بسم الله الرحمن الر حيم
“Lelaki sejati adalah lelaki yang langsung menghadap ke orangtua mu untuk meminta izin agar memilikimu seutuhnya. “
"Panggil kamu saja tidak apa. Atau mau panggil abi juga tidak apa. “
●●●●●_●
Di jam istirahat aku cuma bisa diam di kelas dan tidak keluar jajan, bagaimana mau jajan kalau uang saja tidak ada. Kak Farzan tidak memberiku uang. Mau minta, nomor teleponnya saja aku tidak tahu, semoga saja stok makanan di kulkas cukup selama kak Farzan keluar kota, kalau tidak bisa mati kelaparan aku di dalam apartemen itu.
Biasanya kalau jam istirahat, kalau tidak belanja itu aku selalu ke perpustakaan tapi kali ini tidak, aku ingin membiarkan diriku di kelas ini, berdua dengan Jihan Ningrum Faradillah dia yang tahu hampir seluruh masalah hidupku, bukannya aku tidak mempercayai Allah untuk kutempati curhat malahan aku selalu salat tapi hanya karena dialah manusia setelah ayah waktu dulu aku temani curhat.
Kami berdua sedang menceritakan kisahku. Sewaktu ayah belum meninggal, sebelum kak Farzan datang di hidupku dan sewaktu aku menyukai teman sekelasku, dia Ahmad Fauzi pria yang bisa
menghiburku dan banyak mengetahui tentang aku.
“Waktu kamu tidak datang Fauzi, dia seperti orang bodoh, diam terus, sesekali bertanya tentang kamu, bagaimana kamu, dimana kamu tinggal dan banyak lagi. “ katanya dengan suara agak membisik. Kalau tidak berbisik bisa-bisa akan ada orang yang mendengarnya.
Rasanya aku terlempar jauh keatas langit. Aku selalu menjaga jarak dan tidak menyukai orang lain tapi ke Fauzi rasanya aku tidak bisa melakukan hal itu, dia bagaikan ayah kedua di hidupku. Bisakah aku meninggal dosa satu ini? Ini sangat sulit.
“Dia bahkan sering bolos sewaktu kamu tidak datang. Kamu tahu tujuan dia bolos untuk apa? Dia mau cari keberadaan kamu katanya. Dan saya yakin dalam hitungan beberapa detik kemudian dia akan datang dan membawakan sesuatu buat kamu. “ bisiknya kembali. Serasa kita telah melakukannya ulangan dadakan, saling berbisik-bisik untuk mencari jawaban.
Sepuluh
Sembilang
Delapan
Tujuh
....Satu
Harapanku tadi dia akan datang sesuai perkataan Jihan tadi, tapi sayang harapan tidak sesuai kenyataan, Fauzi tetap tidak ada. Aku diam hingga tangan hangat melekat di bagian mataku. Siapa?
“Siapa hayo??? “ tanpa ditanya pun aku pasti sudah tahu siapa dia. Betul perkataan Jihan, Fauzi benar-benar datang.
Dia melepaskan tangannya dari wajahku. “Kamu laparkan? “ tanyanya sambil memberiku sekantong makanan ringan. “Tadi saya beli ini karena kebetulan saya lihat ada cewek stres di kelas yang sedang kelaparan. “
Aku menatap sinis Fauzi, dia memang memiliki hobi seperti ini membuat suatu hal yang bisa kuingat.
“Bagaimana keadaan kamu? “
“Ya Allah apa orang yang di depan saya ini sedang gila? Dia sudah lihat Adibah berada di depannya dengan keadaan baik-baik saja tapi dia masih bertanya,” kata Jihan sambil menggeleng-geleng kepala.
“Kurasa dia hilang saat Allah membagikan akal ke manusia. “ kataku diakhiri gelak tawa kita bertiga.
“Iya Dibah, saya mendadak gila di dekat kamu. “ katanya dengan nada menggoda.
Aku tersenyum, rasanya aku terbang diantara bintang-bintang sekarang. Apa sifat murahan tergambar pada diriku? Kurasa iya. Apa aku salah mencintai Fauzi saat aku sudah menikah dengan orang lain? Bodoh ini sangat jelas kamu salah Dibah! Tapi apa aku bisa melupakan dia dengan cepat? Tidak, melupakan tidak semudah diucapkan.
“Hey kenapa diam? “ Dia mengagetkan aku.”Kamu tahu kenapa bioskop kalau filemnya mulai lampunya malah mati? “ tanyanya sesaat kemudian.
“Jelaslah memang itu peraturannya, dasar kamu Fauzi.” Aku terkekeh bersama Jihan.
“Bukan karena itu. Tapi karena harga tiket yang kalian bayar belum termasuk anggaran listrik lampu. “ katanya dengan datar.
Aku dan Jihan tertawa keras, tawa seperti ini yang jarang dilihat orang. Kalau kalian bilang aku wanita munafik, kalian sangat benar. Jilbab panjang, jaim ke mereka yang baru mengenalku dan masih banyak lagi, tanpa sadar aku telah menutupi kemunafikan aku.
“Kenapa tidak dimakan makanannya? Saya capek-capek beli tapi tidak dimakan. Hargailah usaha saya. “ katanya mulai membukakan roti itu kemudian mengulurkan roti itu ke aku. “Makan sendiri. “
“Yang minta di suapin siapa? “ kesalku. Dasar manusia yang memiliki tingkat percaya diri yang sangat tinggi.
“Siapa tahu kan. “ godanya. Tapi aku tidak tergoda seutuhnya.
“Mustahil banget tahu gak! “ kataku pura-pura marah.
“Nanti saya antar pulang ya orang stres mau gak? “ tawarnya dengan pandangan menggoda. Kali ini aku tidak bisa berkata tidak. “Terus setelah itu lihatkan rumahmu ke saya biar saya bisa ke rumah mu. “
Aku tersentak sadar. Kalau dia lihat bisa-bisa semuanya terbongkar dan tentunya Fauzi akan menjauh dariku, ah tidak jangan sampai hal itu terjadi, tapi tunggu sebaik-baiknya bangkai disembunyikan tetap akan tercium juga baunya, tapi setidaknya dia tidak tahu sekarang kan? Setidaknya saya masih mengharapkan satu harapan untuk dia, yah Ahmad Fauzi pria yang selama ini kukagumi.
Rumahku dan rumahnya sangat dekat. Bahkan kita sudah memiliki rumah pohon untuk ditempati bertiga dengan ayah. Di depan rumahku, ayah yang membuat itu. Itulah kenapa aku kagum dengan Fauzi, dia pintar dalam hal meluluhkan hati ayah padahal tidak semua orang bisa seperti yang dia lakukan.
Saat ayah meninggal dia sedang tidak ada di rumahnya, andai saja dia tidak keluar kota saat itu mungkin saat ini aku sudah tinggal di rumahnya, astagfirullah kenapa aku memikirkan hal ini!
Untuk-Mu, Allah Azza Wajalla, semuanya kuserahkan kepada-Mu entah bagaimana ke depannya hidupku.
“Hey wanita stres. Diam berarti mau ya? “
“Ahh! Tidak, jangan dulu. “
“Kenapa memangnya? “ tanyanya sambil menatapku aneh.
“Anu, ehh. Saya tinggal bareng paman sayakan, jadi Dibah gak boleh bawa laki-laki ke rumah. “ Semoga saja dia percaya akan ucapanku kali ini.
“Maksudnya? Kan kamu pernah bilang kalau keluarga cuma ayah kamu di dunia ini? “
Bodoh! Kenapa aku sampai lupa akan hal ini, bukannya Fauzi orang yang paling tahu tentang kehidupanku setelah ayah. Dan sekarang aku harus apa? Kamu terjebak sekarang Adibah.
“Halo. “ dia mengibaskan tangannya di depan wajahku.
“Eh. Dia itu paman. Eh paman dari ibuku yang baru datang, yah baru datang dari Makassar, Dibah baru juga mengenalnya setelah paman datang ke rumah saat ayah meninggal.” Maafkan aku Fauzi, aku harus berbohong saat ini, percayalah suatu hari kau akan mengetahui segalanya.
Dia mendegus, dengan malas dia berjalan meninggalkanku. Dia pasti kecewa, maaf kali ini aku harus egois Fauzi. Yakinlah aku pun kecewa saat ini, kecewa akan diriku sendiri.
●●●●●_●
“Hadija, hati-hati di jalan. “ Jihan melambaikan tangan saat angkot yang kulewati mulai menjauh. Soal biaya angkot aku harus pinjam ke Jihan, dengan alasan lupa uang. Rasanya hari ini hidupku penuh akan kebohongan.
Aku membalas lambaian tangan dari Jihan hingga badanya mulai tidak terlihat lagi. Apa Fauzi masih marah kepadaku? Ah, andai kau tau Fauzi wanita stres mu tidak berniat sedikit pun ingin mengecewakan kamu, percayalah.
Tunggu, aku lupa dimana letak apartemen pak dokter itu, ah Ya Allah, sampai kapan sifat pelupa ini hilang dari diriku. Terus aku harus kemana sekarang? Dan nomor pak dokter itu juga tidak ada di kontakku. Tamatlah riwayatmu Adibah, kali ini kamu akan tidur di pinggir jalan dan mengharap belas kasihan orang yang lewat untuk makanmu.
“Turun dimana neng? “ tanya supir angkot itu.
“Bang apartemen disini ada berapa ya?”
“Setahuku ya cuma ada satu deh, itupun cuma orang berduit banyak yang bisa tinggal disana. “
Alhamdulillah, makasih Ya Allah atas petunjuk Mu kali ini. “Yaudah bawa saya kesana ya bang. “
“Oke neng.”
Teg teg teg
Aku memerhatikan layar teleponku yang bertuliskan nama Jihan. “Assalamualaikum, ada apa Jihan? “ tanyaku ke Jihan.
“Dibah kamu tahu Ainun? “ tanyanya.
“Ainun kelas IIS tiga itu? Dia kenapa memangnya? “
“Niatku bukan buat kamu kecewa atau patah hati. Tapi sebagai sahabat saya harus bicarakan ini ke kamu Dibah.” Aku dia mencerna maksud dari Jihan ini. “Fauzi jadian sama Ainun. “
Aku tersenyum, tentunya senyum penuh kebohongan. “Baguslah kalau begitu. “
“Dibah, saya tahu kamu kecewa.”
“Enggak Jih. Dibah biasa-biasa saja kok, Dibah tahu di dunia ini tidak selamanya keinginan berjalan lancar tidak semua cinta harus terbalaskan. Dibah tahu harus bagaimana sekarang, kalau soal kecewa iya sangat kecewa malah, dia memperlihatkan sifat manisnya di depanku seakan-akan sayalah wanita terberuntung karena memilikinya, dan sekarang Dibah tidak tahu harus bagaimana sekarang.“
“Sabar ya Dibah. “
“Kamu tahu. Lelaki yang mengajak pacaran itu bukan lekaki sungguhan. Dibah saja ogah diajak pacaran. “ Aku tertawa. Beginilah aku jika menyangkut soal perasaan, aku harus bisa menenangkan diriku sendiri, aku sendiri sekarang.
Terdengar dari seberang sana kalau Jihan juga ikut tertawa. Aktingku sukses sekarang. “Lelaki sejati adalah lelaki yang langsung menghadap ke orangtua mu untuk meminta izin agar memilikimu seutuhnya. “
“Eh, kok malah curhat yah neng.”
“Kamu si, yaudah saya bunuh dulu ya teleponnya, mau makan soalnya. Wassalamualaikum Dibah sayang.“
“Waalaikumsalam sayang. “ ucapku yang diakhiri bunyi Tut. Tut. Tut dari telepon.
Bantu aku Ya Allah untuk menghindar dari dosa satu ini, kenapa rasanya aku sangat kecewa. Fauzi bukan siapa-siapaku kenapa aku selalu memikirkan dia? Argh! Kenapa kamu memberiku harapan jika semuanya akan seperti ini? Ah, ini bukan salahmu ini salahku karena berharap kepadamu. Lain kali aku tidak akan ingin mengenalmu lagi. Dan pak dokter itu, seharusnya aku jatuh cinta ke dia bukan ke Fauzi.
“Udah sampai neng. “ Alhamdulillah Ya Allah akhirnya kita sampai ditempat yang sebenarnya.
“Makasih ya bang. “ kataku setelah memberikan uang untuk supir angkot itu.
“Sama-sama neng.” Katanya kemudian berlalu menjauh dariku.
Aku melangkah menuju apartemen milik pak dokter, yang berada di lantai tujuh. Kenapa aku masih memanggilnya pak dokter padahal aku sudah tahu namanya, mungkin sudah nyaman dengan sebutan pak dokter ketimbang namanya, lagipula dia juga tidak marah.
Sesampainya di dalam apartemen. Aku menatap sekeliling terlihat begitu sepi. Aku harus bisa terbiasa dengan keadaan seperti ini, sendiri, apalagi sekarang posisiku sekarang adalah seorang istri dokter, dia tidak cuma bertugas di Parepare atau Sulawesi bahkan bisa keluar kota seperti saat sekarang, dia sedang berada di Jakarta.
Tiba-tiba pemikiranku tentang Fauzi kembali terlintas, kenapa dia sejahat itu? Air mataku langsung saja mengalir, dasar tidak tahu malu! Kenapa aku harus nangis? Kenapa harus karena pria itu? Kuharap aku tidak melibatkan dosa ini ke ayah. Dan pak dokter? Dia yang sekarang bertanggung jawab atas dosaku sekarang, andai saja dia datang saat ini, rasanya aku sangat merindukan dirinya.
Rasa lapar kembali menguasai diriku, mungkin karena terlalu lama menangis. Apa sekarang ada makanan? Semoga saja, setidaknya mi goreng atau makanan yang tidak butuh waktu lama untuk memasaknya. Dan benar saja sesampainya di dapur, disana sudah tersedia mi goreng yang sangat banyak cukup untuk persediaan sebulan lebih, apa dia merencanakan ini? Soalnya kemarin-kemarin ini belum ada, atau memang sudah ada tapi aku saja yang sangat pelupa? Mungkin.
Memasak mi tidak semudah yang aku duga. Tanganku sampai melepuh tersiram air panas hanya karena tidak sengaja menyentuh pegangan panci itu menyebabkan airnya jatuh. Andai saja aku tidak sendiri mungkin mi ini sudah masak.
Beberapa menit memasak mie akhirnya selesai juga, apa aku bisa kenyang dengan mie yang cuma semangkok ini? Kurasa tidak, tapi biarlah setidaknya rasa laparku terobati walau cuma sedikit.
Seumur hidup aku baru tahu rasanya memasak mi sendiri dan memakannya sendiri, biasanya aku memakan mi saat bersama Fauzi, arghh dia lagi! Aku marah kedia! Dan Ainun, kenapa dia mau pacaran sama Fauzi! Ah, ya Allah apa yang aku katakan saat ini? Jelas saja aku juga menyukai Fauzi.
Kumohon air mata, jangan perlihatkan dirimu lagi, aku sendiri sekarang. Apa takdirku memang seperti ini? Kenapa aku harus menikahi pak dokter saat aku menyukai yang lain? Kenapa aku tidak menyukai pak dokter saja di hidupku? Kenapa harus Fauzi? Dia yang tidak terikat sama sekali denganku, tapi kenapa aku dengan mudahnya menyukainya?
Astagfirullah, apa aku sekarang mencintai seseorang melebihi cintaku kepada-Nya? Apa aku lebih mencintai kehidupan duniaku sekarang? Ya Rabb, beri aku kekuatan untuk mengingat-Mu lebih dari siapa pun. Jangan membuat terlalu larut dalam dosa ini.
Apa aku harus melupakan Fauzi sekarang? Akan aku usahakan itu.
●●●●●_●
Tiba-tiba teleponku kembali berbunyi, bedanya saat ini seseorang kembali menelepon saat aku sudah ingin mengistirahatkan badanku. Siapa lagi ini?.
Setelah menekan tombol berwarna hijau kemudian menaruh telepon itu di sebelah kiri pipiku. “Assalamualaikum, ini siapa? “ tanyaku.
“Walaikumsalam. Ini Adibah kan? “ katanya berbalik bertanya. Tunggu, ini siapa? Kenapa sampai mengenal namaku? Atau ini... Astagfirullah kenapa aku memikirkan hal aneh.
“Iya ini siapa? “
“Saya Farzan. “ katanya yang mampu membuatku bungkam sejenak. Kenapa dia menelepon? Bukannya dia juga pergi tanpa pamit! “Adibah, maafkan saya ya.”
Aku tetap diam. Dia mau minta maaf apa? Ini percuma, aku tidak punya hal untuk dia.
“Adibah, apa kau masih mendengar saya?.”
“Iya, Dibah masih dengar Pak Dokter. “
Dia diam, apa dia kecewa kenapaku? “Bagaimana keadaanmu sekarang?” tanyanya kembali setelah beberapa menit diam, apa dia sedang canggung? Buat apa seharusnya aku yang canggung sekarang.
“Dibah baik-baik saja Pak Dokter. Bagaimana dengan kamu. Eh maksudnya Pak Dokter. “ kataku yang diakhiri tawa oleh Kak Farzan. astagfirullah apa dia menertawakan aku sekarang? Aku masih bingung mau menyebutnya apa, pak dokter, kak Farzan atau seperti tadi, kamu. Sepertinya aku tidak harus memanggilnya kamu deh, lihat saja tadi dia sampai menertawaiku.
“Panggil kamu saja tidak apa. Atau mau panggil abi juga tidak apa. “
“Ihh pak dokter. Dibah malu. “
“Apa sekarang pipimu sedang memerah? “ Dia kembali tertawa. Dasar manusia menjengkelkan sedunia!
“Buat apa pipi Dibah merah,” elakku padahal saat ini pipiku memanas.
“Bohong ke suami itu dosa. “ Suami? Kenapa aku belum bisa menerima dia seutuhnya?. “Kenapa diam? Apa kamu sudah tidur sekarang? “
“Iya. Ehh! “
Terdengar dari seberang sana kalau dia sedang tertawa. Apa ini begitu lucu? “Apa saat ini kamu sedang mengingau? Jadi dari tadi saya bicara sendiri ya. Kurasa iya. “
“Enggak, maksudnya Dibah mau tidur besok sekolah soalnya."
“Oiya saya sampai lupa, saya sudah kirim kartu kredit untuk kamu pakai seminggu ini. Besok in sha Allah Qilah yang akan bawa.”
“Alhamdulillah. Tadi Dibah gak belanja di sekolah karena gak ada uang. Malam tadi makannya cuma mi instam sampai-sampai tangan Dibah kesiram air panas. “
“Astagfirullah, kamu seirus Dibah? Sekarang bagaimana tanganmu? Kamu sudah siram air kerang? Apa sekarang melepuh? Besok saya akan balik. Makanya kalau gak bisa masak jangan masak kan sekarang jadi seperti ini, “ tanyanya antusias.
“Eh tidak, tangan Dibah gak terlalu parah kok cuma panas dikit saja tadi. Dibah tadi masak soalnya Dibah lapar, uang sepersen pun tidak ada, kalau gak masak bisa-bisa mati kelaparan disini. “
“Yaudah, saya mau kerja dulu yah. Assalamualaikum."
“Waalaikumsalam. “
Kenapa dia seperti ini? Maksudnya terlalu berlebihan kalau dia mau kesini hanya karena tanganku tersiram air panas buat apa coba, memang sekarang masih agak sakit, semoga saja besok sudah berhenti. Tapi tunggu, kenapa warnanya menjadi ungu seperti ini? Ini baru terjadi di hidupku, ah semoga saja tidak.
Yang ada di otakku sekarang hanyalah Fauzi dan pak dokter . Astagfirullah ya Allah kenapa sekarang aku cenderung lebih mementingkan duniaku, sekarang aku lebih cenderung mencintai ciptaannya ketimbang sang Pencipta? Ya Allah bantu aku untuk terhindar dari dosa yang satu ini.
Ayah pernah bilang. Jodohmu pilihan Allah. Dengan siapa pun Allah jodohkan, ridhala, Allah lebih tahu dari kita, mungkin jodohmu tidak sesuai harapan yang kamu inginkan, tapi dia sesuai yang Allah pilihkan untukmu. Entah itu Pak dokter, Fauzi atau yang lainnya, kuserahkan itu semua kepadamu ya Rabb.
Jika sudah waktunya. Allah punya banyak cara untuk mempertemukan. Maka itu bersabarlah, terus pantaskan diri sampai menjadi seseorang yang menurut-Nya sudah pantas untuk dipertemukan.
●●●●●_●
Setelah sejam membereskan semuanya, akhirnya aku bisa ke sekolah bersama Aqilah. Dia datang saat selesai shalat subuh, membawakan aku kartu kredit seperti yang dikatakan Pak dokter tadi. Syukurlah aku bisa berbelanja kebutuhan rumah untuk beberapa hari kedepannya.
Entah sudah berapa hari aku tinggal di rumah ini, rasanya aku sudah sangat mengenal hal ditempat yang ada di sini, semisal tempat makan dan lainnya. Apartemennya tidak sempit malah luas untuk ukuran apartemen yang biasa aku lihat.
Aku keluar dengan pandangan kearah Aqilah yang juga sama juga menatapku. “Ayo, “ ajakku ke Aqilah.
Dia bangkit dari duduknya dengan senyuman yang sangat manis menurutku. Dia memang cantik dengan kedua lesung pipi ditambah wajah yang bulat. Dia tidak gendut cuma bagian wajah saja yang agak tembem.
“Jadi akah hubungi embak semalam juga ya? “ tanyanya yang ku balas anggukan, “bicara apa aja mbak semalam? Pengganti baru pasti masih romantis-romantis deh. “
Aku ersenyum menanggapi. “Dia cuma panik aja semalam, soalnya tangan Dibah kesiram air panas. “
Aqilah menatap kearah tanganku kemudian meraihnya. “Ini parah mbak, lihat saja sampai berubah warna gini.”
“Alhamdulillah enggak sakit kok Qil.” Ucapku berbohong.
“Terus apa kata akah? Kamu tahu aka itu orangnya panikan. “
Aku diam mendengar perkataan Aqilah, rasanya aku sangat tertarik mendengarnya. Aku ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang dia, kak Farzan.
“Apa yang paling tidak disukai sama kak Farzan? “
Aqilah dia sejenak. Mungkin memikirkan jawaban untuk pertanyaan aku tadi. “Kalau akah itu gak sukanya dengan pengkhianatan deh. Terus kalau akah marah itu, beda dengan yang lain. Dia perhatian tapi gak ngajak ngomong, suami aku udah pernah rasakan soalnya, waktu mas Esa mau lamar aku akah salah paham, dia kira kalau mas Esa selingkuh. Marahnya akah itu gak sebentar, lama minimal satu minggu, itu pun kalau kamu sudah terlihat sangat menyesal. Tapi kalau dia sangat marah itu lebih parah lagi, peduli pun sudah tidak dan gak tahu cara menghentikan marahnya.”
Aku mengangguk-angguki perkataan dari Aqilah. Ternyata pak dokter marahnya gak biasa juga yah.
“Susah juga ternyata. “ kataku sambil tertawa.
“Iya mbak, tapi kalau soal baik, akah itu sangat baik. Rajin salat. Aku mau ceritakan satu kisah tentang akah, tapi setelah naik dimobil.“ katanya
Aku mengangguk. Ada apa ini, kenapa aku sangat ingin mengetahui semua hal tentang kak Farzan. Tunggu, jantungku rasanya berdetak tidak seperti biasanya, ah ini cuma kebetulan.
Setelah sampai diatas mobil, aku duduk berdampingan dengan Aqilah. Dia terlihat sangat gugup, kenapa?
“Mbak, aku ingin menceritakan semuanya tapi kumohon jangan ingatkan ke akah sebelum waktu yang tepat. “ katanya sambil berbisik, “Dulu akah itu tinggalnya di panti asuhan. “
“Maksudnya? Kak Farzan pernah cerita tentang abi dan uminya. Trus ada apa dengan panti asuhan? Atau jangan-jangan kak Farzan suka mengunjungi panti asuhan?”
“Iya tapi akah juga pernah tinggal disana sewaktu kecil. “ aku mengerutkan dahiku. Sumpah aku tidak mengerti perkataan dari Aqilah. “Akah dulu sempat hilang sewaktu umur dua tahun dan ditemukan sewaktu umur lima tahun. “
Betapa kagetnya aku saat mendengar kata itu. Kak Farzan pernah hilang? Ini sangat aneh. “Ngak tahu Dibah harus bilang apa lagi. “
“Iya tahu gak, waktu akah berumur empat tahun teman akah nge-bully akah, katanya akah tidak seberuntung mereka,” ucap Aqilah dengan nada sedihnya khasnya. “Tapi saat itu dengan cerdasnya akah menjawab dengan jawaban yang sangat baik untuk anak seumur akah wantu itu. “
“Kak Farzan bilang apa waktu itu? “ tanyaku.
“Akan bilang, aku memang tidak se-beruntung kalian yang memiliki keluarga yang utuh tapi kalian juga tidak se-beruntung aku. “
Aku mengangah, merasa heran dengan apa yang dikatakan Aqilah barusan. “Maksudnya beruntung bagaimana? “
“Akah merasa dirinya beruntung saat itu karena dirinya bisa merasakan kehidupan masa kecil Rasulullah, dan tidak semua orang bisa merasakan itu. “
Aku takjub mendengar kisah kecil kak Farzan. “Bedanya dengan Dibah, itu kak Farzan yatim piatu sewaktu kecil dan Dibah merasakan itu sekarang.” Air mataku tiba-tiba terjatuh begitu saja, aku kembali teringat dengan ayah dan ibuku.
Aqilah memelukku mengusap punggungku dengan lembut, memang benar hidup itu ibarat bang, kadang diatas dan kadang dibawah.
Dear deary kuharap kamu bisa menjadi tempatku untuk menumpahkan segala masalahku melalui tulisan ini.
●●●●●_●
Jika sudah waktunya. Allah punya banyak cara untuk mempertemukan. Maka itu bersabarlah, terus pantaskan diri sampai menjadi seseorang yang menurut-Nya sudah pantas untuk dipertemukan.*
Jodohmu pilihan Allah. Dengan siapa pun Allah jodohkan, ridhala, Allah lebih tahu dari kita, mungkin jodohmu tidak sesuai harapan yang kamu inginkan, tapi dia sesuai yang Allah pilihkan untukmu.
√√√√√
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
ᶜᵃˡˡ ᴹᵉ ᴶⁱⁿᵍᵍᵃ😜
terharu aq thor dgn ceritamu...
2020-12-06
0
Diana Kembar
msh blm ngrt alur'y Pi msh mncba untuk baca :-)
2020-10-25
1
Aisya Najwa
Bagus sih ceritanya tpi masih byk typo disana sininya
2020-04-27
0