Teror Privat Number
“Saya gak bersalah pak. Saya Cuma menemukan ponsel ini di dekat kampus, terus saya angkat teleponnya karena saya pikir yang menelepon si pemilik ponsel yang menelepon dari nomor lain.”
Erina berkali-kali mengatakan itu di ruang interograsi. Namun, semua sia-sia karena petugas tetap tidak percaya dengan seluruh ucapan Erina. Akhirnya, Erina hanya bisa pasrah menerima bagaimana nasibnya.
Setelah beberapa jam di interograsi. Akhirnya Erina bisa keluar dari ruangan mengerikan itu. Polisi tidak bisa menangkap Erina karena kurangnya bukti. Erina sangat bersyukur karena dia bisa bebas dan beraktifitas sepertinya biasanya, pikirnya.
Namun, ternyata tidak. Dia di pecat dari pekerjaannya dan di pandang aneh oleh beberapa tetangganya. Bahkan, begitu sampai rumah orang tua Erina buru-buru menutup pintu rumah mereka. Erina menangis dalam pelukan kedua orang tuanya yang sudah separuh baya itu.
Mereka sangat sedih kenapa ini bisa terjadi di keluarga mereka yang sederhana ini. Beruntung Erina bisa bebas. Jika tidak bagaimana keluarga ini bisa mengeluarkan Erina karena mereka tidak memiliki cukup uang untuk menyewa pengacara.
“Kakak bukan orang jahat kan?” Tanya adik Erina.
Erina hanya bisa menggeleng sambil berlinang air matanya. Kemudian, adiknya memeluk erat Erina dan ikut menangis tersedu di tengah pelukan Erina dan orang tuanya. Di tengah-tengah suasana haru itu. Tiba-tiba ponsel Erina berbunyi, Erina melepas pelukan hangat keluarganya. Tanpa melihat siapa yang menelepon Erina langsung mengangkatnya.
“Bekerjalah untukku, maka semua kebutuhanmu terpenuhi.” Ucap suara yang di samarkan dari ponsel Erina.
Erina yang saat ini pikirannya kacau. Dia langsung menyetujuinya tanpa memikirkan resiko apa yang akan terjadi padanya. Begitu telepon terputus. Erina baru tau siapa yang meneleponnya. Ternyata, nomor privat yang meneleponnya.
“Tidak ada pilihan lain.” Pikirnya.
***
Satu tahun tiga bulan yang lalu.
Hari ini adalah hari pertama Erina menjadi seorang mahasiswi. Erina memiliki kepribadian introvert yang sulit untuk berteman dengan orang baru. Dia cenderung membutuhkan waktu cukup lama untuk berteman dengan orang baru.
Pagi ini begitu cerah, Erina berjalan santai memasuki kawasan kampusnya sambil melihat pemandangan baru. Biasanya, dia melihat orang-orang dengan seragam. Dan sekarang, di lingkungan barunya, dia melihat berbagai macam orang dengan style mereka masing-masing.
Erina tersenyum bangga, karena dia bisa kuliah di kampus yang dia impikan sejak SMP. Meski bukan kampus besar, dia ingin kuliah di sini hanya karena dekat dengan rumah dan biayanya murah. Baginya, bisa kuliah saja sudah suatu keberuntungan. Meski dia tau, jika dia harus berusaha keras untuk melanjutkan kuliah dengan bekerja.
“Erina!” Teriak seorang siswi dari belakang.
Reflek Erina menoleh dan dia terkejut. Ada seorang mahasiswi berlari ke arahnya. Sebenarnya dia tidak begitu mengenal siapa mahasiswi itu. Namun, apa daya mahasiswi itu mengandeng tangan Erina erat sambil mengajaknya mengobrol. Saat itu Erina hanya bisa mengikuti arus dengan tersenyum canggung saja. Dia tidak tau, jika itu adalah awal mula dari hal buruk yang akan menimpanya.
“Hah? Udah punya temen dia?” Ucap mahasiswi yang mengamati Erina dari belakang.
“Gimana? Kita pilih salah satu apa dua-duanya?” Ucap mahasiswa lain.
“Dua duanya aja.”
***
Dua semester berlalu.
Erina sudah tau nama mahasiswi yang memanggilnya waktu itu. Namanya Fatmawati biasa di panggil dengan Fatma. Awalnya mereka canggung, tapi sekarang. Mereka begitu dekat. Kemanapun mereka pergi, mereka selalu berdua.
Hari ini hari tenang setelah ujian. Erina dan Fatma ingin melepas penat mereka dengan main ke salah satu kafe yang populer dekat kampus mereka. Mereka ingin menghabiskan waktu untuk dua jam ke depan sebelum Desya pergi bekerja.
“Semoga hari ini kita aman dari mereka.” Ucap Fatma.
Erina hanya mengangguk. Terlihat ekspresi kesal di wajahnya. Dia menjadi teman korban bullying. Yah, bahkan di dunia perkuliahan masih ada hal seperti itu? Bukan karena persaingan prestasi atau hal lain. Ternyata orang yang membully Fatma adalah musuh masa lalu Fatma ketika SMP.
Selama perkuliahan dua semester Erina hanya bisa melihat teman baiknya di risak. Meski sebenarnya, dia ingin sekali menolongnya. Tapi, apalah daya dia hanya bisa membantunya ketika Fatma sudah selesai di jaili oleh mereka. Erina, tidak di perbolehkan menyentuh Fatma. Karena mereka mengancam akan membuat Erina keluar dari tempat kerjanya.
Erina harus berpikir seribu kali untuk menyelamatkan Fatma. Karena, dia tidak ingin kehilangan sumber penghasilannya untuk kuliah itu. Mencari pekerjaan yang fleksibel sesuai kebutuhan mahasiswa itu sangatlah sulit. Namun, Fatma masih bersyukur karena Erina tidak meninggalkannya.
“Apa kita pulang aja ya Fat?” Ucap Erina khawatir.
Fatma jadi ikut ragu karena ucapan Erina. Dia berpikir sejenak memilah mana yang terbaik. Dia ingin menghabiskan waktu dengan Desya, tapi dia takut jika Binar datang mengacaukannya. Binar sudah seperti jalangkung yang datang tidak di undang pulang tidak di antar.
“Gimana ya?” Ucap Fatma ragu.
Kling!
Tiba-tiba ponsel Fatma berbunyi. Dia langsung merogoh tasnya mencari ponselnya yang berbunyi hanya sedetik itu. Setelah ketemu, dia membaca pesan di layar ponselnya. Dengan buru-buru dia meninggalkan Erina dan kembali ke arah kampus.
“Kayaknya kita gak jadi, lain kali. Kita rencana in bareng yah!” Ucap Fatma.
“Oke.”
“Nanti aku chat ya. Daahh.” Ucap Fatma sambil melambaikan tangannya kembali masuk ke dalam area kampus.
Sedangkan Erina, kembali berjalan menuju tempat parkir. Meski kecewa, dia juga bersyukur karena bisa menghemat pengeluarannya dan juga bisa beristirahat sebelum pergi bekerja hari ini. Tetapi, entah kenapa perasaanya tidak enak. Dia sempat menoleh kembali mencari keberadaan Fatma. Dia melihat Fatma terburu-buru masuk.
“Dia gak bakalan di risak lagi kan?” Gumamnya.
“Semoga semua cepat berakhir.” Ucapnya.
Saat kembali berjalan menuju tempat parkir. Mata Erina tidak sengaja saling menatap dengan Binar yang kebetulan keluar dari tempat parkir bersama Nita dan Hesti. Mata Erina sempat membelalak. Tapi dia buru-buru menormalkan kembali matanya. Dia bersyukur, karena Binar di sini maka Fatma sekarang aman.
“Hai Erina Anggraini.” Sapa Binar.
“Hai.”
“Fatma mana?” Tanya Hesti yang juga perisak Fatma.
“Emmm. Gak tau.”
Erina berusaha untuk menolong Fatma dengan menyembunyikan kebenaran. Dia berharap, Binar segera pergi dan dia bisa pulang dengan aman.
“Biasanya nempel mulu, tumben gak nempel. Lagi marahan ya kayak kemarin haha.” Ucap Binar.
Erina hanya menggeleng dan berusaha untuk segera pergi dari sana. Tapi, tidak semudah itu. Nita yang cukup peka dengan perubahan tingkah laku Erina dengan sigap menarik lengan Erina. Dia langsung menatap mata Erina yang bergetar.
“Dimana Fatma?” Tanya Nita tegas.
Erina sempat tertunduk sesaat. Tapi, dia langsung mengangkat kepalanya dan berkata bahwa dia benar-benar tidak tau dimana Fatma sambil balik menatap Nita tidak kalah tajamnya. Nita langsung melepaskan lengan Erina. Dan kemudian, secara tiba-tiba Nita, Binar dan Hesti pergi meninggalkan Erina dengan berlari kecil.
“Semoga Fatma aman.” Gumamnya.
***
Malam hari di rumah Fatma.
Sari, mama Fatma sedang sibuk menelepon anak pertamanya bernama Farid. Dia sangat khawatir karena anak bungsunya Fatma belum sampai rumah padahal sekarang sudah pukul sembilan malam.
“Fatma....” Ucapnya cemas.
Tut tut tut
~ Terima kasih, sudah mampir baca ~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments