Bianglala Putih

Bianglala Putih

1. Selalu Ada Warna Dalam Coretan

"Kamu yakin, akan tinggal disini mulai sekarang?"

Tanya Selli, matanya menatap tajam Nanda yang sibuk menghabiskan sarapannya.

"Hmm... kenyang."

Nanda terlihat tersenyum lebar, memperlihatkan sederet giginya yg berbaris rapih dan putih, satu piring nasi goreng ala anak kos dan satu gelas teh manis sudah berdiam damai diperutnya, Selli terlihat mendengus.

"Tempat ini bagus kok, nyaman, sepertinya aku akan kerasan tinggal disini, tenang saja."

Selli sejenak terlihat memandang ke sekeliling ruangan berukuran 4x7 meter itu, rumah kontrakan yang hanya terbagi menjadi tiga ruangan itu benar-benar memprihatinkan untuk pandangan Selli.

"Sudahlah... aku tahu apa yang kamu pikirkan, tapi yang jelas aku pastikan aku baik-baik saja Sell."

Nanda kemudian bangkit berdiri dari posisinya duduk lesehan di karpet, dibawanya piring bekas makannya ke arah ruang belakang yang merupakan dapur ala kadarnya, bersebelahan dengan kamar mandi sempit yang juga ala kadarnya.

Selli menyambar tas tangan mahalnya, lalu berjalan menyusul Nanda yang terlihat sibuk mencuci piring kotornya.

"Aku benar-benar tidak habis pikir bagaimana bisa kamu lebih memilih tinggal di sini daripada di rumahku."

Kata Selli sambil tangannya mengambil beberapa lembar uang ratusan ribu untuk kemudian disodorkan pada Nanda.

"Hei, apa ini Sell?" Nanda cepat menghindar.

"Terimalah, setidaknya supaya aku bisa sedikit tenang. Bagaimanapun, Nenek pasti akan menyalahkan aku jika tahu kamu tinggal di tempat seperti ini. Apa kamu lupa bagaimana nenek selalu menelfon aku saat kamu berencana datang ke Jakarta."

Nanda sejenak menatap Selli yang matanya terlihat memerah.

"Sori kalo aku jadi beban" Kata Nanda.

"Kalau sudah tahu jadi beban, harusnya jangan seenaknya pindah. Aku bingung harus menjelaskan apa pada Nenek. Aku bahkan sudah janji akan membantumu mencari Ibu Ratna!!"

Selli terlihat begitu kesal. Nanda hanya terdiam. Dia mencoba mengerti posisi Selli.

Meskipun Nanda yakin sebetulnya Selli tahu kenapa Nanda memutuskan untuk keluar dari rumah Selli sejak beberapa hari lalu, hanya saja pasti sulit untuk Selli membuka semuanya dengan Nanda, begitu juga Nanda sendiri, rasanya ia bahkan tidak tahu harus memulai dari mana jika membahas semuanya dengan Selli.

Sungguh, Nanda tidak bisa, atau lebih tepatnya tidak sanggup.

Selli akhirnya meletakkan beberapa lembar ratusan ribunya diatas dapur, lalu berbalik untuk pamit pulang. Nanda menatap saudara sepupunya itu dengan perasaan campur aduk.

**------------**

Kantor Notaris tempat Nanda magang masih terlihat sepi. Gadis itu melenggang masuk dan mendapati hanya Bang Radit yang sudah duduk di mejanya menata berkas.

"Pagi Bang Radit. " Sapa Nanda ceria.

"Pagi juga anak magang yang masih rajin."

Sahut Bang Radit iseng, membuat Nanda memanyunkan bibirnya. Nanda meletakkan tas selempang kumalnya di atas meja dekat monitor, lalu menghampiri meja Bang Radit untuk menawarkan bantuan karena seniornya itu terlihat kerepotan.

"Mau ke Kantor Pertanahan ya Bang?"

"Iya nih, harusnya berkas udah siap semua tapi malah masih berantakan begini, emang si Mona dan Bela ngga bisa diandalkan."

Bang Radit menggerutu.

"Jangan gitu Bang, mereka sibuk banget belakangan ini, banyak kerjaan notaris juga yang harus selesai, mana dari Bank juga numpuk."

Nanda berusaha membuat kedamaian dan kestabilan kantor terjaga dengan tidak menambah kompor

"Ah' aku tuh kerja sama mereka berdua udah lebih dari empat tahun, udah tau mereka lebih banyak ngerumpi dan main hp, apalagi sejak ada si Niko, teller baru di Bank sebelah."

Bang Radit kemudian menumpuk beberapa map berisi berkas yang sudah dianggap lengkap. Satu map lain ia pisahkan dan ia tempel kertas memo dengan tulisan berderet-deret.

"Taruh di atas meja Mona, biar dia baca."

Kata Bang Radit pula sambil memberikannya pada Nanda.

"Siap." Nanda tersenyum lebar, lalu menuruti Bang Radit meletakkan map berkas itu di atas meja Mona.

Bang Radit kemudian menyambar jaketnya, lalu berjalan melewati Nanda menuju pintu keluar.

"Sarapan dulu yah." Katanya santai.

"Oke." Nanda mengacungkan ibu jari.

Nanda duduk di depan mejanya sendiri, menatap sejenak tas kumalnya yang masih teronggok diatas meja. Bagian talinya sudah agak sobek dan ia kait dengan peniti.

Ada rasa ingin beli tas baru, tapi keuangannya tidak memungkinkan untuk itu. Ia harus benar-benar hemat. Tabungannya terkuras habis untuk bayar kontrakan beberapa hari lalu dan membeli beberapa alat rumah tangga seperti panci, kompor, piring dan sebagainya.

Ah' beruntung, ia mendapatkan kasur cuma-cuma dari ibu pemilik kontrakan, karena ia mendapati Nanda hanya tidur beralas karpet.

Nanda meraih tas kumalnya, dan entah kenapa ia teringat uang pemberian Selli, tapi...

"Ah' tidak.. aku tidak akan memakainya." batin Nanda meyakinkan diri.

Nanda kemudian mengalihkan perhatiannya, ia mulai menyalakan komputer, ia ingat kemarin janji pada Rio untuk membantunya menyelesaikan beberapa akta, sebagai ganti ia meminta tolong pada Rio mencarikan alamat Ibu Ratna.

"Hai Nan... udah kerja aja."

Suara yang jelas tak asing itu memaksa Nanda memalingkan wajah kearah asal suara.

Rio, cowok itu menenteng ransel lalu melewati meja Nanda dan duduk di tempatnya yg memang tepat di belakang Nanda.

"Udah sarapan belom?" Tanya Rio.

"Udah, tadi di rumah." Sahut Nanda.

"Baguslah, berarti hari ini sudah siap bekerja keras hahaha..." Rio tertawa, Nanda nyengir keki.

Bersamaan dengan itu dua gadis cantik yang penampilannya selalu menarik, si Mona dan Bela memasuki kantor, sungguh macam bumi dan langit penampilan mereka dengan Nanda.

"Tumben Rio udah di kantor."

Celetuk Mona sambil duduk dengan cantik di tempatnya.

"Iyalah... emangnya kalian, dari tahun ke tahun tidak ada perubahan."

"Huuu enak aja." Bela memanyunkan bibirnya.

"Eh... apa nih." Mona mengambil map dengan catatan diatas mejanya.

"Dari Bang Radit" Kata Nanda memberitahu

"Hrhg.... selalu!"

Mona langsung terlihat kesal.

**----**

Warung Makan Ibu Yuni, begitu tulisan yang terpampang di spanduk depan warung, spanduk berwarna hijau cerah mencolok dengan warna tulisan merah menyala berukuran besar.

Di jam makan siang kantor, warung itu adalah salah satu warung yang paling ramai, selain menu yang disajikan beragam, rasanya juga terkenal lezat dan yang paling penting harganya ramah di kantong.

"Makan apa Nan?"

Tanya Rio ke arah Nanda yang berdiri disebelahnya ikut mengantri.

"Ayam goreng aja sama kentang balado, kasih sambel dikit."

"Itu doang?"

Nanda mengangguk.

"Kamu tugas nyari tempat duduk gih, biar aku yang ngantri."

Perintah Rio pula. Nanda pun menurut, lalu bergegas mencari bangku dan meja yang masih kosong.

Ini sudah bulan kedua Nanda bekerja menjadi pegawai magang, dan hampir setiap hari Nanda menghabiskan jam istirahat siangnya dengan Rio.

Untuk Nanda, bertemu Rio seperti bertemu kakak laki-laki yang selalu bisa diandalkan.

"Bikinin es jeruk dua mba, anterin ke meja saya ya."

Kata Rio dengan gaya santai khasnya pada salah satu pelayan warung, lalu berjalan ke arah Nanda dengan dua piring berisi makan siang mereka.

"Makan yang banyak, kamu belakangan pucat pasi macam cacing kurang olahraga."

Ujar Rio sambil meletakan piring makan siang Nanda.

"Ikh, emang cacing olahraga?"

"Olah ragalah, makanya dia langsing."

"Ikh..." Nanda nyengir.

Tak selang berapa lama seorang pelayan warung menghampiri mereka, meletakan dua gelas es jeruk sesuai pesanan Rio.

"Ohh ya, soal alamat Bu Ratna kemarin, aku sudah datengin lagi, bener kata kamu udah tutup. Aku nyari-nyari info katanya dia tinggal di Menteng. Aku ada temen namanya Niko, dia dulu tinggal di Menteng."

"Niko?"

Nanda mengerutkan dahi, menatap Rio sejenak.

"Niko, teller Bank sebelah. Oh iya, kamu belum kenal yah. Dia temenku dari SMA, nanti aku nanya ke dia deh, sapa tau dia kenal."

Nanda mengangguk senang mendengarnya. Sungguh jika pencariannya langsung membuahkan hasil, ia amat bersyukur.

"Harusnya dari dulu ngomong sama aku, kan pasti udah ketemu."

Kata Rio lagi.

"Tadinya aku pengin nyari sendiri dibantu saudara, tapi akhirnya aku..."

Kalimat Nanda menggantung, ia menatap Rio lagi.

"Apa...? Aku apa? Aku tampan?"

"Huuu... tuh baru tampan."

Nanda menunjuk kepala Lele di atas piring Rio.

**-----**

Terpopuler

Comments

Lila Anggraini

Lila Anggraini

oke kita mulai ya simak alur cerita nanda

2022-08-30

0

🎎 Lestari Handayani 🌹

🎎 Lestari Handayani 🌹

hadir disini aaaahhhh... hehehe

2022-07-14

1

Adelia

Adelia

t

2022-06-03

0

lihat semua
Episodes
1 1. Selalu Ada Warna Dalam Coretan
2 2. Dia Yang Bernama Niko
3 3. Harapan Akan Selalu Ada
4 4. Hari Yang Panjang
5 5. Nanda Dan Mimpi Bodoh
6 6. Teman Rasa Kakak
7 7. Hati Itu Kini Menjadi Jingga
8 8. Rumah Dan Senyuman Hangat
9 9. Nyaman
10 10. Terimakasih Mimi
11 11. Badai Menanti Di Ujung Jalan
12 12. Selli Oh Selli.
13 13. Pulang
14 14. Bunga Mawar Selalu Berduri.
15 15. Angin Dari Jauh
16 16. Semerona Senja
17 17. Cerita Sahabat
18 18. Pamit
19 19. Secercah Cahaya
20 20. Rumah Berpagar Putih
21 21. Surat Untuk Nanda
22 22. Tak Ada Yang Sempurna
23 23. Bianglala Putih
24 24. Jangan Salahkan Cinta
25 25. Salah Pilih
26 26. Maafkan Aku Mencintainya
27 27. Wanita Pilihan Hati
28 28. Curiga
29 29. Batas Cinta Dan Benci
30 30. Luka Dari Masa Lalu
31 31. Pertemuan Tak Disengaja
32 32. Keputusan Nanda
33 33. Telfon Tengah Malam
34 34. Pelukan Untuk Selli
35 35. Tak Ada Yang Instan Sell...
36 36. Kabar
37 37. Tanda Tanya
38 38. Lelah
39 39. Serpihan Masa Lalu
40 40. Ujian Cinta Nanda
41 41. Pesan Singkat Pak Dadang
42 42. Cemburu
43 43. Kepergian Nanda
44 44. Heartache
45 45. Peluang Kerja
46 46. Kabar Selli
47 47. Memaafkan Masa Lalu
48 48. Cowok Idaman
49 49. Kenangan Tentang Seseorang
50 50. Gosip
51 51. Bulan Merindu
52 52. Satu Hati Untuk Dua Ibu
53 53. Perjalanan Panjang
54 54. Akhirnya
55 55. Calon Pengantin
56 56. Ikhlas Itu Berat
57 57. Hujan Gerimis
58 58. Jika Esok Tak Ada Lagi
59 59. Musim Berganti
60 60. Happy Wedding
61 61. PENUTUP
62 62. Othor Menyapa
Episodes

Updated 62 Episodes

1
1. Selalu Ada Warna Dalam Coretan
2
2. Dia Yang Bernama Niko
3
3. Harapan Akan Selalu Ada
4
4. Hari Yang Panjang
5
5. Nanda Dan Mimpi Bodoh
6
6. Teman Rasa Kakak
7
7. Hati Itu Kini Menjadi Jingga
8
8. Rumah Dan Senyuman Hangat
9
9. Nyaman
10
10. Terimakasih Mimi
11
11. Badai Menanti Di Ujung Jalan
12
12. Selli Oh Selli.
13
13. Pulang
14
14. Bunga Mawar Selalu Berduri.
15
15. Angin Dari Jauh
16
16. Semerona Senja
17
17. Cerita Sahabat
18
18. Pamit
19
19. Secercah Cahaya
20
20. Rumah Berpagar Putih
21
21. Surat Untuk Nanda
22
22. Tak Ada Yang Sempurna
23
23. Bianglala Putih
24
24. Jangan Salahkan Cinta
25
25. Salah Pilih
26
26. Maafkan Aku Mencintainya
27
27. Wanita Pilihan Hati
28
28. Curiga
29
29. Batas Cinta Dan Benci
30
30. Luka Dari Masa Lalu
31
31. Pertemuan Tak Disengaja
32
32. Keputusan Nanda
33
33. Telfon Tengah Malam
34
34. Pelukan Untuk Selli
35
35. Tak Ada Yang Instan Sell...
36
36. Kabar
37
37. Tanda Tanya
38
38. Lelah
39
39. Serpihan Masa Lalu
40
40. Ujian Cinta Nanda
41
41. Pesan Singkat Pak Dadang
42
42. Cemburu
43
43. Kepergian Nanda
44
44. Heartache
45
45. Peluang Kerja
46
46. Kabar Selli
47
47. Memaafkan Masa Lalu
48
48. Cowok Idaman
49
49. Kenangan Tentang Seseorang
50
50. Gosip
51
51. Bulan Merindu
52
52. Satu Hati Untuk Dua Ibu
53
53. Perjalanan Panjang
54
54. Akhirnya
55
55. Calon Pengantin
56
56. Ikhlas Itu Berat
57
57. Hujan Gerimis
58
58. Jika Esok Tak Ada Lagi
59
59. Musim Berganti
60
60. Happy Wedding
61
61. PENUTUP
62
62. Othor Menyapa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!