Episode 4 Jangan Ribut. Ok! Sekarang Tengah Malam

Begitu melewati patung jenderal putih, aku berhenti sejenak. Tertegun memandangi hamparan rumput hijau segar di lapangan. Akhirnya langkahku membelok ke sisi dalam lapangan, agak ke tepi ada bagian yang dilantai beton, digunakan sebagai lapangan basket, sekali-kali berubah fungsi jadi lapangan takraw. Aku duduk di sana, di sisi lantainya.

Dulu aku pernah duduk persis di sisi lantai ini. Tengah malam waktu itu, aku kelas dua SMA, ditugaskan untuk menjaga pos sekaligus melayani anak-anak baru calon anggota organisasi pecinta alam kami di sekolah. Malam itu mereka akan dilepas satu per satu dari gerbang sekolah yang terletak tidak seberapa jauh dari lapangan bola, untuk melewati serangkaian prosesi penerimaan yang dilakukan tengah malam hingga subuh. Aku ditugaskan di lapangan bola ini bersama dua orang lain, aku, Remi−teman sekelasku, dan Kak Andra.

Lapangan bola ini begitu luas sehingga kami mau tidak mau harus berpencar di tiga titik berbeda dan berjauhan. Di malam hari lapangan bola ini amat gelap. Satu-satunya penerangan adalah sinar bulan dan lampu jalan yang menyala redup di pinggir jalan utama kota kami, cahayanya hanya sanggup menerangi sedikit bagian tepi lapangan. Dan di tempat itulah pilihanku, di tepi lantai beton lapangan basket.

Sialnya, aku yang takut gelap−meskipun tempatku paling terang di antara dua orang teman seposku−tetap saja bayangan kegelapan di depan mata membuatku membayangkan sileut-siluet aneh. Apalagi pohon besar di belakangku bergoyang-goyang aneh dihembus angin, membuatku ngeri sendiri. Tapi sejauh itu aku tetap bertahan di tempatku, membujuk diri-sendiri agar berhenti takut, sekaligus dongkol sekali menanti kapan datangnya anak-anak baru itu.

Sepuluh menit berlalu, dari sisi kiri lapangan tergelap, dekat sekali dengan tempatku duduk, terjadi keributan. Gonggongan ******-****** yang tak kutahu darimana datangnya, bersahut-sahutan garang sekali. Sejak kecil aku paling takut ******. Membayangkan makhluk satu itu dengan gigi taring berliur mengoyak dagingku, sangat membuat ngeri.

Instingku mendorong untuk lari, tapi segera teringat kata Mama kalau ****** justru semakin bernafsu mengejar mangsanya yang melarikan diri. Membayangkannya membuat kakiku lesu, tetapi bagaimanalah, aku terlanjur takut setengah mati pada ******.

Melihatku ketakutan begini, ******-****** itu menyalak semakin galak. Akhirnya yang bisa kulakukan hanya memanggil Remi dengan suara melengking dan putus asa

Entah suaraku terlalu kecil karena bergetar takut, atau kalah oleh salakan ******, karena Remi tidak juga menyahut.

“Remiii....!” suaraku melengking lagi. Aku jengkel. Di mana dia saat temannya membutuhkan

bantuan.

Aku sudah hampir menangis berdiri di tempatku. Pasrah pada kemungkinan yang akan terjadi, ketika sebuah lemparan batu dan bentakan tak kalah galak membungkam gonggongan ******-****** sialan itu.

Siluet tubuh dari kegelapan mendekat, melempar batu sekali lagi pada kawanan ****** yang kini diam mendongak penasaran. Pada lemparan ketiga, ******-****** itu sudah lari.

Di bawah bias redup lampu jalan, aku bisa mengenali siluet itu adalah milik Kak Andra−ketua organisasi pecinta alam kami−seantero sekolah sepakat pada sikap pendiamnya yang tiada duanya.

Dia sekarang sedang berdiri takzim menghadapku, menempelkan jari telunjuk di depan bibirnya, lalu mengacungkan jempol. Terakhir telunjuknya menunjuk ke arah langit yang malam itu bertaburan bintang. Kalau diterjemahkan kira-kira maksudnya begini : Jangan ribut. Ok! Sekarang tengah malam.

Bahasa isyaratku payah. Lama sekali aku mencari-cari isyarat macam apa yang sama artinya dengan terimakasih. Belum sempat kutemukan, dia sudah berbalik, menghilang dalam kegelapan di sisi lain lapangan. Meninggalkan sepatah kata balas budi yang menggantung di ujung lidah.

Siapa yang menyangka, hutang terimakasih kuasa mencungkil kecewa dan penasaranku terhadap sosok Kak Andra. Sebelum insiden ****** menggonggong malam itu, aku tidak pernah seujung kukupun menaruh perhatian padanya.

*Mohon kritik dan saran buat author ya, biar author makin semangat update ceritanya

Terpopuler

Comments

off

off

deskripsinya detail banget... aku syukak 👍👍👍👍

2020-12-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!