The Fake Sin Of Fallen God
“Sesuatu yang besar, akan segera mengguncang dunia. Khu khu khu, menarik sekali.”
Ctaaar!
Gemuruh petir bersahut-sahutan di antara awan-awan hitam tebal. Langit malam yang biasa dipenuhi bintang dan sinar rembulan kini menjadi gelap gulita. Hujan bahkan turun dengan derasnya. seakan itu belum cukup, dunia mulai berguncang dan membuat beberapa penghuninya terkejut bukan main.
Namun itu tidak berlangsung lama. Guncangan itu terhenti disusul hujan dan petir yang mulai menjinak. Kemudian, suatu langit di atas hutan bernama Temp Forest, samar-samar menampilkan sebuah retakan. Retakan itu tidak memancarkan aura atau apapun, hingga langit malam itu terlihat normal. Padahal, terdapat fenomena aneh di baliknya.
Dengan jangka waktu kemunculan yang tidak lama, retakan tersebut perlahan menghilang. Namun sebelum itu benar-benar memudar sepenuhnya, retakan yang terlihat sangat samar itu seakan memuntahkan sebuah benda asing layaknya seorang manusia.
Bruuuk...!
Makhluk asing itu jatuh menimpa Temp Forest dengan suatu piringan cahaya yang seakan melindungi dirinya dari benturan langsung. Meskipun terdengar menguntungkan, piringan itu juga menyebabkan pepohonan hancur, burung-burung terbang ketakutan, dan keributan lainnya. Benar-benar cara yang tepat untuk memancing keberadaan para monster hutan.
Piringan cahaya itu segera lenyap tepat setelah makhluk dengan tampang pemuda berumur 18 tahun itu mulai tersadar. Dengan mata merah gelapnya yang sedikit berkunang-kunang, ia berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi.
“Ugh ... aku ... masih hidup. Dimana ini?"
Pemuda itu memperhatikan sekelilingnya yang tampak sangat sunyi, lalu mendapati genangan air akibat Badai berpetir yang sudah mereda tak jauh darinya. Ia menghampiri genangan air tersebut dan segera membasuh wajahnya dengan itu. Namun, ia menyadari ada sesuatu yang berubah pada dirinya.
“Apa-apaan ini?! Wajahku? Tidak, seluruh wujudku, menjadi manusia?! Makhluk lemah yang bahkan dapat kubunuh dengan mudah! Brengsek! Aku ini-"
Dewa. Benar, Pemuda ini adalah Dewa bernama Dyze. Sang penguasa, sosok disegani, perwujudan malapetaka yang sangat ditakuti. Sayangnya, itu hanyalah masa keemasan yang kini telah runtuh. Masa sebelum Dyze terusir karena kesalahannya yang sangat fatal. Ia diasingkan oleh Firmament Deity, Langit tempat para Dewa berasal.
Tempat itu akan mengusir atau bahkan mengutuk penghuninya yang telah melanggar aturan tingkat atas. Tidak peduli sekuat apapun mereka. Selama Firmament Deity lebih berkuasa diatas mereka, baik Dewa atupun Malaikat mereka tak akan mampu melawan.
Dyze adalah salah satu dewa yang telah melanggar aturan itu. Ia terusir, dan mendapat kutukan. Sialnya, tidak hanya wujudnya yang terkena efek hukuman itu. Tapi juga inti Energi kehidupannya yang kini menjadi tidak netral dan sulit dikendalikan. Padahal, EK (Energi Kehidupan) itu sangat diperlukannya untuk menggunakan skill.
Dyze tertegun sejenak. Tiba-tiba ia merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Pemuda berambut hitam sedikit abu-abu itu memegangi kepalanya dengan tangannya yang bergetar hebat.
"Ah, kalian semua!"-Ia tampak terkejut mengingat sesuatu-"sialan, sialan! Apa yang telah aku lakukan?! Bodoh ... aku telah mengacaukan keadaannya...." Dyze tertunduk. Seberkas kejadian lampau, kembali terlintas dibenaknya. Tangannya kembali bergemetaran. Dia terlihat sangat kesal sekaligus menyesal mengingat kejadian 'itu'.
"Zavist ... kau!" Dengan gejolak emosi yang meledak ledak, Dyze mengeluarkan skillnya untuk mengudara. Tapi tentu saja, itu gagal.
"Aaakh benar juga, Firmament Deity sialan itu telah merusak inti energi kehidupanku. Artinya, semua skillku menjadi tidak berguna sekarang. Cihh, sial...!" teriaknya kesal.
"Siapa disana!" gertak seorang anak manusia berambut hitam panjang terurai seraya memegang pedang kayu dengan ancang-ancang. Wajahnya tidak terlalu terlihat jelas oleh Dyze. Mendung tebal, masih saja menutupi bulan malam itu.
Ck, jangan sekarang..., batin Dyze. Berurusan dengan hal lain disaat semua kekuasaan lenyap itu memang menyebalkan. Saat ini, itulah yang Dyze rasakan.
"Hmm? Seorang manusia?" ucapnya. Pedangnya mulai diturunkan. "Kau tersesat?" sambungnya.
Dia ... berbicara denganku? Siapa dia?
Dyze terdiam mematung dan mulai waspada akan anak manusia itu. Bagaimana pun juga EK Dyze tidak dapat digunakan. Kekebalan tubuhnya yang sangat hebat menurun drastis sekelas pemuda berusia 18 tahun.
Anak perempuan yang keheranan sekaligus penasaran itu mulai berjalan kearah Dyze dan perlahan melihat sosok anak manusia yang hanya mengenakan kain putih sebagai bawahan. Ya, Dyze terusir dengan wujud seorang lelaki tanpa busana terkecuali kain lusuh.
"Heiii! kemana bajumu?! Cepat pakai itu!" teriaknya seraya melempar tudung yang ia kenakan. Badannya sontak berbalik sementara matanya terpejam cepat.
"Huh? Apa-apaan, kenapa aku harus memakai ini?" balas Dyze sedikit terkejut sekaligus lega karena anak manusia itu terlihat tidak ingin menyakitinya.
"Bodoh cepat pakai! Sebagai manusia kau harusnya malu," jawabnya sinis seraya memalingkan muka.
Hmm, benda aneh ini tampaknya tidak berbahaya. Sepertinya ini adalah peraturan para manusia untuk selalu menutupi badannya. Baiklah, sementara ini aku harus mematuhi peraturan sialan ini,
"Baiklah nona cerewet...." Dyze lalu mengenakan tudung yang cukup panjang itu. Anak itu hanya terdiam dan menatap Dyze dingin.
Selain itu, orang ini ... mengapa aku merasa tidak asing padanya? Rasanya aku pernah menemuinya. Ah, tidak mungkin, ini pasti hanya imajinasiku, pikir Dyze seraya memperbaiki posisi tudung yang baru saja diberikan gadis itu.
“Lagi pula, mengapa kau berada disini? Ditengah hutan, malam, dan tanpa pengawasan?" tanya Dyze.
Orang aneh. Wajahnya sangat menyebalkan ... apa dia yang membuat pohon-pohon ini hancur? pikir anak manusia yang berusia sekitar 13 tahun itu. Tiba-tiba, matanya melirik cepat kearah belakang Dyze dan sedikit terkejut.
“Oi bocah, kau Tidak mendengarkanku?!” Dyze mulai naik pitam.
“Paman, menunduklah, dan cepat mendekat kearahku," bisiknya serius. Dyze spontan melakukannya.
Tunggu, kenapa aku harus mendengarkannya? Bocah sia-
Swoosh...! Anak itu melempar pedang kayunya dengan cepat kearah belakang Dyze.
Huh? Apa yang-
Dyze menoleh dengan cepat kearah pedang itu dilempar.
"Graaaaaawr!"
Dyze itu mendapati seekor monster hitam layaknya bayangan mengerang keras tepat di belakangnya. Tangan-tangan gelapnya memegangi matanya yang tertusuk pedang kayu anak manusia itu. Dyze nyaris saja terkena serangannya.
Reflek paman aneh ini sangat buruk. Kurasa dia hanya orang yang tersesat, tidak masuk akal jika ia penyebab dari rusaknya pohon-pohon besar ini, pikir gadis itu.
"Ikuti aku!" ucapnya seraya menarik tangan Dyze.
"Tunggu kemana kita akan-"
"Diamlah paman, hutan ini penuh monster buas yang bisa membunuh kita kapan saja. Tenanglah kalau kau masih ingin hidup," selanya dingin.
Sialan, anak yang cukup hebat. Sepertinya mengikutinya bukan pilihan yang buruk.
Mereka terus berlari, dan mulai berjalan pelan saat jarak mereka cukup jauh dari monster bayangan itu. Namun tiba-tiba,
"Awas!" teriak gadis itu seraya menarik tangan dyze untuk menunduk.
Swoosh! Suatu benda panjang sedikit berlendir nyaris saja menangkap mereka. Anak itu segera merogoh tasnya, mengambil beberapa bom asap lalu melemparnya. Poooft! Bom itu meledak dengan suara yang lembut dan pelan serta mengeluarkan asap bewarna ungu.
"Ayo!" Tangan Dyze kembali ditariknya. Mereka pun kembali berlari.
"Grrrgh...." Erangan berat monster kembali terdengar. Ia tampak kesakitan saat matanya mengenai kabut ungu itu sehingga sang monster tertinggal jauh oleh mereka berdua.
"Wah wah kau lumayan juga untuk seukuran anak manusia," komentar Dyze.
"Memangnya paman bukan?" balasnya dingin sedikit curiga.
“Ah, t-tentu saja, iya. Tidak bukan itu! Aku bukan paman! Apakah penampilanku setua itu!?” Dyze sedikit kesal dengan candaan anak itu.
"Sssh, tenanglah," bisik gadis itu mendadak berhenti berlari. Matanya memerhatikan keseluruhan hutan dengan serius. "Cih kenapa harus sekarang?" lanjutnya.
"Kenapa? Ada ap-" Ucapan dyze terputus. Samar samar terdengar suara derap langkah kaki cepat dari suatu makhluk hidup yang jumlahnya tidak sedikit.
"Paman, cepat masuk!" Anak itu segera menarik tangan Dyze untuk masuk kedalam lubang pohon yang berada tidak jauh dari mereka. Tepat setelah mereka masuk, puluhan kelompok rusa berlari cepat di depan mereka. Tidak lama setelah itu,
Bum! Bum! Bum!
Suara langkah kaki lambat yang cukup keras terdengar. Hutan menjadi sunyi selain dengan bunyi langkah berat itu. Hingga, pemiliknya menampakkan kaki super besarnya didepan lubang tempat mereka bersembunyi. Dyze sedikit terkejut melihatnya.
"Hei, apa itu?" bisik Dyze.
"Stone Giant," balasnya pendek tanpa menatap lawan bicaranya.
Cihh anak yang benar benar sombong. Tapi, beruntunglah dia masih memiliki rasa peduli walau hanya sedikit. Sialan, aku berhutang padanya, batin Dyze. Mereka lalu menunggu hingga keadaan hutan kembali tenang.
"Kurasa sudah cukup aman. Ayo," kata gadis itu datar. Ia lalu melangkahkan kakinya keluar lubang dengan hati hati yang kemudian disusul oleh Dyze. Mereka lalu mengendap-endap dari satu pohon ke pohon lain. Setelah itu mereka berjalan biasa tanpa suara.
Cahaya bulan makin meredup dengan awan tebal yang menutupinya. Serangga-serangga kecil mulai berterbangan dengan cahayanya. Beberapa jamur dan sulur yang menyala dalam gelap membuat hutan itu seakan sangat damai.
"Nah, kurasa hutan ini benar-benar aman sekarang." Dyze tersenyum lega.
"Tetap waspada paman, para mons-" Perkataan anak itu terputus dengan bergetarnya rerumputan yang mereka pijak. Mereka mundur perlahan saat rerumputan itu mulai terangkat keatas. Lalu terlihatlah suatu ekor lebar milik monster yang dapat berkamuflase dengan sangat baik. Dengan kata lain, mereka telah menginjak ekor monster itu.
"Sial, monster ini...." Gadis itu terlihat pucat. Monster besar itu mulai membalikkan badannya dengan sangat lambat. Keempat matanya menatap mereka. "Ayo!" Anak itu menyadarkan Dyze yang terpaku dengan tatapan monster itu. Mereka lalu berlari dengan cepat. Tetapi, monster hijau itu segera melesatkan sulur yang dimilikinya hingga mengikat kaki kedua anak itu.
Bruuuk! Mereka terjatuh tidak jauh dari keberadaan sang monster. Monster itu mulai berjalan lambat kearah mangsanya. Monster itu memanglah tipe pejalan lambat.
Si Gadis berambut hitam kini terlihat panik saat monster mulai mendekat. Ia segera merogoh-rogoh isi tasnya. Namun sulur lain monster itu dengan cepat melesat lalu melilit tangan dan badan anak itu.
"Ughh, sulur gila, lepaskan!"
Sial, aku harus berbuat sesuatu. Apa skillku benar-benar tidak dapat bekerja?! pikir Dyze. "Cih...! Fallen Woes!" teriak Dyze seraya mengangkat tangannya kearah monster. Monster itu sedikit waspada dan mundur beberapa langkah. Tetap saja, energi kehidupan Dyze telah teracuni. Skill Dyze tidak dapat bekerja.
"Paman apa yang kau lakukan?!" ucap gadis itu cukup keras.
"Gravity Control!" Dyze tetap mencoba. Namun, seperti sebelumnya. Skillnya tidak berfungsi. Anak perempuan itu mengabaikan Dyze dan kembali berusaha untuk melepaskan sulur yang melilitnya. Sementara monster yang merasa Dyze hanya manusia lemah kembali berjalan kearah mereka.
Sialan, sialan, aku tidak akan berakhir disini, batin Dyze. "Blindness!Teribble hurricane!" Dyze terus meneriakkan skillnya, berharap suatu keajaiban konyol akan terjadi. Tapi tetap saja, itu tidak bekerja.
Monster itu semakin dekat dan dekat. Mulutnya yang menjijikkan mulai terbuka lebar. Gadis itu menarik nafas panjang dengan tatapan kosong.
"Lucu juga, jadi ini hukuman untuk anak nakal yang suka kabur dari rumah sepertiku ya...," gumamnya pelan. Dyze sedikit mendengarnya, dan tampaknya ia cukup terganggu dengan itu.
"Ayolah, Catastrophe Coin! Bloody Wind!-" Dyze yang merasa tindakannya sia-sia mulai berusaha membuat tindakan yang mungkin akan meningkatkan peluang keberhasilannya.
Ia mengumpulkan Energi Kehidupan dari alam kemudian disatukan pada inti EK nya yang sedang tidak netral, ia kemudian mencobanya lagi : " Space Time Control : Decelerate!"
tiba-tiba,
Swooosh! Angin bertiup kencang dan sumbernya adalah Dyze. Monster yang nyaris saja melahap mereka mendadak terdiam dengan posisi mulut masih terbuka. Gadis itu mulai membuka matanya heran.
"Apa? Apa yang terjadi? Kenapa-"
Ia segera menoleh kearah Dyze. Wajah Pemuda itu tampak kelelahan. Skillnya dapat digunakan karna keberuntungan yang tidak terduga.
Namun, karna tindakannya tadi, inti Energi Kehidupannya kini menghasilkan gelombang energi yang mengguncang organ bagian dalamnya.
“D-Dyze? Kau...”
"Hosh, hosh, berisik, cepat lari ... skillku, uhuk,"-Ia terbatuk, darah mulai mengalir dari mata dan mulutnya-"tidak akan, bertahan lebih lama!"
Bruuuk
Dyze terjatuh kehilangan kesadaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Pengembara Virtual
entahlahh.. berapa lama waktu terlewati tak nampak 1 up pun jadi saya baca ulang sekalian memperbaiki 'sedikit' kesalahan author semoga tdk tersinggung ya 😃
2023-02-20
1
°| SapaSaya•
Mampir..
2022-07-06
2
Konan
MC nya terlalu ambigu menurut saya
2021-11-12
1