VIOLETTE[Sedang Direvisi]
...Schollife-Hurt-Violence-Mature...
...(VIOLETTE as YOU)...
...******...
Violette Empusa Moller, 17
Apa yang kalian pikirkan saat pertama kali melihatku? Kupikir, kalian akan mengatakan bahwa aku cantik dan imut, bukan?
Hhh, maaf saja! Aku memang narsis! Tapi itu fakta.
Satu lagi! Bukan hanya narsis, aku juga tipikal orang dengan suasana hati mudah berubah, layaknya sebuah roller coaster. Jadi jangan mencoba menggangguku atau aku bisa menendang pantat kalian— maaf! Aku bercanda!
Richard Leonidas Wagner, 18
...*I love You so much that I forgot how to breathe *-Bee Unknown...
Benjamin William Moller, 27
...*Which is more important, love or family? *-Bee Unknown...
Annastasie Benedict Moller, 22
...*The more I know You, the more I want to have You but family is everything *-Bee Unknown...
Amora Meyer, 18
...*Different love and friendship. You have to be able to control Your anger, reduce Your ego and start listening *-Bee Unknown...
Louis Becker, 18
Maximus Hoffman, 18
Khatarina El Ziegler, 17
...******...
Kakakku pernah mengatakan; jangan jatuh cinta pada orang yang salah karena itu bisa membuatmu terluka.
Tapi Aku memiliki sudut pandang lain tentang cinta.
Dan menurutku; tanpa sebuah kesalahan, kau tidak akan mengerti kebenaran dalam cinta. Hanya saja jangan terlalu sering karena itu bodoh namanya.
Percaya pada kata hatimu meski sumber rasa sakit itu berasal dari sana.
"Violette!"
"Buka pintunya atau kudobrak sekarang!"
Astaga! Ini masih pagi dan Kakakku sudah membuat keributan semacam ini?
Terpaksa. Meski mataku terasa berat, aku tetap bangun lalu membuka pintu kamarku dan mendapati Benjamin— kakak pertamaku, berdiri dengan penampilannya yang sudah rapi.
"Cepat mandi! Hari ini kita akan pergi ke sekolah barumu ..." Ia melirik jam rolex yang melingkar di tangannya, "Sepuluh menit lagi! Aku menunggumu di bawah." Tangan besarnya mengusak gemas pucuk kepalaku.
Apa katanya? Sepuluh menit?
Ben sudah gila!
Seorang gadis memerlukan waktu lama untuk bersiap-siap. Aku juga ingin berendam menggunakan aromaterapi vanila yang dibelikan Anna saat ia pergi ke Italia tempo lalu.
Ya Tuhan! Kakakku ini benar-benar.
Sedikit panik ketika waktu yang tersisa hanya delapan menit. Jadi, semenjak tadi waktu dua menit kuhabiskan untuk merutuki Ben saja?
Cepat-cepat tanganku mengambil handuk lalu berlari kecil menuju kamar mandi sampai kakiku hampir menyandung ujung meja jika aku tidak bergerak cepat menghindarinya.
...******...
"Kau terlambat satu menit lima detik, Violette!"
Mataku berotasi malas lalu mengambil potongan sandwich yang ada di atas piringku, "Danke, Anna."
Iya. Aku memiliki dua kakak sekaligus; Benjamin dan Anna.
Bukan hanya sebagai seorang kakak, mereka juga seperti figur orangtua bagiku. Selalu memberiku kebahagiaan melalui kasih sayang yang tidak pernah kurasakan dari mendiang Daddy dan Mommy.
Anna yang cerewet dan Ben yang protektif, membuatku lebih banyak bersyukur karena setidaknya, itu menjadi bentuk perhatian mereka padaku.
Kakak pertamaku; Benjamin, selalu sibuk dengan urusan perusahaan tapi ia tidak lupa menempatkan aku dan Anna diurutan pertama.
Lihat saja wajah tuanya yang selalu tampan itu?
Jangan berharap aku menggambarkan sosoknya sebagai pria jelamaan aprodhite saja karena nyatanya, Ben itu begitu menyebalkan sebab ia terlalu sempurna; kaya, mandiri, bertanggung jawab dan pandai.
Kau tahu?
Otakku yang tidak terlalu pandai ini selalu kewalahan untuk mengimbangi perdebatan mereka tentang pekerjaan masing-masing.
Tahu apa bocah Senior High sepertiku ini? Yang bahkan lebih menyukai membaca novel romantis daripada tumpukan buku pelajaran.
Kedua kalinya, aku ingin menunjukkan betapa luar biasanya keturunan Moller di keluarga kami.
Anna, kau cantik!
Aku selalu memuji Kakak Keduaku dengan kalimat itu setiap pagi. Satu hal yang menjadi sifat buruknya; Anna suka mengancam. Tidak akan memasak untuk aku dan Ben selama satu bulan jika sedang marah, itu— mengerikan!
Dia bekerja sebagai Dokter ahli bedah dan psikiatri di Krankenhaus milik keluarga kami.
Jika Ben adalah representatif aprodhite versi pria maka bisa kubilang, Anna adalah versi wanitanya.
Lalu aku?
Anggap saja sebuah produk gagal sebab selain manja, aku juga tidak terlalu pandai tapi aku sangat bersyukur, kehidupanku di kelilingi orang-orang baik seperti mereka.
Oh ya, selama perjalanan ke sekolah baru, aku tidak berhenti berceloteh banyak hal. Menceritakan keseharianku selama tinggal bersama kakek dan nenek di Cina.
Padahal aku betah tinggal di sana tapi Ben justru memintaku pulang ke Jerman dan membuatku terjebak di daratan Eropa yang dingin.
Meski Cina juga memiliki musim salju, namun aku sudah betah tinggal di sana.
"Kita sudah sampai. Kau bisa berkeliling sementara aku akan mengurus administrasinya."
Kepalaku mengangguk dan kakiku mulai berjalan menyusuri lorong koridor sekolah yang sepi.
Sekolah elit ini sesuai dengan selera Ben; hedonis, aristokrat, kaum elite dan entah apalagi sebutan bagi orang-orang kaya di Eropa.
Jika tidak salah ingat, ini hari Minggu. Pantas saja suasana sekolah sangat sepi. Tidak ada siapapun di sini kecuali petugas kebersihan.
Napasku terhela, menyadari kesibukan Ben sebagai Presiden Direktur perusahaan bukanlah perkara yang mudah.
Sial!
Tiba-tiba saja bulu kudukku merinding. Memang, sekolah ini sangat bagus dan bersih. Luasnya mungkin dua kali lipat dari lapangan golf namun kelas-kelas kosong membuatku bergidik ngeri. Membayangkan sesuatu yang menakutkan terlihat dari luar.
Hantu bangku kosong, misalnya.
Lalu deringan ponsel mengejutkanku! Dadaku terasa sakit dan aku mengumpat dalam hati.
Itu dari Ben.
"Kau dimana? Ayo pulang! Aku sudah selesai mengurusnya."
"Okay! Tunggu aku di parkiran."
Setelah itu aku langsung memasukkan ponselku dan bergegas menemui Ben. Keringat dingin membasahi pelipis sebab rasa takut itu semakin mengganggu.
Tapi baru dua langkah aku berjalan, obsidian violetku tak sengaja menemukan sesuatu yang berkilau, berada diantara pot kecil di bawah sana.
Sebuah kalung dengan liontin** singa.**
Dahiku mengernyit, memperhatikan ke arah sekelilingku hanya untuk memastikan tidak ada orang lagi selain aku.
Yang benar saja! Ini kan hari libur! Stupid Violette!
Lalu kuambil saja benda itu dan menyimpannya di dalam tas. Lebih baik, aku memeriksanya nanti saat di rumah. Ben sudah terlalu lama menungguku di parkiran.
Itu dia! Sedang tersenyum padaku seraya berucap, "Hampir saja aku menghubungi 110 untuk meminta bantuan karena kupikir, kau tersesat tadi Vi."
"Selera humormu sangat payah! Ayo masuk! Aku ingin cepat-cepat sampai di Mansion!"
Satu jam perjalanan itu sangat melelahkan. Aku benci ketika harus berada dalam mobil begitu lama.
Membosankan, apalagi memang?
"Besok pagi Anna yang mengantar ke sekolah lalu pulangnya biar aku yang menjemputmu."
Aku berdehem sebentar, "Aku naik bis saja." Mencoba bernegosiasi, siapa tahu saat ulang tahunku nanti, Ben akan menghadiahiku sebuah mobil keluaran terbaru, hhh.
"Ya sudah! Biar aku yang mengantar dan menjemputmu ke sekolah, bagaimana?"
Tidak! Itu tidak boleh terjadi. Aku lupa melirik ekspresi Ben ketika aku memberinya sebuah pilihan dan sekarang, aku harus meralat kembali ucapanku.
"Okay! Anna yang mengantar dan kau yang menjemputku." Final.
Lalu kelopak mataku terasa berat, aku mengantuk! Membiarkan Ben menyetir seorang diri tidak terlalu buruk, bukan?
...******...
*NOTE!
Setelah sya pikir2, mungkin cerita ini akan mulai sya revisi. Sejujurnya, ada bnyak typo dengan susunan kata yg kurang pas menurut sya. Menerima kritik dan saran dgn bhsa yg baik.
Maaf jika ada istilah kedokteran yg keliru, smua informasi yg sya pkai bersumber dri google, harap dimaklumi.
TOUCH VOTE, COMMENT AND LOVE, DANKE!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Astri
menarik
2022-01-01
0