Rasa Tak Berujung

Rasa Tak Berujung

01.

. Ditaman kota, seorang gadis berjalan menyusuri setiap sudut. Memperhatikan semua orang yang berlalu lalang. Berharap ada sebuah kebetulan di setiap harinya, sebuah kebetulan yang akan mempertemukannya kembali dengan kekasih lamanya.

Avril berhenti dan mendongak, menatap awan yang ada di atasnya. Kemudian kembali berjalan dan duduk di salah satu kursi taman. Menerawang jauh kedepan, mengingat kembali 5 tahun silam saat Avril menemani Aldi ke bandara. Pertemuan terakhir itu masih membekas di ingatannya. Dimana Aldi yang erat memeluk Avril sembari menangis.

*5 tahun lalu. Bandara

"Maafkan aku Avil. Aku tak bisa menolak keinginan ayah dan ibuku." Aldi sedikit terisak.

"Aku mengerti Aldi. Aku tak marah padamu." Avril memeluk semakin erat. "Berjanjilah kau akan pulang menemuiku."

"Aku berjanji Avril." Aldi melepas pelukan dengan lembut. "Tunggulah aku pulang." Avril mengangguk.

Aldi perlahan melepaskan genggaman Avril pada jaketnya. Melangkah menjauh dari tempat Avril berdiri.

Avril menyaksikan pesawat Aldi lepas landas. Avril menoleh pada Galih yang menunggunya.

*end.

Di taman kota, Avril tersenyum dengan air mata yang berderai.

"5 tahun ya? Apa kau yakin akan menemuiku setelah sekian lama?" Gumam Avril pelan.

Avril berdiri, dan kembali berjalan menuju mobilnya. Meninggalkan taman yang mulai sepi karena sudah sore.

Avril Vania, putri bungsu dari 2 bersaudara. Ayahnya pemilik perusahaan "A". Dan kakaknya Galih Permana, yang sebentar lagi akan menduduki posisi presdir di perusahaan. Usia nya lebih tua 6 tahun dari Avril. Galih lebih perhatian pada Avril daripada Ayahnya.

Ibu Avril meninggal ketika Avril masih berusia 12 tahun karena penyakitnya.

Hidup Avril semakin hampa ketika kepergian ibunya, dan sekarang Aldi yang entah kapan dia kembali. Bayangan senyuman terakhir mereka terus memenuhi pikiran Avril.

. Setelah sampai dirumah, Avril berjalan menuju kamarnya. Bibi menyambut dengan hangat.

"Non Avril ditunggu oleh tuan besar di ruang kerja." Ucap bibi ramah.

"Ada apa bi? Apa aku melakukan kesalahan?" Bibi hanya menggeleng dengan senyuman.

Avril sedikit berlari memasuki ruang kerja. Avril duduk tepat di depan ayahnya.

"Avril. Lusa kau tak ada acara bukan?" Tanya ayah.

"Emmmm. Aku free ayah. Tapi aku berencana ingin mengerjakan tugas kampus dengan Syifa." Jelas Avril sedikit mengingat.

"Begitu ya?" Avril menatap heran ayahnya.

. Keesokan harinya, Avril menunggu Syifa di taman kampus. Ditemani sebuah novel dan minuman kesukaannya.

"Hai." Syifa duduk di samping Avril.

"Kau menangis?" Tanya Syifa khawatir.

"Ah tidak.... ini tidak sengaja." Avril menyeka air matanya yang keluar tanpa izin.

"Ada apa?" Syifa terlihat khawatir.

"Aku hanya merindukan dia." Jawab Avril tersenyum.

"Apa masih tak ada kabar?"

Avril hanya mengangguk. "Aku semakin yakin dia tak akan kembali." Avril menerawang ke mata Syifa.

"Jangan begitu. Aku yakin kau bisa kembali bertemu dengannya." Syifa memeluk Avril.

"Syifa... ada yang ingin aku bicarakan." Ucap Avril melepas pelukan dan tiba-tiba menggenggam tangan Syifa.

"Aku juga." Syifa terlihat serius.

"Eh? Kau juga?" Avril memiringkan kepalanya.

"Besok, bisakah kau menemaniku?" Syifa menunduk.

"Besok? Kemana?" Avril menatap lekat Syifa.

"Kerumahku." Syifa mendongak menatap Avril.

"Ada apa? Sepertinya serius?" Avril lebih lekat menatap Syifa.

"Aku... besok ada acara lamaran dirumahku." Syifa mengalihkan pandangan.

"Kau serius?" Teriak Avril. Syifa mengangguk.

"Aku ingin besok kau temani aku" Syifa memohon, Avril masih ternganga tak percaya. "Aku tahu ini dadakan" lanjut Syifa.

"Kapan kalian bertemu?" Avril penasaran.

"Belum" jawab Syifa.

"Apanya yang belum?" Teriak Avril.

"Kami di jodohkan. Aku saja belum tahu namanya." Syifa kembali memalingkan wajahnya.

"Dan kau menerimanya begitu saja.?" Avril menyernyitkan dahinya.

"Aku tak menerimanya, ini keputusan ayahku. Dia baru kembali tapi sudah membuatku kesal." Syifa melipatkan tangan di dadanya.

Avril menghela nafas panjang. "Maafkan aku Syifa. Besok aku tak bisa." Ucap Avril menyesal. "Besok aku harus menghadiri acara di kantor ayahku."

"Baiklah aku mengerti Avril. Tapi aku harap, di acara pernikahanku kau harus datang bersamanya." Syifa tersenyum mengelus lengan Avril.

"Baiklah." Avril tak kalah manis dengan senyumnya.

. Sepulang dari kampus, Avril mampir ke kedai kopi lalu menuju taman kota. Avril berjalan santai menyusuri jalur yang mengelilingi taman sambil sesekali meminum moccacino kesukaannya yang ada ditangannya.

Bagaikan adegan slowmotion, Avril berpapasan dengan seseorang yang membawa secangkir latte kesukaan Aldi. Avril menghirup aroma itu dan tanpa sadar Avril berbalik dan bertatapan dengannya.

Dengan tiba-tiba cup yang Avril bawa, terjatuh bersamaan dengan cup miliknya. Seketika badannya lemas.

Air matanya kembali menetes mematung dan menatap mata sayu tapi sedikit dingin.

"Nona? Hei?" Dia melambai-lambaikan tangannya tepat didepannya. Avril tersadar dari lamunannya.

"Ah maaf." Avril memalingkan wajahnya.

"Kau baik-baik saja?" Avril hanya mengangguk dan tersenyum.

"Syukurlah. Aku terkejut melihatmu menjatuhkan cup mu."

"Dan kau? Mengapa cup mu juga jatuh?" Avril dengan wajah penasaran.

"Ohhh.. iya. Tadi aku tidak sengaja menjatuhkannya, aku ikut terkejut setelah melihatmu." Avril memiringkan kepala dengan bingung akan jawabannya "ohh aku Alvian." Lanjutnya mengulurkan tangannya.

'Deg' jantung Avril berdebar. Apakah salah dengar? Namanya sama.

"A.. aku Avril." Avril membalas uluran tangannya. "Baiklah. Jika kau ingin mudah mengingatku, panggil saja Al." Alvi tersenyum.

Dadanya semakin sesak. "Aldian?" Ucap Avril sambil menjatuhkan bulir bening dari kelopak matanya.

"Ah maaf! Kau salah sebut. Namaku Alvian, bukan Aldian." Ucapnya menjelaskan.

"Ah maaf. Aku salah dengar." Ucap Avril sambil mengusap pipinya.

"Apa ada sesuatu dengan nama itu?" Tanyanya penasaran.

"Ahh tidak." Avril tersenyum. "Emm baiklah aku duluan" Avril berbalik dan tidak menoleh kebelakang lagi.

Disisi lain, Alvian tersenyum. Betapa bersyukurnya dia bisa bertemu dengan gadis cantik yang ditemuinya beberapa waktu lalu. Saat Alvi menabraknya di supermarket dan menjatuhkan semua belanjaannya. Alvi membantu Avril merapikan barang yang jatuh, namun tak sedikitpun Avril menoleh pada Alvi.

*POV Avril

Keesokan harinya, aku mengikuti acara di kantor Ayah.

Semua yang hadir adalah petinggi perusahaan dan para pejabat kota.

Sebelum masuk kedalam lift, Alvian menghampiriku.

"Avril?" Tanyanya memastikan.

"Iya?" Aku mengerutkan dahiku.

"Kau disini? Sedang apa?" Dia bertanya seolah dia pemilik perusahaan.

"A.. a.. akuu... disini..."

"Ahhh kau juga tamu undangan? Kalau begitu kita bersama saja ke aula? Bagaimana?" Ucapnya dengan ramah.

"Ohhh baiklah." Aku memasuki lift bersama Alvian. Alvian sesekali melirikku, entah karena aku yang terlihat gugup, atau karena aku yang memakai gaun. Karena kemarin aku bertemu dengan Alvian memakai celana jeans, kaos, dan blezer saja.

"Kau terlihat gugup." Ejeknya melirik kearahku.

Aku hanya menunduk sedikit.

Setelah pintu lift terbuka, aku dan Alvian keluar, terlihat semua pasang mata tertuju padaku dan Alvian. Terdengar bisik-bisik para wanita-wanita dan nyonya-nyonya disana.

"Hei lihat, bukankah itu Avril, adik Galih?."

"Iya. Dia sangat cantik. Seperti rumor yang beredar, dia sangat anggun dan manis."

"Andai aku punya anak lelaki, aku ingin sekali punya menantu seperti Avril."

"Bukankah yang bersamanya itu...."

Belum jelas terdengar olehku, kak Nadia menghampiriku dan mengajakku ke arah ayah dan kak Galih. Aku tak sempat mengobrol kembali dengan Alvian.

Di aula sebesar ini, entah kenapa aku masih merasa kesepian.

Saat aku berkecamuk dengan pikiranku, kak Galih menepuk punggungku pelan.

"Ingatlah! tak perlu selalu tentang kehadirannya, aku dan ayah selalu bersamamu." Aku menunduk lalu tersenyum. Aku menyandarkan kepalaku di lengannya, karena tinggi badanku hanya sebahu kakakku. Kak Galih dan Kak Nadia bersamaan mengelus kepalaku.

"Jadi, kapan kalian akan menikah?" Tanyaku tiba-tiba.

" 3 bulan lagi. " jawab kak Galih datar.

Aku tersenyum. Semoga di hari itu, Aldi sudah kembali ke kota itu.

. Acara berjalan dengan lancar, meskipun aku tidak nyaman terus ditatap oleh para tamu undangan. Pada akhirnya, ayah memperkenalkanku pada publik. Terlihat Alvian sedikit salah tingkah.

Semua yang datang menjamu makanan yang disediakan.

Karena kak Galih dan ayah sibuk dengan tamu, aku lebih memilih duduk sendiri membawa segelas air untuk menemaniku. Dipinggir ruangan, dengan jendela yang terbuka.

Alvian duduk didepanku. Dan aku secara refleks menoleh.

"Maafkan aku." Alvian menatapku

"Untuk apa?" Tanyaku heran.

"Sudah salah mengira."

"Tentang apa?"

"Tentang keberadaanmu disini."

"Ohhhh..... Lupakan. Aku tidak tersinggung." Aku kembali menoleh ke arah jendela.

"Apakah diluar lebih menarik perhatianmu daripada acara ini?" Aku lalu menoleh kembali ke arahnya dan ke arah orang-orang sekitar.

"Entahlah. Rasanya pemandangan diluar lebih menarik untukku saat ini." Angin yang menerpa rambut lurusku. Menyibakkan sedikit poni yang menghalangi mata kiriku.

Alvian menatapku lekat.

"Lalu? Mengapa kau kemari?" Tanyaku membalas tatapannya

"Yaahhh aku hanya tidak bisa membiarkan seorang wanita duduk sendirian menatap keluar seperti ini." Alvian sedikit mengacak rambutnya. "Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanyanya kembali menatapku.

"Begitulah. Bohong jika aku menjawab tidak ada apa-apa." Tatapanku pada jendela semakin lekat.

"Kau sedang memikirkan seseorang?" Tanyanya lagi.

"Yah!"

"Hei! Kau tidak bersemangat seperti ini." Ucapnya berdiri dan menarik tanganku. Menghampiri ayah dan kak Galih.

"Bolehkan aku mengajak nona muda ini untuk keluar?" Tanya Alvi pada ayah.

"Asal jangan pulang terlalu malam" jawab ayah datar.

"Apa?" Teriakku dan kak Galih bersamaan.

"Ayah dengan mudah mengizinkan Avril pergi dengan dia?" Kak Galih menatap ayah dan menunjuk Alvi.

"Ayah...." rengekku.

"Kenapa? Ayah percaya padanya." Jelas ayah.

"Semudah itu?" Lagi-lagi aku dan kak Galih kompak.

"Kalian sangat kompak" Alvi tertawa. Aku dan kak Galih menatap tajam padanya.

"Hemmm. Maafkan aku." Alvi berhenti tertawa.

"Apa kau tak pernah mempercayaiku tuan Galih?" Lanjut Alvi.

"Aku sudah tahu kau seperti apa Alvi. Apa kau pikir aku akan semudah itu memberikan adikku.?" Kak Galih memalingkan pandangan.

"Aku tidak seperti yang kau pikirkan Galih." Ucap Alvi datar.

Alvi menarik tanganku menuju lift. Kak Galih terlihat kesal. Kak Nadia mengelus lengan Kak Galih.

"Sudahlah. Aku yakin Avril akan baik-baik saja."

"Tapi itu Alvi Nad. Kau tahu Alvi seperti apa?" Galih memijit dahinya.

"Ayah yang lebih tahu Alvi seperti apa." Galih menoleh pada ayah dengan heran.

Sampai di depan lift, pintu lift pun terbuka. Alvi tak sedikitpun melepaskan genggamannya. Sekilas aku melihat seseorang yang tak asing di antara kerumunan, sebelum akhirnya tak terlihat karena terhalang pintu lift yang tertutup.

. Seorang pria mengepalkan tangannya, berdiri diantara kerumunan, menatap seorang gadis yang dicintainya digandeng pria lain menuju lift.

"Inikah keputusanmu?" Lirihnya. "Mungkin aku juga harus mengambil keputusan dengan cepat hari ini." Ucapnya tersenyum sinis.

Dering ponselnya berdering, dia menjawab panggilan.

"Aku akan datang. Tunggulah 15 menit lagi." Dia menutup kembali penggilan telponnya, berjalan menuju lift dan meninggalkan gedung itu.

"Avil." Lirihnya melajukan mobil dengan cepat.

. Alvi membawa Avril ke suatu tempat yang sedikit jauh dari kota.

"Kenapa kesini?" Tanya Avril heran. Alvi melirik jam di tangannya.

"Jika sore hari, disini akan tenang bukan? Kau bisa melihat senja dan merenung sesukamu." Alvi turun dan membukakan pintu untuk Avril.

Memang benar di danau ini sangat cocok untuk melihat senja.

Alvi menarik tangan Avril menuju dermaga yang ada disana. Di tepi danau, Avril berhenti.

"Kenapa?" Alvi menoleh pada Avril.

"Aku takut air." Avril mundur beberapa langkah.

Alvi tertawa. "Kau takut air? Lalu bagaimana kau mandi Avril?"

"Tertawalah sepuasmu." Avril menggembungkan pipinya.

"Ini lucu Avril. Kau takut dengan air, sedangkan kau mandi dan minum dengan air." Alvi yang masih tertawa.

"Aku serius Alvi. Aku takut air yang dalam seperti ini."

Jelas Avril memalingkan pandangannya. Alvi berhenti tertawa.

"Danau ini tidak terlalu dalam Avril." Alvi berjalan ke tengah dermaga.

"Hati-hati Alvi. Jika kau tenggelam, aku tak bisa menolongmu."

"Kau mengkhawatirkanku?" Alvi berbalik menatap Avril.

"Aku tidak sedang becanda Alvi." Jelas Avril yang terlihat kesal.

"Ahaha baiklah nona, karena kau mengkhawatirkanku, maka aku akan menurutimu." Alvi berjalan menghampiri Avril.

Alvi duduk di bawah sebuah pohon.

"Alvi, siapa kau sebenarnya?" Avril duduk dan menerawang jauh ke dalam danau.

"Aku? Apa kau baru penasaran siapa aku?" Alvi menoleh pada Avril.

"Alviiii......" Avril menatap Alvi.

"Ahaha kau sangat menakutkan Avril." Alvi tertawa sejenak. "Aku Alvian Revano, presdir perusahaan 'D'. Kata ayahmu, aku adalah anak dari teman ibumu. Ibuku Mama Maya, dan ayahku papa Ahmad." Jelas Alvi.

"Lalu? Jika mereka teman ibuku, mengapa mereka tidak datang?" Tanya Avril heran.

Alvi hanya tersenyum. "Mereka sudah pulang. Tepat saat aku baru lulus SMA. Mereka mengalami kecelakaan pesawat."

'Deg' hati Avril terasa teriris mendengar cerita Alvi.

"Ternyata kau lebih kesepian dariku." Avril menunduk merasa bersalah.

"Sekarang sudah tidak." Alvi tersenyum pada Avril. Avril hanya menatap kosong wajah Alvi yang tersenyum tanpa menyembunyikan apapun. Alvi kehilangan kedua orang tuanya, masih bisa tersenyum seperti itu. Dan Avril hanya ditinggalkan oleh ibunya, sampai tak bisa tersenyum dengan bebas lagi. Mungkin sekarang ini, sumber senyumannya adalah Aldi. Itupun jika kembali.

"Avril... apa aku boleh bertanya sesuatu?"

"Apa?" Avril menyernyitkan dahinya.

"Siapa Aldian? Apa dia pacarmu?" Tanya Alvi semakin lekat menatap Avril.

"Dia temanku" singkat dan jelas.

'Deg' sejak kapan? Sejak kapan Aldi menjadi temannya.

Alvi hanya mengangguk pelan.

-bersambung

Terpopuler

Comments

Ufika

Ufika

hy kak aku mampir ya☺

2022-04-30

1

M Hafiz

M Hafiz

lanjutan cerita nya mana kak

2022-04-22

1

Ummi Ime 🙈

Ummi Ime 🙈

Mampiir...🤗🤗
semoga byk yg mampir jg ✌️✌️

2022-04-14

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!