Hari mulai senja. Warna lembayung seolah mulai menyapu langit dari ujung ke ujung. Menghiasi wajah-wajah langit mengiring mentari kembali ke peraduan.
Nanda duduk di salah satu bangku di metromini yang penuh sesak. Kepalanya bersandar pada jendela kaca yang sedikit dibiarkan terbuka agar tak terlalu pengap. Matanya nanar menatap jalanan.
"Sudah hampir satu tahun Ibu Ratna tidak ada kabar berita, sekarang kamu sudah menyelesaikan kuliah, Nenek ingin sekali bisa menemuinya lagi, ingin mengucapkan banyak terimakasih."
Hari itu musim hujan pertama, riuh suara gemericik air yang turun dari langit menyentuh atap terdengar syahdu. Nanda duduk di samping Nenek yang terbaring sakit, tangannya menggenggam tangan Nenek yang hangat.
"Nanda akan cari beliau Nek, Nanda juga ingin bertemu beliau." Lirih Nanda pilu.
Terbayang wajah Ibu Ratna yang ayu, dengan penampilannya yang begitu anggun dan pembawaannya yang begitu berwibawa. Nanda masih kecil saat melihat Ibu Ratna pertama dan terakhir kali.
Yah saat itu, tanggal dua belas Januari tahun dua ribu delapan, tepat hari ketiga di mana kedua orangtua Nanda di makamkan, Ibu Ratna datang ke rumah Nenek untuk mengucapkan bela sungkawa, memperkenalkan diri sebagai mantan teman kerja Ayah saat ada di Jakarta.
"Ibu jangan khawatir untuk semua kebutuhan Nanda, biarlah saya yang akan menanggung, sekolah dan sebagainya saya pastikan akan menanggung semuanya."
"Tapi..." Nenek tampak ragu, Ibu Ratna tersenyum anggun.
"Saya banyak hutang dengan Ayah Nanda, biarkan saya melunasinya."
Begitu Ibu Ratna beralasan.
Hari berlalu, Nanda dan Nenek mulai berfikir bahwa tidak mungkin Ibu Ratna yang bukan orang biasa saja itu memiliki hutang begitu banyak pada Ayah yang hanya sekedar pegawai biasa di perusahaan kecil.
Entah apa yang Ibu Ratna maksud dengan hutang, tapi Nanda makin dewasa makin yakin itu bukan hutang uang, karena jumlah yang Nanda terima jelas tidak mungkin jika Ayah Nanda bisa meminjamkan pada orang lain.
"Pasar Minggu... Pasar Minggu."
Tiba-tiba suara lantang terdengar. Penumpang bersiap turun. Nanda juga buru-buru membenahi tasnya, kawasan rumah kontrakannya sudah dekat.
**-----------**
Tepat Nanda turun dari metromini, suara adzan Maghrib berkumandang. Nanda mempercepat langkah kecilnya menyusuri jalanan kecil dari belokan gang menuju tempat kontrakannya.
Lampu-lampu jalan dan lampu teras rumah orang mulai berpendar. Sepi. Sunyi. Sama sebagaimana hidup Nanda selama ini.
Menjadi seorang yatim piatu sejak berusia tujuh tahun, membuat Nanda tak punya banyak kenangan bersama kedua orangtuanya. Hidupnya begitu hampa, ibarat langit yang sepanjang hari tertutup awan mendung tebal.
Nanda masih menyusuri jalanan menuju rumah kontrakannya saat tiba-tiba ia mendengar suara kucing kecil seolah minta tolong, merasa iba Nanda pun bergegas mencari asal suara.
Tak jauh dari Nanda tadi pertama mendengar suara, ada sebuah lubang selokan, Nanda berjongkok untuk memastikan suara anak kucing itu memang berasal dari sana. Dinyalakannya senter di hpnya agar bisa lebih mudah untuk melihat ke arah dalam lubang selokan, dan benar saja, seekor anak kucing terjebak disana.
Nanda pun melepas tas dari bahunya, diletakkannya begitu saja disampingnya, begitupun juga hpnya. Ia mencoba meraih anak kucing itu dengan tangannya tapi tak bisa. posisi anak kucing itu lebih dalam dari apa yang Nanda kira.
Nanda menatap anak kucing itu dengan tatapan bersalah, ia berulangkali mencoba tapi tangannya tak mampu menjangkau. Nanda memutar otak untuk mencari cara lain agar tetap bisa menolong anak kucing malang itu.
Yah, anak kucing malang yang sendirian sebagaimana Nanda selama ini, begitu Nanda merasa.
Disaat Nanda celingak-celinguk berharap ada orang lain yang lewat untuk dimintai tolong, sebuah sepeda motor mendekat dan kemudian berhenti. Seorang cowok turun dari sana, membuka helm lalu menghampiri Nanda.
"Ngapain mba?"
Tanya si cowok pada Nanda yang berjongkok didekat lobang selokan seorang diri.
"Anak kucing Mas, kasian."
Kata Nanda menjauh dari lobang agar cowok itu bisa melihat sendiri. Cowok itupun berjongkok, mencoba melihat ke dalam lobang selokan, suara anak kucing terdengar mulai melemah.
"Tolong senternya mba." Kata cowok itu cepat.
Nanda segera menurut, diarahkannya senter hp nya ke arah lobang selokan dan terlihat anak kucing yang mulai lemah menatap keduanya dengan tatapan memohon yang begitu dalam.
Cowok itupun mengulurkan tangannya, menjangkau anak kucing dengan sekali raih. Nanda sampai tak sadar memegangi lengan cowok itu sambil berulang kali mengucapkan terimakasih.
"Kucing mba bukan?" Tanya si Cowok.
Nanda yang tiba-tiba sadar tangannya berada ditempat yang tidak seharusnya cepat-cepat menariknya. Ia menggeleng untuk menjawab pertanyaan si cowok.
"Miaau... miaau."
Anak kucing itu mengeong, tubuhnya basah dan kotor.
"Kita bawa ke klinik hewan dekat sini, sepertinya dia dehidrasi, pasti sudah lebih dari setengah hari dia disana." Ujar si cowok seraya berdiri.
Nanda meraih tasnya, lalu ikut berdiri juga.
"Ki... Kita?" Nanda bingung
Cowok itu mengangguk lalu menyerahkan anak kucing itu pada Nanda.
"Aku susah bawa dia sambil nyetir motor kan."
"Hah... Ta... tapi..."
Nanda menatap si anak kucing yang juga menatapnya. hihi...
**-----------**
Entah skenario apa yg membuat Nanda akhirnya duduk di depan klinik hewan itu. Menatap jalanan yang penuh oleh kendaraan berlalu lalang.
Hari semakin gelap. Nanda merasa benar-benar sudah gerah dan ingin segera pulang untuk mandi dan istirahat. Tapi...
Nanda melongok ke dalam ruangan klinik melalui kaca. Cowok tadi terlihat masih sibuk bicara, di luar dugaan Nanda, cowok itu sungguh-sungguh peduli dengan si anak kucing.
Nanda menghela nafas panjang, ia menatap langit seolah bertanya pada bulan harus bagaimana, haruskah ia pamit pulang? Tapi ia yang membuat cowok itu menolong si anak kucing dari dalam selokan? Bukankah itu sikap yang tidak bertanggungjawab jika Nanda malah pulang lebih dulu?
Nanda sibuk berpikir tak jelas, sampai kemudian terdengar dering hp nya mengabarkan ada panggilan masuk.
Nanda menatap sejenak layar hp ditangannya, terlihat nama Bibinya, yang tidak lain adalah ibu Selli.
"Yah Bi..."
Nanda akhirnya mengangkat panggilan Bibinya.
"Kamu ini, kalo di telfon kebiasaan ngangkatnya lama." Omel Bibi dari seberang sana.
Nanda diam saja. Sudah biasa Bibinya bersikap begitu. Sejak orangtua Nanda masih hidup, apalagi setelah mereka tiada, sikap Bibi Marsini memang begitu kepada Nanda.
"Bibi sudah dengar dari Selli, kamu katanya keluar dari rumah Selli tanpa pamit dulu, bisa-bisanya kamu begitu sama Selli, sudah bagus sampai Jakarta ada yang nampung, malah tidak tahu terimakasih."
Bibi Marsini meneruskan omelannya.
"Kamu harusnya bersyukur, di usia Selli yang cuma beda dua tahun dari kamu itu dia sudah sukses di Jakarta, dia masih baik nampung kamu, bersedia repot, tapi apa kamu malah begitu, bikin masalah, kalau ada apa-apa kamu mau ya Selli kena marah Nenek? Bibi juga dimarahin Nenek? kamu itu dari dulu selalu seenaknya sendiri, manja, tidak pernah dewasa, tidak bisa menghargai orang lain."
Mendengar Omelan Bibi Marsini yang seolah tak mau berhenti itu, nyatanya cukup membuat emosi Nanda akhirnya ingin terpancing, ia ingin sekali balik memaki Bibi, membuka semuanya agar ia bisa berhenti bicara seenaknya, tapi...
"Dari dulu Bibi sudah sering bilang, belajar seperti Selli, dia bukan cuma cantik tapi baik hati, makanya hidupnya selalu beruntung. Kamu ini, suka sekali membuat masalah, suka membuat Selli yang akhirnya kena marah Nenek karena ulah mu."
Nanda sejenak menghela nafas, mencoba meredam emosinya agar tidak sampai pecah, dijauhkannya hp nya agar suara Bibi tidak terdengar, bersamaan dengan itu cowok yang tadi mengajaknya ke klinik keluar dan menghampiri Nanda.
"Sori lama, Kitten nya untuk beberapa hari ini biar dirawat di sini dulu"
Katanya, lalu tersenyum. Sesaat Nanda merasa terkesiap, senyum itu... manis sekali.
"Oh yah, kenalin, aku Niko."
Cowok itu mengulurkan tangannya, Nanda menerima uluran tangan itu dan mereka berjabat tangan.
"Nanda."
Di seberang sana, Bibi Marsini masih mengomel, tidak menyadari jika Nanda sudah tidak mendengarkan omelan dia lagi.
**-------------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Aisyah Diany Zahra
masih nyimak
2022-09-04
0
༺❥ⁿᵃᵃꨄ۵᭄
wkwkwkwk kebnykkn omong pusing nanda dgr nya abaikn aj lh,,,,
2022-04-27
0
Adinda
wkwkwk .. kesian si bibik di kacangin .. ngomel sono sama rumput yg berjoget
2022-03-22
1