Lelaki gagah dengan motor sport yang melaju kencang di jalanan, memasuki jalan kecil di area perumahan sederhana. Dia mulsi memelankan laju motornya.
Dulu tempat ini sering dia datangi untuk menemui sang pujaan hati. Namun, beberapa bulan ini dia sudah tak menginjakkan kakinya lagi di sana. Keputusannya berpisah dengan wanita yang sudah tiga tahun lebih menjadi kekasihnya telah dia ambil.
Suasananya masih sama. Deretan kamar kos berjejer memanjang dari pintu pagar. Ravi berjalan menuju ruangan yang ada di lantai dasar dan berhenti di sebuah pintu bertuliskan angka empat.
Baru saja dia ingin mengetuk pintu, seseorang tengah membuka pintu. Tangannya masih menggantung, terdiam ketika melihat sosok wanita cantik dengan surai panjang nampak terkejut juga melihatnya.
"Eh ... kamu sudah datang?"
"Baru saja." Ravi menormalkan perasaaannya.
"Masuk!" ajak wanita itu.
"Di luar saja. Tak enak dilihat orang-orang. Lagipula kita sudah putus. Aku takut calon istriku salah paham nantinya," tolak Ravi menekankan kata calon istri.
Mereka akhirnya duduk di teras kosan Natasha. Beberapa saat mereka larut dalam keheningan. Ravi membaca beberapa pesan di ponselnya dan langsung mengabari calon istrinya bahwa dia baru sampai, tapi belum juga dibaca pesan darinya.
Natasha pun ikut diam, karena dia bingung harus memulai pembicaraan ini dari mana. Dipandanginya lelaki yang masih dia cintai. Sangat berbeda sekali raut wajah Ravi saat ini dengan dulu ketika masih dengannya. Senyuman Ravi selalu terukir untuknya.
Rasa penyesalan dan egois menyelimuti hatinya. Seharusnya dia tidak mengkhianati lelaki yang tulus dan selalu membantu dirinya. Lelaki kaya dan baik hati yang mau menerimanya, meski berasal dari golongan bawah.
"Say ... eh, Ravi!" panggilnya ragu.
Ravi masih fokus pada ponselnya. Membalas beberapa pesan dan tentu saja menunggu pesan yang belum dibaca juga oleh Mentari.
"Ravi!" panggil Natasha sedikit menaikkan suaranya.
"Iya," sahut Ravi datar dan menghiraukan Natasha.
"Kamu apa kabar?" Natasha coba basa-basi.
Baru kali ini Natasha merasa canggung berhadapan dengan Ravi. Ingin rasanya dia memeluk Ravi dan bergelayut manja di lengan Ravi, seperti dahulu kala. Sekarang, sudah pasti Ravi akan marah padanya. Natasha hanya bisa menghela nafasnya.
"Langsung saja. Ada perlu apa kamu memintaku untuk menemuimu?" Aura dingin Ravi begitu terasa oleh Natasha.
"Aku ... aku mau minta maaf atas semua kesalahan yang telah aku perbuat padamu ... dan pada Mentari juga," lirih Natasha memasang mata yang berkaca-kaca.
Melihat Ravi yang acuh padanya, Natasha ingin sekali menumpahkan air matanya. Sosok Ravi saat ini berbanding terbalik 180 derajat, ketika masih menjadi pacarnya.
"Aku sudah memaafkanmu. Mentari juga. Jadi ... tak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Kalau hanya kata maaf, mengapa kamu memaksaku untuk menemuimu? Aku bilang tidak bisa, kamu terus merengek," kesal Ravi menatap tajam Natasha.
"Kalau kamu diam saja, lebih baik aku pergi," ketus Ravi yang geram karena Natasha malah terdiam.
Ravi berdiri hendak pergi, tapi ditahan oleh tangan Natasha.
"Ravi! Tunggu!"
Ravi melirik pada lengannya yang digenggam Natasha. Merasa Ravi marah, Natasha menarik tangannya.
"Maaf," lirih Natasha.
"Aku tak punya banyak waktu, Sha!"
"Baiklah. Aku ingin menjelaskan semuanya,"
"Menjelaskan apa?" Ravi kembali duduk dan menatap Natasha.
"Menjelaskan kenapa aku mengkhianatimu,"
Ravi terdiam. Mencari sorot kejujuran di mata Natasha. Semenjak dia memergoki Natasha berselingkuh dengan kakaknya, kepercayaannya untuk Natasha sudah pudar. Apalagi setelah tahu tubuh Natasha telah dijamah banyak pria, semakin membuat dirinya membenci Natasha.
"Dulu aku tak berniat sedikit pun untuk mengkhianatimu. Tapi, keadaan memaksaku," jelas Natasha memandang Ravi penuh harap.
"Keadaan? Maksudmu?" Ravi tak mengerti.
"Kamu tahu sendiri jika aku berasal dari keluarga sederhana. Bahkan uang kuliahku saja kamu yang biayai. Sedangkan waktu itu, ayahku harus masuk rumah sakit dan butuh biaya banyak untuk pengobatan dan cuci darah. Belum lagi adikku yang masuk SMK, dia juga butuh biaya untuk sekolahnya. Mau tidak mau aku harus bekerja. Tanpa sepengetahuanmu, aku bekerja di sebuah klub malam, karena diajak oleh temanku," papar Natasha dan menjeda penjelasannya.
"Lalu? Kenapa kamu tidak meminta uang itu padaku?"
"Aku tidak mau terus-terusan menyusahkanmu. Uang kuliah saja itu banyak, belum kosan yang selama ini aku tempati, kamu yang bayar. Aku tidak ingin terlihat memanfaatkanmu,"
"Tapi kulihat kau menikmati pekerjaanmu sebagai wanita mur*h*n." Ravi tersenyum meremehkan.
"Itu karena aku sudah terlalu dalam masuk ke jalur yang memanjakanku dari kepuasan batin juga materi. Hatiku selalu mencintaimu, tapi aku juga tak ingin memanfaatkanmu. Ketika temanku memperlihatkan pendapatannya yang besar, aku tergiur. Dari sana aku menikmatinya. Bahkan di saat aku ingin bercint* denganmu, kamu selalu menolak,"
"Karena aku menghormatimu sebagai wanita. Seorang wanita akan menyerahkan sesuatu yang berharga untuk pasangan halalnya kelak. Aku tidak ingin merusakmu, walau aku hampir tergoda. Hal yang tak habis pikir olehku, kamu tega berselingkuh dengan kak Bintang. Bukan sebulan dua bulan, bahkan satu tahun," marah Ravi masih tertahan.
"Hanya dengan Bintang, tidak ada lagi lelaki lain," elak Natasha mendekati Ravi dan meraih tangan Ravi tapi ditepis.
"Lalu kenapa Bintang sampai bilang pertama kali bercinta denganmu, kegadisanmu sudah hilang? Berarti tubuhmu sudah dijamah oleh banyak pria," sengit Ravi.
"Memang ... memang Bintang bukan yang pertama. Tapi, setelahnya aku hanya berhubungan dengan Bintang, karena Bintang selalu memberiku uang dan benda yang aku inginkan. Asal aku diam dan menjadi pelampiasan nafsunya,"
Air mata keluar dari mata kanan Natasha. Rasanya dia sudah tak tahu harus bagaimana menjelaskan semuanya. Dia hanya berharap semoga Ravi menjadikannya sebagai teman. Harapan jauhnya, semoga Ravi mau kembali padanya.
Cintanya selalu tertuju pada Ravi. Lelaki selain Ravi hanya selingan dan mesin uang baginya. Beberapa hari ini dia ingin mendekati lagi Ravi, karena dia yakin jika Ravi masih mencintainya.
Di pikiran Natasha, Mentari telah merebut Ravi. Perasaan Ravi pada Mentari hanya sebuah pelampiasan, karena kekecewaan Ravi padanya. Buktinya Ravi masih mau menemuinya.
Meski Ravi bersikap dingin padanya, dia masih merasakan cinta Ravi masih tersimpan untuknya. Dia ingin membangunkan rasa cinta itu. Pernikahan Ravi dengan Mentari malah membuat dirinya terluka, begitu juga Mentari yang mungkin saja dikasihani oleh Ravi.
"Aku terpaksa, Ravi. Demi pengobatan ayahku dan membantu ibu menyekolahkan dua adikku." Natasha tersenyum miris.
"Sekali berkhianat, tetap berkhianat. Lalu kau anggap aku ini siapa? Aku menjadi kekasihmu berarti aku harus siap ikut membantu masalahmu. Sudahlah ... itu semua masa lalu. Sekarang, aku berharap kamu mendapatkan lelaki yang bisa membahagiakanmu,"
"Hanya kamu lelaki yang bisa membuatku bahagia,"
Ravi menatap tajam Natasha. Semuanya sudah terjadi. Terselip rasa bersalah pada dirinya, ternyata Natasha mencari uang hanya demi keluarganya. Tapi, tetap saja cara Natasha salah. Di matanya, Natasha hanya masa lalu dan masa depannya adalah Mentari.
"Aku tidak bisa membahagiakanmu, Sha. Terbukti aku tidak berguna membantu keluargamu dan kamu lebih memilih lelaki lain. Lagi pula ada Mentari yang tulus mencintaiku,"
"Apa kamu yakin mencintai Mentari? Bukan rasa kasihan?"
"Maksudmu?" Ravi tak terima.
"Kamu memilih Mentari karena melampiaskan rasa kecewamu padaku kan? Mentari mencintaimu dan kamu kasihan padanya. Aku yakin kamu masih mencintaiku,"
"Yakin sekali kamu! Satu hal yang pasti, Mentari mencintaiku dan aku lebih mencintainya," tegas Ravi.
"Tapi aku lihat di matamu, cinta untukku masih ada," yakin Natasha.
"Cuma sisa. Sudahlah, Sha! Kalau kamu berusaha membuatku untuk berpaling kembali padamu dan membatalkan pernikahanku dengan Mentari ... kamu buang-buang tenagamu,"
"Aku tidak berusaha menghalangi pernikahanmu. Aku cuma menjelaskan sebenarnya yang terjadi," elak Natasha.
"Mau penjelasanmu jujur atau bohong, maaf ... aku tak bisa kembali padamu." Ravi melengos.
"Supaya kamu percaya dengan apa yang aku jelaskan, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu. Dia tak mungkin berbohong,"
"Terserah kamu!" kesal Ravi.
"Inilah alasan mengapa aku memintamu untuk menemuiku. Tunggulah sebentar!"
Natasha beranjak dari tempatnya. Dia masuk ke dalam kosannya. Namun, Ravi acuh. Jam tangan lebih menarik untuk dia lihat dibanding kepergian Natasha.
Sekitar lima menit dia menunggu, Natasha tak kunjung kembali. Rasanya dia sudah membuang waktu dan tenaganya. Lebih baik tadi dia memilih menghabiskan waktu dengan Mentari.
Nama Mentari yang lewat di pikirannya, mengingatkan dia akan sesuatu. Dia langsung membuka aplikasi chat. Ternyata Mentari masih belum membaca pesannya. Dia jadi khawatir terjadi apa-apa dengan Mentari. Akhirnya, dia memilih menghubungi calon istrinya. Selain menjawab kekhawatirannya, dia juga merasa rindu, meski baru saja bertemu.
"Ravi!"
***
Klik 👍 dan masukkan ke favorit ceritaku ini. Jangan lupa komennya!😊😁
Mau beri vote juga hadiah saya terima dengan senang hati.😁
Terima kasih apresiasinya.❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Uthie
Kalau Ravi masih niat mau balik ma mantannya itu, berarti dia bodoh 😆
Mau an aja sama wanita yg udah diicip sama banyak laki2, apalagi sama Kaka nya juga... iihhhh...gak habis pikir kalau sampai mau balikan 🤮
2021-08-02
1
Felisitaz😇
kalo kata pepatah buanglah mantan pada tempatnya thor😂✌
2021-07-08
1
Joanne March⚘
buanglah mantan pada tempatnya, Vi🤣
2021-06-10
1