KEPALSUAN CINTA

KEPALSUAN CINTA

BAB 1

Aku menatap nanar tubuhku di cermin, keadaanku terlihat begitu kacau, mataku sedikit sembab, leherku penuh dengan tanda merah keunguan, rambutku begitu berantakan, juga tubuh dan hatiku terasa begitu ngilu dan sakit. Setiap hari harus ku lihat pantulan tubuhku dalam keadaan yang cukup mengenaskan.

Sekali lagi, aku merasa perempuan ternyata sungguh adalah makhluk yang begitu lemah, sekuat apapun aku mencoba untuk melawan, tetap saja pada akhirnya aku akan kalah, aku terlihat begitu lemah juga bodoh.

“Sayang ... apa yang sedang kamu lakukan??” aku menoleh, pria itu ... dia pria yang sudah mengambil seluruh kebahagiaanku, merampas seluruh mimpi, cita, cinta dan juga harapan besarku. Aku membencinya!.

“A aku ...” ku gantungkan kata-kataku, rasanya sangat sulit bibir ini untuk mengungkapkan kata apapun padanya.

Dia mendekat! Aku semakin muak dengan keadaan ini, perlahan dia memelukku dari belakang, lalu menciumi tengkukku dengan syahdu.

“Kamu belum pakai baju, kamu sengaja mau menggodaku lagi ya??”

Huuueeeekkkk!!! Aku sungguh muak! Jika aku mampu, bolehkah aku memukul pria di hadapanku ini?.

“Ti tidak ...” aku menggeleng pelan, bendungan air mata hampir saja lolos lagi dari kedua pelupuk mataku, jika aku tidak menahannya sekuat tenaga.

“Oh, ya! Aku hampir melupakannya, aku memiliki hadiah untukmu” ucapnya, melepaskan dekapannya, lalu berjalan meraih tas kerjanya yang terletak di sebuah kursi soffa di pojokan kamar.

Dia membuka tasnya, lalu meraih sebuah kotak berwarna merah beludru, berjalan mendekatiku, lalu mengecup keningku sekilas.

“Ini hadiahku untukmu, aku harap kamu suka sayang” dia menyodorkan benda tersebut, dengan senyuman andalannya, senyuman lembut, namun begitu memuakkan di mataku.

Aku menerimanya dengan tangan bergetar, seulas senyuman tipis kupaksakan.

“Hadiah untuk apa??” tanyaku memberanikan diri.

‘Hadiah karena semalam suntuk aku sudah di paksa untuk memuaskanmu?’ lirih hatiku bergumam.

“Tidak ada alasan untuk suami memberikan hadiah untuk istrinya, hadiah ini sebagai tanda, jika aku sangat mencintaimu Ra” dia menatap kedalam kedua bola mataku, mencoba menelisik isi hatiku yang sesungguhnya, tapi sayang ... dia tidak pernah mampu melakukannya. Dia tidak memahami isi hatiku.

“Terimakasih” aku menganggukan kepalaku pelan, lalu tersenyum sambil menunduk, aku terpaksa harus tersenyum lagi pada pria menyebalkan ini.

“Coba lihat, kamu suka-kan dengan hadiahku??” dia masih tetap memaksa, agar aku mau melihat hadiahnya, padahal dia tahu apapun yang dia berikan jelas aku akan mengatakan ‘suka’ meski hatiku begitu enggan.

Aku membuka kotak tersebut, sudah kuduga, isi kotak tersebut adalah hadiah seperti biasa, sebuah perhiasan dengan bentuk kalung dengan liontin bermata putih, indah ... sangat indah, dan mungkin terlalu indah untuk perempuan miskin seperti diriku.

“Kamu suka bukan??” tanyanya sekali lagi.

Aku mengangguk, “Sangat suka, terimakasih Mas” ujarku, lagi-lagi dengan senyum di paksakan. Dia tersenyum senang.

“Aku berangkat kerja dulu ya Ra, kamu hati-hati di rumah, kamu mandi dulu, terus sarapan” ucapnya, sekali lagi dia memeluk tubuhku, lalu mengecup keningku singkat, aku segera meraih tangannya, mencium punggung tangannya, lalu tersenyum sendu, mengantarkan kepergiannya.

Dia sudah menghilang di balik pintu, aku menarik napas panjang, lalu melempar hadiah yang masih aku genggam ke dalam laci, di dalam laci sudah terdapat banyak sekali hadiah serupa, namun aku enggan untuk menggunakannya. Kebencianku mendominasi akal sehatku. Aku benci pada pria yang sudah berani mengusik dan mencuri seluruh masa mudaku.

Perlahan, aku berjalan menuju kamar mandi, lalu membuka seluruh baju yang masih menempel di tubuhku, kunyalakan shower lalu aku berdiri di bawah aliran air yang menyembur begitu saja membasahi seluruh tubuhku.

Berlama-lama berada di bawah guyuran air yang mirip air hujan ini, seketika aku mengingat masa laluku, kala aku masih tinggal di Desa, aku sering bermain hujan-hujannan, dengannya ... orang yang memiliki mimpi yang sama denganku.

Hupppttt ...

Aku segera membilas tubuhku yang terasa perih akibat perbuatan laki-laki itu, segera ku raih handuk, lalu berjalan keluar kamar mandi, mendekati lemari besar lalu aku membuka pintunya, terdapat puluhan baju bermerek yang telah pria itu belikan untukku, aku menatapnya malas, ku raih pakaian dalamku lalu aku mulai menggunakannya, memilih salah satu baju yang menurutku paling sederhana, lalu mengenakannya.

Ku tatap kembali tubuhku di cermin, pakaian yang ku gunakan, perhiasan, suasana kamar dan segala fasilitas lainnya yang dia berikan, terlihat begitu mewah dan sempurna jika di lihat oleh mata lahir, namun ... tidak!! Semuanya sangat menyiksaku.

Hidupku, sepenuhnya di fasilitasi oleh pria itu, dari mulai makanan, minuman, pakaian, kendaraan, perhiasan, memanjakan diri pergi ke salon, shopping setiap saat jika aku mau, namun ... tetap pria itu yang mendominasi, dia yang memilihkan semuanya, dan aku tidak di beri kesempatan untuk berpendapat, dia tidak pernah memberikan uangnya sepeserpun kepadaku, dia hanya membelikan apa yang di anggapnya aku butuh. Memuakkan!.

Aku berjalan menuju keluar kamar, waktu menunjukkan pukul sembilan pagi, aku berjalan melewati anak tangga yang menuju ke lantai bawah rumah ini.

“Tuan putri ... baru bangun??” aku mematung, kala ku dengar suara perempuan dengan nada sinis tengah menyapaku.

“I iya, ma maaf Mih, a aku bangun kesiangan” aku menunduk takut.

“Sesekali, kamu harus belajar jadi istri yang baik, bangun pagi, siapkan sarapan dan kebutuhan suamimu sebelum berangkat kerja, apa susahnya sih??” nada suaranya meninggi.

“Saya dengar, gadis yang berasal dari kampung itu, biasanya sangat telaten dalam mengurus suami, tapi kenapa kamu berbeda sekali??” dia mendelikkan matanya, menatapku dalam, aku tidak suka ini, aku tidak suka di kekang!.

“Maaf Mih, besok saya akan melaksanakan tugas saya sebagai seorang istri” aku menunduk dalam, merasa takut, juga tidak terbiasa kala ada orang yang berbicara dengan nada setinggi itu padaku.

“Bagus, hari ini, Mami akan pergi ke butik, kamu di rumah saja, sarapan sudah ada di meja makan” perempuan yang masih terlihat cantik, padahal usianya yang menuju senja itu berjalan dengan elegant, menenteng tas branded juga menggunakan pakaian yang tak kalah memukau, berjalan menuju pintu utama, lalu menghilang di balik pintu.

Aku menghela napas berat, rasanya aku tidak sanggup berada di rumah ini, rumah ini bagaikan neraka bagiku.

“Baru bangun Ra??”

Aku menoleh pada asal suara, aku menunduk lagi.

“I iya Kak” ucapku terbata.

“Besok, kamu usahakan bangun lebih pagi dari suamimu, maafkan Mamih yaaa, beliau memang seperti itu” ucapnya tersenyum lembut, lalu berjalan mengelus pundakku.

“Jangan di paksakan sayang, kasihan ... gadis kampung pasti harus bisa menyesuaikan diri dalam waktu yang lama untuk berada di tempat baru yang begitu asing baginya” tukas pria yang sedari tadi berdiri di samping Kak Risya istri dari Kakak iparku.

Aku mengangkat kepalaku, menatapnya tajam, tidak suka jika dia mengataiku sebagai perempuan kampung, meski itu kenyataannya.

Dia mengedipkan sebelah matanya padaku, tersenyum menyeringai, membuatku sedikit gentar.

“Mira masih terlalu kecil untuk membina sebuah rumah tangga Mas, jadi wajar saja jika dia masih harus banyak belajar” ucap Kak Risya lembut, tangannya begitu lincah membenahi dasi pria genit itu, pria itu menyunggingkan senyuman liciknya ke arahku, kembali mengedipkan sebelah matanya. Membuatku kembali muak.

“Aku berangkat ya sayang” pria itu memeluk istrinya, lalu mencium kening Kak Risya singkat, Kak Risya mengangguk, lalu mengantarkan suaminya hingga ke teras rumah.

“Ra ... Kakak berangkat kerja dulu ya, kamu hati-hati di rumah” tidak lama berselang, Kak Risya pun meninggalkan rumah, dengan alasan berangkat bekerja ke kaffe yang selama ini sudah di kelolanya, aku mengangguk faham.

Suasana kembali begitu hening, pembantu di rumah ini rupanya belum pulang dari pasar, aku berjalan berkeliling di dalam rumah ini, di temani oleh rasa sepi.

Mau bekerja?? Tidak mungkin, aku tidak tahu tentang apa-pun, pendidikanku begitu rendah, usiaku juga masih kecil, aku tidak memiliki pengalaman mengenai apapun.

Di tambah, pria itu selalu mengancamku, agar aku tidak keluar rumah tanpa di dampingi olehnya.

Semuanya, sungguh memuakkan. Sekali lagi, perempuan hanya akan menjadi makhluk yang tertindas, dan aku membencinya!.

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

permisi numpang duduk dl ya kak

2023-09-04

1

sitiazzahra

sitiazzahra

mampir teh

2021-12-23

1

Risfa

Risfa

tetehhh, i'am coming

2021-12-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!