BAB 5

Flashback

“Ra! Ayo lari Ra!” Arka menarik lenganku, kala kami tengah melewati sebuah hutan pinus, cuaca begitu mendung, suara auman serigala dari kejauhan begitu terdengar jelas, membuat bulu kudukku meremang seketika.

Langkahku masih terus mengikuti langkah lebar Arka, sementara tas punggungku masih menempel di kedua bahuku.

“Ka! Aku gak kuat!” keluhku dengan napas terengah.

“Kamu bisa Ra! Sebentar lagi hari akan gelap Ra! Kita gak punya banyak waktu lagi!” Arka masih tetap menyeret lenganku. Aku mengikutinya, dengan napas tersenggal, bahkan nyaris habis.

Betapa sialnya hari ini bagiku, setelah aku mengikuti kegiatan ekstrakurikuler hingga sore hari, aku ketinggalan truk Mas Paijo, sehingga mengharuskan aku untuk terus berjalan kaki untuk menuju Desa-ku, untung saja ada Arka, dia dengan setia menungguiku hingga aku selesai dengan kegiatan sekolahku.

“Ka! Aku capek!” keluhku lagi, hatiku sudah sangat was-was kala melewati hutan pinus ini, letak rumahku masih begitu jauh, mungkin sekitar satu jam lagi jika di tempuh oleh jalan kaki, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore lebih. Konon katanya, di hutan pinus ini, masih sangat angker, ada banyak binatang buas yang sering melewati jalanan ini.

Aaauuuunnngggg!!

“Aaaaahhhkkk!!! Aku takut Ka!” aku segera meraih lengan Arka, ketakutan langsung mendominasiku.

“Kita sembunyi dulu di sini Ra!” Arka menarik tubuhku, untuk berlindung di sebuah pohon mahoni yang begitu lebat.

“Hujan Ra!” Raka menengadahkan tangannya ke udara, terlihat rintik hujan mulai membasahi bumi, seolah tidak memperdulikan aku dan Raka yang tengah ketakutan juga kelaparan.

“Gimana ini Ka??” Aku menatap Raka yang terlihat begitu santai. Arka ... pria ini terkenal dengan sifatnya yang calm, tegas, tapi begitu penyayang. Arka adalah salah seorang anak yang terlahir dari keluarga yang lumayan berada di Desaku, dia anak dari juragan yang memiliki ladang yang paling luas di Desaku, Ibunya memiliki usaha, membuat kue-kue basah yang sering di jajakan di Desa kami, kue-kue nya sering di jual ke kota, kue-nya terkenal begitu enak juga murah, makanya Arka mampu bersekolah tanpa kekurangan di kota.

“Kamu tenang aja, ada aku” ucapnya menenangkan, meskipun aku tahu, Arka juga sama takutnya seperti aku.

Aaauuuunnnggg!!!

Terdengar lagi suara auman binatang buas dari kejauhan, lututku kian bergetar, aku begitu ketakutan.

“Ka ...” aku mencengkram erat lengan Arka, sementara Arka hanya terdiam.

Kkrruuccuuukkk ...

Seolah tidak tahu waktu, kini perutku-pun ikut bersuara, dengan malu-malu aku menunduk, sambil mengusap perutku, berharap suaranya tidak akan terdengar oleh Arka, tapi ... terlambat, kini Arka tengah menatapku sambil terkekeh geli.

“Kamu lapar Ra??” tanyanya lembut, aku mengangguk malu.

Arka segera membuka tas punggungnya, dan mengeluarkan sesuatu dari sana.

“Ini ...” dia menyodorkan sebuah toples padaku, seketika mataku berbinar menatap toples tersebut, sudah jelas aku tahu isinya. Setiap hari, Arka sering di bekali kue-kue enak buatan Ibunya.

“Makasih Ka” dengan senang hati, aku menerimanya, lalu mulai membuka tutup toplesnya, terlihat ada beberapa potong kue yang masih utuh.

“Aku makan ya Ka” aku langsung mencomot kue nya, dan memasukkannya ke dalam mulutku, rasanya begitu lezat, hilang sudah rasa takut, dan rasa dingin yang tadi sempat melanda.

“Pelan-pelan Ra” Arka tersenyum menatapku, yang tengah asyik memakan kue, tanpa peduli dengan keadaan yang sudah menggelap.

“Kamu gak makan Ka??” tanyaku menatapnya, yang kini dia tengah menatapku lembut.

“Enggak, buat kamu aja” dia menggeleng pelan, senyuman tidak pudar dari bibirnya.

“Ka, sekarang nasib kita gimana Ka??” aku menatap nanar pada Arka yang masih mematung di sampingku.

“Hujan sudah mulai reda Ra, kita jalan aja pelan-pelan, semoga kita cepat sampai di Desa” ujarnya, mulai melangkahkan kaki, menyusuri jalanan licin akibat hujan tadi.

“Pegangan sama aku Ra” Arka menjulurkan tangannya tepat ke arahku, aku menerimanya, dan kami mulai berjalan beriringan, melewati jalan setapak, agar kami segera tiba di jalanan besar yang biasa di lalui oleh truk Mas Paijo.

“Dingin Ka” keluhku lagi, sambil menggosok-gosok kedua tanganku, suasana begitu mencekam, kabut mulai menghalangi pemandangan.

“Pakai ini” Arka membuka jaket yang di gunakannya, dan mengenakannya pada tubuhku.

“Kamu gimana Ka??” tanyaku menatapnya yang juga terlihat sangat kedinginan.

“Aku gak apa-apa, aku kan cowok, kuat” dia membulatkan tangannya, aku tersenyum lagi.

“Aku sangat mencintaimu Rara” ujarnya, kala kami masih terus berjalan, sebentar lagi kami akan tiba di jalanan yang biasa di lalui truk.

“Aku juga” aku tersenyum, kala dia memutar tubuhnya untuk menatapku.

Kami berjalan lagi, hingga kami tiba di jalanan yang kami tuju, sebentar lagi kami akan tiba di Desa kami, jalanan sungguh sudah gelap, kami kesulitan berjalan karena tidak ada penerangan sama sekali.

“Ka ... aku gak bisa lihat jalannya” ucapku sambil meraba-raba jalanan.

“Ada cinta aku yang akan menerangi jalanmu Ra” terdengar suara Arka, meskipun tangannya tengah aku genggam, tapi wajahnya tidak bisa aku lihat.

Aku terkekeh geli mendengarnya, hingga dari belakang terlihat samar ada cahaya yang menerangi kami, mataku begitu silau melihat cahaya yang tiba-tiba datang tersebut.

Ttiiiidddd!!

Suara klakson mobil, aku semakin mencengkram lengan Arka.

“Dek?? Kalian sedang apa?? Apa kalian kemalaman??” suara tanya dari seorang pria, yang kini tengah menurunkan jendela mobilnya, kami terdiam, menelisik pria asing yang wajahnya samar terlihat.

“I iya Pak” Arka yang menjawab, sementara aku hanya berlindung di balik punggung Arka.

“Kalian mau ke mana??” suaranya sedikit berteriak, kala di rasa ada kilat yang menyambar, lalu setelahnya suara guruh yang cukup kuat begitu menggelegar, membuatku ketakutan.

“Kami mau ke Desa itu” Arka menunjuk arah jalan Desa kami.

“Saya juga mau ke sana, kalian ikut saya saja” tawarnya, membuat aku hanya bisa mencengkram lengan Arka lebih kuat lagi.

“Aku takut Ka” bisikku pelan.

“Tenang, ada aku” balasnya tak kalah pelan.

“Ayo! Ini hujannya semakin deras” teriaknya, sambil membukakan pintu mobil.

“Te terimakasih Pak”

Tidak ada jalan lain, akhirnya aku dan Arka ikut mobil jeep pria asing ini, penglihatan kami yang samar, membuat kami sama sekali tidak bisa melihat pria baik hati yang mau meberikan tumpangan ini.

Sepanjang jalan, kami hanya terdiam, aku dan Arka saling genggam dengan erat, hati kami begitu berkecamuk, hanya satu yang kami takutkan saat ini, kami takut jika pria ini sebetulnya adalah seorang penjahat.

Ceklek!

Tangan pria itu memutar sebuah alat music di hadapannya. Aku menatap jalanan dari jendela mobil ini, udara begitu dingin, malam begitu pekat, ku rasakan tangan Arka menggenggam tanganku kian erat, aku menoleh lalu tersenyum lembut padanya, meski dia tidak bisa jelas menatap senyumanku, namun... cintalah yang akan memperjelas arti dari senyumanku.

‘Setiap waktu engkau tersenyum’

‘Sudut matamu, memancarkan rasa keresahan yang terbenam’

‘Kerinduan yang tertahan, duka dalam yang tersembunyi’

‘Jauh di lubuk hati, kata-katamu riuh mengalir bagai gerimis’

‘Seperti angin, tak pernah diam selalu beranjak, setiap saat’

‘Menebarkan jala asmara, menaburkan aroma luka’

‘Benih kebencian kau tanam, bakar ladang gersang’

‘Entah sampai kapan, berhenti menipu diri ...’

‘Kupu-kupu kertas, yang terbang kian kemari’

‘Aneka rupa dan warna, di bias lampu temaram’

‘Membasuh debu yang lekat dalam jiwa, mencuci bersih dari segala kekotoran’

‘Aku menunggu, hujan turun lah’

‘Aku mengharap badai datanglah’

‘Gemuruhnya akan merubahkan semua, kupu-kupu kertas ...’

Terpopuler

Comments

Risfa

Risfa

pria asing itu arga bukan sih 😂

2021-12-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!