf! Tadi siang aku bertemu dengan Aira dan Reva, sampai lupa waktu. Sewaktu pulang, tahu-tahu ponselku sudah mati. Beres makan malam aku baru ingat dengan ponselku," jelas Mentari.

"Aku suruh tadi langsung pulang. Kenapa malah kumpul sama teman-temanmu itu? Aku dari tadi mengkhawatirkan dirimu,"

"Memang apa salahnya aku kumpul dengan Aira dan Reva? Mereka itu sahabatku, beda ceritanya jika aku bertemu dengan lelaki lain,"

"Awas saja kalau aku lihat kamu jalan sama lelaki lain! Biar kuhabisi lelakinya,"

"Ih ... jangan cemburuan gitu, Vi!" Mentari kesal bercampur cemas.

"Kamu tahu sendiri, jika aku tidak suka pengkhianatan,"

"Memangnya aku juga suka? Tidaklah! Kita sama-sama pernah terluka karena pengkhianatan," ketus Mentari terbawa emosi.

Suasana menjadi hening. Ravi tersadar dari kekesalannya. Padahal niat hati ingin bercanda, malah kemarahan yang menyulut emosinya.

Dilihatnya wajah Mentari yang terlihat kesal padanya. Entah kenapa dirinya bisa terbawa emosi. Mungkin karena dia sudah begitu kecewa menunggu terlalu lama kabar dari Mentari juga urusannya dengan Natasha tadi siang.

"Kok jadi saling marahan begini ya?"

"Habis ... kamu yang mulai!" jutek Mentari.

"Duh! Seram juga calon istriku ini kalau ngambek. Maaf deh! Tambah seksi deh bibirnya kalau kamu lagi marah, bikin aku--"

"Iya dimaafkan," lagi-lagi Mentari memotong ucapan Ravi.

"Senyum dong!" rayu Ravi.

Orang yang disuruh senyum masih saja diam dan mendelik sebal.

"Mentari! Aku kangen!" rengek Ravi dengan nada manja.

Barulah Mentari mengalihkan pandangannya pada Ravi. Ditatapnya wajah Ravi yang tulus menginginkan dirinya. Untung saja mereka bicara lewat udara, bila berhadapan langsung, Mentari sudah tak kuasa menahan desiran deras di hatinya, yang membuat semburat merah di pipinya.

Melihat raut Ravi yang begitu mempesona dengan rengekan manja, membuat Mentari luluh. Dirinya juga merasakan rindu yang sama pada Ravi.

"Besok kita kan bisa bertemu. Bagaimana kalau besok kita cari hadiah untuk mama papamu?"

"Boleh juga. Pukul sembilan aku jemput kamu. Jadi pas sore kita langsung kumpul,"

"Berarti aku harus bawa baju ganti dong?"

"Enggak juga, tapi terserah. Nanti bisa pakai baju aku atau enggak pakai baju juga--"

"Ravi!" teriak Mentari kesal sehingga Ravi tertawa lepas.

Melihat Ravi yang masih menertawakannya, Mentari mengerucutkan bibirnya. Tapi, dia baru ingat tentang rasa penasarannya. Ingin memastikan bila apa yang ada di pikiran Aira dan Reva salah. Meski hatinya sedikit ragu untuk bertanya.

"Ravi!"

"Iya, Mentari sayang!"

Kembali Mentari dibuat tersipu malu. Memang Ravi bisa secepatnya mengubah suasana hatinya.

"Ekhem!" Mentari mencoba mengusir kecanggungannya. "Tadi bagaimana urusannya dengan Natasha? Sudah beres?" tanya Mentari berusaha setenang mungkin.

"Kenapa nanya itu? Kamu cemburu ya?"

"Ih! Ravi! Bukan cemburu, cuma ingin tahu saja,"

"Ingin tahu saja atau tahu banget?" goda Ravi.

"Terserah!" sebal Mentari.

"Ciee ... ngambek. Makin cinta deh." gelak Ravi

Mentari mendelik dan merasa aneh. Dia marah, tapi Ravi malah bilang makin cinta. Bukannya kalau dia bersikap manis, baru Ravi makin cinta? Kenapa ini sebaliknya?

Akhirnya Ravi menceritakan kejadian pertemuan dirinya dengan Natasha beserta ibunya Natasha. Tak ada yang dilebihkan juga dikurangi. Ravi sebisa mungkin jujur apa adanya pada Mentari.

"Kalau Natasha meminta bantuanmu, aku mohon kamu beri tahu aku juga. Jangan ada yang ditutup-tutupi! Apalagi jika ada orang lain tahu dan ujungnya salah paham pada kalian berdua, yang ada hubungan kita bisa terguncang,"

"Kamu tenang saja. Kita harus saling terbuka, karena ... karena aku tidak ingin kehilangan wanita setangguh kamu," lirih Ravi.

Sudahlah. Ravi memang pintar membuat hati Mentari melayang. Selama ini Mentari menyangka jika Ravi berbeda dengan Bintang yang pandai menggombal. Ternyata adik dan kakak sama saja. Bedanya, Ravi menjunjung kesetiaan, sedangkan Bintang adalah sang cassanova.

"Aku tak sabar menunggu hari esok,"

"Kenapa?" Mentari menyatukan kedua alisnya.

"Bisa bertemu denganmu. Apalagi," kekeh Ravi yang langsung berpikir.

Mengingat hari esok di acara ulang tahun pernikahan orang tuanya, timbul kekhawatiran dalam diri Ravi. Pertemuan Mentari dengan Bintang. Meski terlihat Bintang sudah menerima Alya sebagai istrinya, entah mengapa Ravi menaruh rasa cemas.

Trauma tak sedikit pun tergambar di wajah Mentari, dia yakin itu. Namun, Ravi merasa Mentari masih risih bila bertemu dengan Bintang. Terselip pikiran negatif, jika Bintang masih memiliki rasa cinta pada Mentari. Tentunya rasa cemburu Ravi sering muncul saat itu juga.

"Tari!"

"Ada apa, Vi?"

"Kamu masih ada rasa sama kak Bintang?"

Mentari terdiam. Menatap ponselnya lekat tertuju pada wajah Ravi. Seulas senyum dia lukis di bibirnya. Pertanyaan yang sering dia dengar dari Ravi. Hatinya menghangat, karena Ravi mulai menampilkan rasa cemburunya.

"Sudah aku bilang beberapa kali ... aku tidak cinta dengan Bintang. Cinta terbesarku hanya kamu ... iya kamu," kekeh Mentari seketika ingin bergurau melihat wajah serius Ravi.

"Ish! Kamu tuh ya! Aku percaya. Cuma besok pasti kalian akan bertemu. Aku sedikit khawatir saja,"

"Cemburu nih, kayanya." gelak Mentari.

Gilirannya kini menggoda Ravi. Satu-satu pikirnya.

"Tenang saja. Kak Alya juga ada di sana. Aku pasti dijagain sama bodyguard gantengku--"

"Apa ... apa? Bodyguard ganteng? Akhirnya kamu ngaku juga jika calon suamimu ini ganteng," angkuh Ravi sambil tertawa.

"Tapi gantengan Bintang dibanding kamu," celetuk Mentari yang memudarkan tawa Ravi.

"Jahat kamu!" kesal Ravi.

Mentari tak bisa menahan tawanya.

"Sudah malam. Aku ngantuk. Kamu juga cepat tidur!" suruh Mentari.

"Ya sudah. Moga mimpi indah tentangku malam ini," goda Ravi.

"Tidak janji. Aku tutup panggilannya ya?"

"Jangan! Biar aku yang matikan. Tidurlah! Aku akan menemanimu hingga kau tertidur lelap. Selamat malam!"

"Selamat malam!" sahut Mentari.

Gugup juga rasanya ketika tidur dilihat oleh kekasih. Tapi, itu permintaan Ravi. Mau tak mau malam ini Mentari harus tidur berbalut kerudung instannya. Demi menyenangkan Ravi, selama dia juga tak keberatan, apa mau dikata.

Bibir Ravi terus mengulum senyum melihat mata Mentari yang sudah terpejam. Gurat kelelahan nampak di wajah Mentari. Wajah inilah yang sebentar lagi akan dia lihat pertama kali ketika bangun dari tidurnya di setiap pagi. Rasanya Ravi sudah menginginkannya.

"Selamat tidur, Matahariku! Aku selalu mencintaimu!" desis Ravi.

Sebelum mengakhiri panggilannya, Ravi mencium layar ponselnya. Hingga akhirnya dia menekan tombol merah untuk menutup panggilannya.

***

Terima kasih atas apresiasinya.❤

Moga tidak membuat pembaca senyum-senyum sendiri.😁

salamku,

evanafla

Terpopuler

Comments

fery

fery

hati2 ravi kamj oleng dikit aja mentari biaa disamber orang..jgan lepas berlian demi sebongkah koral bahkan udah bolong

2021-08-15

0

Sukmawati

Sukmawati

lanjut

2021-08-11

0

Uthie

Uthie

nice 👍☺️

2021-08-02

1

lihat semua
Episodes
1 1 : Meminta Izin
2 2 : Memperingatkan
3 3 : Bertemu Mantan
4 4 : Bisakah Aku Menerima Titipan?
5 5 : Aku Merindukanmu
6 6 : Jangan Rebut Calon Istriku!
7 7 : Kamarmu Kamarku
8 8 : Pernikahan yang Meresahkan
9 9 : Kedatangan Mantan
10 10 : Malam Panas
11 11: Minta Diskip
12 12 : Pesan Singkat Berat Pikulan
13 13 : Hati-hati dengan Mantan
14 14 : Empati Sang Perebut
15 15 : Pertengkaran Pertama
16 16 : Kau Diamkan Aku
17 17 : Aku Mengerti Perasaanmu
18 18 : Salah Paham
19 19 : Hukuman Dariku
20 20 : Seharusnya Kamu Keluar
21 21 : Tak Semudah Itu
22 22 : Bertarunglah Denganku!
23 23 : Kamu Harus Bertahan Demi Aku
24 24 : Memberimu Kenyamanan Sesaat
25 25 : Maaf!
26 26 : Bangun atau Kurebut?
27 27 : Apakah Dia Menyukaimu?
28 28 : Dimana Natasha?
29 29 : Anggap Mentari Istrimu
30 30 : Akhirnya Tahu
31 31 : Tidakkah Kau Paham?
32 32 : Aku di Sini
33 33 : Jadi Teman?
34 34 : Antara Kebahagiaan dan Kesedihan
35 35 : Perang Urat Syaraf atau Bakso Urat
36 36 : Pertemuan dengan Januar
37 37 : Makan Pembuka dan Penutup
38 38 : Kenapa Harus Januar?
39 39 : Permintaan Hangus
40 40 : Aira Dalam Masalah
41 41 : Eksekusi Awal
42 42 : Eksekusi Akhir
43 43 : Kenapa Dia di Sini?
44 44 : Meluluhkanmu
45 45 : Balasan Kecil
46 46 : Pembuktian
47 47 : Menyiapkan Kado
48 48 : Kejutan Untuk Suamiku
49 49 : Hatiku Sakit
50 50 : Aku Terluka
51 51 : Dimana Kamu?
52 52 : Pertengkaran Sengit
53 53 : Menemuimu
54 54 : Lagi?
55 55 : Semua Karena Anakmu yang Minta
56 56 : Hancurkan!
57 57 : Hatrick
58 58 : Kamu Kenapa?
59 59: Ikuti Mauku
60 60 : Berita Bahagia
61 61 : Ingat Kata Mama
62 62 : Ternyata ...
63 63 : Periksa
64 64 : Rayuan Kenangan
65 65 : Keputusan Tertunda?
66 66 : Bagaimana Kalau?
67 67 : Tagihan Janji
68 68 : Menunda
69 69 : Ketahuan
70 70 : Berat Berpisah
71 71 : Temanmu Menyebalkan
72 72 : Aku Pergi
73 73 : Dia Lagi
74 74 : Curiga
75 75 : Tidak Mungkin
76 76 : Sabar Dulu
77 77 : Jujur, Pi!
Episodes

Updated 77 Episodes

1
1 : Meminta Izin
2
2 : Memperingatkan
3
3 : Bertemu Mantan
4
4 : Bisakah Aku Menerima Titipan?
5
5 : Aku Merindukanmu
6
6 : Jangan Rebut Calon Istriku!
7
7 : Kamarmu Kamarku
8
8 : Pernikahan yang Meresahkan
9
9 : Kedatangan Mantan
10
10 : Malam Panas
11
11: Minta Diskip
12
12 : Pesan Singkat Berat Pikulan
13
13 : Hati-hati dengan Mantan
14
14 : Empati Sang Perebut
15
15 : Pertengkaran Pertama
16
16 : Kau Diamkan Aku
17
17 : Aku Mengerti Perasaanmu
18
18 : Salah Paham
19
19 : Hukuman Dariku
20
20 : Seharusnya Kamu Keluar
21
21 : Tak Semudah Itu
22
22 : Bertarunglah Denganku!
23
23 : Kamu Harus Bertahan Demi Aku
24
24 : Memberimu Kenyamanan Sesaat
25
25 : Maaf!
26
26 : Bangun atau Kurebut?
27
27 : Apakah Dia Menyukaimu?
28
28 : Dimana Natasha?
29
29 : Anggap Mentari Istrimu
30
30 : Akhirnya Tahu
31
31 : Tidakkah Kau Paham?
32
32 : Aku di Sini
33
33 : Jadi Teman?
34
34 : Antara Kebahagiaan dan Kesedihan
35
35 : Perang Urat Syaraf atau Bakso Urat
36
36 : Pertemuan dengan Januar
37
37 : Makan Pembuka dan Penutup
38
38 : Kenapa Harus Januar?
39
39 : Permintaan Hangus
40
40 : Aira Dalam Masalah
41
41 : Eksekusi Awal
42
42 : Eksekusi Akhir
43
43 : Kenapa Dia di Sini?
44
44 : Meluluhkanmu
45
45 : Balasan Kecil
46
46 : Pembuktian
47
47 : Menyiapkan Kado
48
48 : Kejutan Untuk Suamiku
49
49 : Hatiku Sakit
50
50 : Aku Terluka
51
51 : Dimana Kamu?
52
52 : Pertengkaran Sengit
53
53 : Menemuimu
54
54 : Lagi?
55
55 : Semua Karena Anakmu yang Minta
56
56 : Hancurkan!
57
57 : Hatrick
58
58 : Kamu Kenapa?
59
59: Ikuti Mauku
60
60 : Berita Bahagia
61
61 : Ingat Kata Mama
62
62 : Ternyata ...
63
63 : Periksa
64
64 : Rayuan Kenangan
65
65 : Keputusan Tertunda?
66
66 : Bagaimana Kalau?
67
67 : Tagihan Janji
68
68 : Menunda
69
69 : Ketahuan
70
70 : Berat Berpisah
71
71 : Temanmu Menyebalkan
72
72 : Aku Pergi
73
73 : Dia Lagi
74
74 : Curiga
75
75 : Tidak Mungkin
76
76 : Sabar Dulu
77
77 : Jujur, Pi!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!