...Like the starlight at night, like the dew that drops when the morning comes. As beautiful as that means you in my dream...
...-Bee Unknown-...
...******...
Pagi ini hanya ada aku dan kakak Pertamaku saja yang ada di meja makan. Suasana menjadi canggung saat Ben tidak bersikap seperti biasanya.
Ia makan dengan tenang, menikmati potongan salad dan roti panggang yang tadi sempat dibuatkan oleh Anna sebelum pergi ke Krankenhaus.
"Dimana Anna? Kenapa tidak ikut sarapan bersama kita?"
Sengaja membuka percakapan untuk mencairkan suasana.
Padahal aku sudah tahu jika Anna ada jadwal operasi pagi ini.
Ben meletakkan setengah potongan roti miliknya kemudian mengelap bibir dan mendorong pelan kursinya ke belakang.
"Cepat habiskan sarapanmu, Violette! Kutunggu di mobil."
Kemudian beranjak pergi. Membiarkanku di meja makan sendirian. Violetku mulai berkaca-kaca, nafsu makanku menghilang begitu saja dan semua karena sikap Ben yang menyebalkan.
Jadi aku menyusulnya setelah beberapa detik Ben pergi.
Setengah perjalanan, kami masih terdiam. Ben tetap fokus menyetir sementara aku? Sibuk menahan airmata yang sudah mengendap di pelupuk mata.
Rasanya hatiku sakit karena Ben tidak pernah bersikap seperti ini padaku meski kami seringkali terlibat masalah kecil.
Ben mengabaikanku semenjak kemarin siang dan aku tidak tahu apa kesalahanku?
Mobil sudah berhenti di depan gerbang. Ini masih pukul enam kurang sepuluh menit. Terlalu pagi untuk datang ke sekolah.
Mau bagaimana lagi?
Aku 'kan harus menyesuaikan jam berangkat Kakakku.
Mataku menatap sekitar dan suasana sekolah benar-benar masih sepi. Kakiku enggan bergerak turun sebelum Ben mengatakan sesuatu padaku.
Kudengar helaan napas beratnya. Melirik pergerakan Ben yang melepas sabuk pengaman kursinya lalu berkata; "Kita sudah sampai. Kau tidak mau masuk ke dalam?"
Wajahku melengos, tak berani bersitatap dengan sepasang mata biru milik Ben.
Demi Tuhan! Mataku semakin berkaca-kaca.
Aku tidak bisa menahan tangisku. Lelehan sebening kristal turun membasahi pipi tanpa bisa kutahan lebih lama lagi.
Ben tahu jika aku menangis. Pundakku bergetar dengan bibir yang mulai terisak. Bisa kurasakan tangan hangat Ben menarikku ke dalam pelukannya.
"Ssh\~ jangan menangis, Sayangku."
Ucapan Ben membuat tangisku semakin pecah. Kemeja linen yang ia pakai pun basah oleh airmata sebab posisi Ben yang masih memelukku, berusaha menenangkanku dengan beberapa kalimat tapi aku menggeleng. Dadaku terasa sesak.
"Aku .. Aku tidak ingat jika aku melakukan kesalahan tapi tolong jangan mengacuhkan aku, Ben."
Kepalaku semakin tenggelam pada dada bidangnya dan Ben masih terdiam, tidak mau mengatakan sesuatu.
"Jangan mendekatinya."
Lalu kepalaku mendongak, menuntut sebuah penjelasan yang lebih detail, "Siapa yang kau maksud?"
Tatapan sepasang obsidian birunya menajam. Rahang tegas itu tampak mengeras seiring tangisku yang mulai mereda. Berulang kali mataku mengerjap, memastikan wajah tampan yang selalu menatapku penuh kasih sayang itu telah berganti dengan tatapan tajam menusuk.
"Ben—"
"Aku harus pergi, Sayang. Nanti saja ceritanya." selanya cepat.
Aku menggeleng, "No! Kau pasti sibuk dan akan melupakannya!"
Kini interaksi kami berdua kembali mencair seperti biasa, ia mencium keningku lembut.
"Kita bicara setelah kau pulang sekolah. Bagaimana?"
"Promise?" Aku mengangkat jari kelingkingku padanya.
Ben terkekeh melihat itu dan tetap merespon dengan melakukan hal yang sama, menautkan jari kelingking kami.
"I promise, Baby\~"
...******...
Rencana yang sudah kubuat harus gagal pagi ini. Lebih tepatnya, aku hanya ingin memastikan pengirim pesan misterius itu adalah dia.
Iya! Gara-gara drama merajukku pada Ben, aku jadi tak sempat mengawasi pemuda berandalan itu dari atap sekolah dan ditambah lagi, Kate mengajakku ke kantin.
Dia bilang, belum sempat sarapan tadi.
Arah jam dua belas— sekumpulan siswa yang kemarin menolongku ada di sana juga.
"Kate, serius! Aku sudah sarapan! Kau ... Beli saja roti dan susu lalu memakannya di kelas, okay?"
"Jadi kau akan membiarkan temanmu ini kelaparan, begitu Vi?"
Demi Tuhan! Bukan itu maksudku! Gadis bodoh ini tidak tahu jika aku sedang menghindari seseorang yang kini menatap ke arahku dengan tatapan yang sulit kumengerti.
Sial! Kate sekarang bergelayut di lenganku, membuatku tak bisa bergerak kabur meninggalkan tempat ini.
"Guten morgen\~"
Mataku membola melihat Kate berciuman dengan salah seorang dari ketiga pemuda yang menolongku kemarin.
Kemudian ia mendudukkan pantatnya di sebelah pemuda yang aku tahu bahwa ternyata dia adalah kekasih Kate.
"Pesan sesukamu, Vi! Biar aku yang membayarnya."
"Ck! Kau tuli ya? Aku sudah sarapan, Kate!" dengusku.
Tiba-tiba saja seorang gadis berambut blonde datang menghampiri kami dan mengundang keributan kecil dengan menyuruhku bergeser ke ujung supaya ia bisa duduk berdekatan dengan si mata biru.
Kedua mataku melirik pergerakan gadis itu yang kini menyandarkan kepalanya di bahu— entahlah! Aku tidak tahu siapa nama pemuda bermata biru itu.
Batinku mendecih. Merasa kesal sebab si mata biru membiarkan gadis tak tahu malu itu menempel padanya.
"Hey Bianca! Menyingkir dari sana! Itu kursi Amora, sialan!" Kate memperingati.
Aku menatap kaget mendengar Kate mengumpat kasar pada gadis bernama Bianca itu. Sepertinya Kate juga sama kesalnya denganku dan ia juga tidak menyukai Bianca.
Itu bagus bukan?
"Shut up! Nikmati saja sarapanmu itu, Kate! Jangan mengurusi urusan orang lain, bisa?"
"Kau—"
Tubuh Kate yang hendak berdiri ditahan oleh Kekasihnya. Jika tidak, mungkin Bianca bisa babak belur atau paling parah, mereka berdua terlibat sebuah perkelahian yang serius.
Beberapa detik terlewati dengan ketegangan lalu menguap kala si mata biru berpindah posisi duduk di sampingku.
Jadi, aku berada di antara Bianca dan pemuda itu.
"Nah, ini baru cocok!"
"Ya, sangat cocok!" Max menambahi.
Lalu Bianca mendengus, terlihat sangat marah dengan mata yang menatap tajam padaku, "Hey murid baru! Bisa kau pindah ke sini? Aku ingin duduk di samping Kekasihku!"
"Siapa yang kau sebut sebagai Kekasihmu itu, Bianca? Aku tidak merasa bahwa hubungan kita lebih dari urusan ranjang!"
Damn! Sebenarnya sekolah apa yang sedang direkomendasikan oleh Ben padaku?
Dibanding membicarakan materi pelajaran, aku lebih sering mendengar ucapan fulgar dan kalimat umpatan dari para siswa di sini!
"But Richard—"
Ah! Jadi nama si mata biru itu Richard? Cocok sekali dengan parasnya yang tampan dan gagah itu, hhh.
"Pergi Bianca!" kata Richard dengan nada suara rendah namun penuh ancaman.
Hanya satu kalimat tapi cukup membuat Bianca berdiri lalu mendorong kasar kursi miliknya hingga benda itu terjatuh.
"Kau akan menyesali sikapmu ini, Richard!"
Bianca pergi dengan segala kemarahan yang ada di hatinya. Aku jadi merasa kasihan padanya meski Richard mengatakan bahwa mereka tidak memiliki hubungan apapun, namun aku tahu, Bianca menyukai Richard dan menginginkan hubungan lebih dengan pria itu.
Astaga Violette! Kenapa kau peduli dengan gadis urakan sepertinya, tsk!
Lima menit kemudian, gadis lain datang.
Dia— Amora! Salah satu siswi yang menolongku kemarin.
"Sepertinya aku melewatkan sesuatu yang menyenangkan tadi?" Matanya melirik ke arahku dan Richard secara bergantian. Sudut bibirnya terangkat, membentuk sebuah seringaian kecil.
Tak ada respon, Richard berdehem dan mereka kembali menikmati makanan itu dengan keheningan.
Setelahnya, bel masuk berbunyi. Kami berpisah diantara ruang kelas II-C dan kelas III-B.
Perasaan kecewa mencubit hatiku mengetahui jika Richard dan geng berandalannya itu berada di tingkat akhir. Itu berarti, kesempatanku untuk bertemu dengannya hanya tinggal satu tahun saja.
...******...
Pelajaran sedang berlangsung. Aku dan yang lain fokus pada materi yang dijelaskan oleh guru.
Tiba-tiba ponselku bergetar. Ada notifikasi pesan masuk dan itu dari nomor yang sama.
+4940761xxxxx
[08.04]
Jangan salah paham!
Mataku berotasi malas. Nomor tanpa nama itu terus menggangguku semenjak kemarin. Kulirik Kate yang fokus mencatat materi di papan. Membuatku tersenyum tipis dan tergesa membalas pesan tersebut.
[08.06]
Sir, kau lagi? Sebenarnya siapa kau? Dan apa maksud pesanmu itu, huh?
Aku berharap dia segera membalas pesanku supaya aku tidak banyak menduga jika si pengirim itu adalah nama yang sedang kupikirkan sekarang.
Mata unguku berpendar ke arah lapangan dan melihat murid kelas III-B sedang mengikuti pelajaran ekstra kurikuler olahraga dan aku melihat pemuda berandalan itu.
Richard.
Dia juga menatap ke arahku. Tubuh jangkungnya yang berkeringat dengan setelan kaos olahraga tanpa lengan itu terlihat dua kali lipat lebih seksi dibanding Richard mengenakan seragam sekolah biasa.
Sialan!
Lengan kekar dengan otot bisepnya yang menonjol itu tidak cocok untuk pelajar tingkat Senior High seperti dia tapi entah mengapa, jika itu Richard— segalanya berubah menjadi indah dan err, seksi!
Kulihat lagi, Richard sedang melempar bola dengan jarak yang lumayan jauh dan berhasil memasukkan benda bulat itu ke dalam ring.
Membuat batinku berteriak bangga.
Jidat Richard yang terekspos kini sudah basah oleh peluh akibat matahari pagi dan membuatku ingin sekali berlari menghampiri Richard untuk sekedar memberinya handuk kecil.
[08.20]
Berkedip! Kau mesum!
Brengsek!
Sebenarnya siapa dia?
...******...
TOUCH VOTE, LIKE AND COMMENT!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Astri
bagus
2022-01-01
0
Olan
aku mampir kekaryamu thor🥰 salam dari Hate But love. mari saling dukung
2021-09-22
0