Rumah Duka

Mereka menatap Erina dengan ekspresi tegang itu. Erina yang merasa di perhatikan menatap balik mereka dengan tatapan tajam. Seketika semua mengalihkan pandang ke segala arah. Dan beberapa saat setelah di rasa aman semua kembali melirik Erina.

Terlihat Erina sudah tidak menatap mereka. Erina kini sibuk menenangkan Sari dengan menepuk-nepuk punggungnya. Sambil bibirnya bergerak mengucapkan sesuatu yang tidak dapat di dengar oleh mereka. Karena jarak duduk mereka cukup jauh.

Selang beberapa detik, pak Edo selaku wali dosen dan beberapa  dosen lainya berdiri. Dia menatap ke arah anak-anaknya. Dia memberikan kode mereka untuk bersiap pulang. Mereka mengangguk mengerti. Kemudian, pak Edo berjalan ke arah Sari. Dia menjabat tangan Sari yang masih duduk lemas dengan berlinang air mata.

“Kami seluruh warga kampus ikut berduka cita atas meninggalnya Fatma ya bu. Semoga ibu dan keluarga di berikan ketabahan dan keikhlasan yang besar.” Ucap pak Edo sambil bersalaman dan memberikan amplop. Di susul beberapa dosen dan juga mahasiswa lainnya yang mengenal Fatma.

“Terima kasih.” Jawab Sari singkat.

Pak Edo berpamitan meninggalkan rumah duka di ikuti semua mahasiswi dan mahasiswanya. Namun, sebelum benar-benar pergi pak Edo berbicara terlebih dahulu kepada Erina.

“Erina gak pulang?” Tanyanya.

“Enggak pak. Saya di sini aja. Nanti pulang bareng emak.” Jelas Erina.

Pak Edo mengangguk paham. Serta memberi senyuman lembut kepada Erina bermaksud memberikan dukungan untuk Erina agar tetap tabah. Karena dia tau bahwa Erina dan Fatma adalah teman dekat. Dia pun melangkah keluar dengan kepala tertunduk.

Mahasiswa dan mahasiswi yang berbaris di belakang pak Edo menyusul. Mereka juga tidak lupa memberi semangat Erina agar tetap kuat melewati musibah ini. Kecuali Binar, Hesti, Anton dan Kenzo. Mereka hanya memberikan senyum canggung kepada Erina.

“Semoga Fatma tenang di sana. Mereka sudah tidak akan mengganggumu lagi Fat.” Gumamnya setelah Binar, Hesti, Anton dan Kenzo melaluinya.

Di halaman depan.

Seluruh dosen dan teman-teman Fatma yang hadir bersiap untuk pulang. Namun, sebelum itu pak Edo mengumumkan kepada semua mahasiswa dan mahasiswinya bahwa kampus di tutup dua hari untuk keperluan investigasi. Dia juga mengingatkan mereka agar tidak terpengaruh akan kejadian ini. Karena beredar gosip bahwa Fatma bukan bunuh diri tetapi di bunuh dengan di dorong dari roof top kampus. Mereka pun mengangguk paham dan bersiap pulang.

“Psstt... denger-denger Fatma itu meninggalnya karena di dorong dari atap?” Bisik Hesti.

Setelah itu Hesti langsung diam tidak berkutik. Dia jadi merinding sendiri. Jika benar itu adalah pembunuhan, pasti akan berdampak untuk kampus. Terutama jurusan teknik dan komunikasi karena Fatma meninggal di gedung itu. Padahal mereka adalah anak jurusan pendidikan. Namun, siapa yang berani mendorong Fatma di kampus? dimana hari itu adalah hari yang sibuk karena hari menjelang akhir ujian. Biasanya banyak mahasiswa mahasiswi berkeliaran di kampus meski pada malam hari.

“Bagus dong! Kita jadi aman kan. Kita gak akan jadi saksi atau apalah itu. Ingatkan kemarin kita ngapain?” Ucap Binar antusias.

“Huss jangan ngaco. Kan tadi pak Edo udah bilang. Sebelum hasilnya keluar kita gak boleh ngomong sembarangan. Apalagi ikut menyebar gosip itu.” Bantah Kenzo.

“Heh Binar, kalaupun gosip itu benar. Kita belum tentu aman. Siapa tau aja kalau....” Ucap Anton terpotong.

“Kenzo!” Teriak Erina.

Seketika semua menoleh ke arah sumber suara. Seakan-akan mereka adalah pemilik nama itu. Lagi-lagi mereka tegang dan panik. Apalagi melihat Erina berjalan ke arah mereka dengan tatapan tajam. Semakin dekat semakin terlihat mengerikan. Hingga akhirnya Erina berdiri di depan Kenzo.

“Kita perlu bicara.” Tegasnya.

Kenzo menoleh sejenak seakan meminta pertolongan ke teman-temanya. Namun apalah daya mereka masih takut dan bimbang akan gosip akan kebenaran gosip itu. Karena jika gosip itu benar maka mereka aman. Tetapi jika gosip itu salah. Maka mereka akan mendapat imbasnya. Karena mereka adalah anak-anak yang membully Fatma secara halus di saat dia masih hidup. Saking halusnya tidak ada satu orang pun yang tau.

Karena tidak ada respon Kenzo pun harus menguatkan diri untuk pergi bersama Erina. Dia berusaha terlihat tenang di depan Desya meski jantungnya berdetak tidak karuan saat ini. Mereka pun pergi ke suatu tempat. Binar, Hesti dan Anton hanya melongo menatap kepergian salah satu temannya itu.

“Ton... tadi mau ngomong apa?” Ucap Binar mencoba memecah keheningan.

“Oh... belum tentu kita bebas karena bisa jadi Erina di panggil jadi saksi. Kan dia teman dekatnya tuh. Apapun kasusnya, dia akan di panggil jadi saksi. Gimana kalau dia bersaksi kalau kita membully Fatma.” Jelas Anton dengan suara semakin merendah.

Mendengar itu Hesti dan Binar berpikir bahwa ucapan temannya itu benar juga. Kenapa mereka tidak berpikir sampai ke situ? Mereka mulai tegang dan panik lagi. Kali ini mereka benar-benar tidak bisa menyembunyikan ekspresi mereka. Kini mereka hanya bisa menunggu Kenzo kembali dan menjelaskan apa yang dia bicarakan dengan Erina.

Di tempat lain jauh dari keramaian.

Erina melipat kedua tangannya di dada sambil mencoba menahan emosinya. Dia berkali-kali mengatur napasnya yang tidak stabil itu, agar dia bisa berbicara dengan Kenzo. Dia menatap Kenzo dengan tatapan benci.

“Jadi, kemarin kalian kemana?” Tanya Erina penuh selidik.

Erina mengingat jelas bahwa Fatma menolaknya untuk pulang bersama karena dia ingat bahwa Fatma ada janji dengan seseorang. Dia menebak, dari ekspresinya Fatma yang buru-buru biasanya dia ingin bertemu dengan Kenzo yang mana adalah kekasih Fatma. Selama ini hanya Erina yang tau jika Fatma dan Kenzo berkencan. Padahal kemarin Kenzo mengajak Fatma untuk bertemu diam-diam untuk membahas masalah hubungan mereka.

“Ke...kemarin aku cuman ajak dia ke tempat biasa buat ketemuan aja kok.” Ucap Kenzo bohong.

Erina menatap Kenzo masih tidak percaya. Dia melihat jelas mata Kenzo terlihat bergetar dan tidak mau menatap matanya dengan tegas. Namun, dia masih mencari celah untuk menunggu kebenaran dari Kenzo.

“Emmm... beneran?”

“Iya.” Ucap Kenzo semakin lemas.

“Kamu denger kan? Kalau ada gosip Fatma itu di dorong dari roof top?”

“Ah... itu Cuma gosip. Pak Edo tadi bilang gitu.”

Kenzo menjawab sesingkat mungkin, berharap ini semua cepat selesai. Rasanya dia seperti sedang di introgasi guru BK karena datang terlambat ke sekolah. Pertanyaan yang mudah di jawab seakan-akan menjadi pertanyaan yang sulit bahkan tidak ada jawabannya.

“Aku bakalan awasi kalian. Hah? Kali aja kalian yang mendorongnya. Motif kalian cukup kuat untuk melakukan itu.” Tegas Erina yang sudah tidak tahan lagi.

Deg!!!

Jantung Kenzo berdetak semakin kencang. Tiba-tiba tangannya terasa dingin padahal saat itu cuaca sedang cerah. Kini tenggorokannya juga terasa kering seakan dia sudah berlari maraton di siang hari yang terik.

“Hey... kamu juga punya motif yang kuat untuk jadi orang yang mendorong Fatma. Kamu kira aku gak tau kalau kalian itu pernah cekcok karena aku?”

Ucapan Kenzo mampu memojokkan Erina yang tadi terlihat tegas, kini menjadi sedikit goyah karena ucapannya. Karena beberapa bulan lalu. Erina memang bertengkar dengan Fatma karena perkara merebutkan Kenzo.

~ Terima kasih, sudah mampir baca ~

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!