2. Dia Yang Bernama Niko

Hari mulai senja. Warna lembayung seolah mulai menyapu langit dari ujung ke ujung. Menghiasi wajah-wajah langit mengiring mentari kembali ke peraduan.

Nanda duduk di salah satu bangku di metromini yang penuh sesak. Kepalanya bersandar pada jendela kaca yang sedikit dibiarkan terbuka agar tak terlalu pengap. Matanya nanar menatap jalanan.

"Sudah hampir satu tahun Ibu Ratna tidak ada kabar berita, sekarang kamu sudah menyelesaikan kuliah, Nenek ingin sekali bisa menemuinya lagi, ingin mengucapkan banyak terimakasih."

Hari itu musim hujan pertama, riuh suara gemericik air yang turun dari langit menyentuh atap terdengar syahdu. Nanda duduk di samping Nenek yang terbaring sakit, tangannya menggenggam tangan Nenek yang hangat.

"Nanda akan cari beliau Nek, Nanda juga ingin bertemu beliau." Lirih Nanda pilu.

Terbayang wajah Ibu Ratna yang ayu, dengan penampilannya yang begitu anggun dan pembawaannya yang begitu berwibawa. Nanda masih kecil saat melihat Ibu Ratna pertama dan terakhir kali.

Yah saat itu, tanggal dua belas Januari tahun dua ribu delapan, tepat hari ketiga di mana kedua orangtua Nanda di makamkan, Ibu Ratna datang ke rumah Nenek untuk mengucapkan bela sungkawa, memperkenalkan diri sebagai mantan teman kerja Ayah saat ada di Jakarta.

"Ibu jangan khawatir untuk semua kebutuhan Nanda, biarlah saya yang akan menanggung, sekolah dan sebagainya saya pastikan akan menanggung semuanya."

"Tapi..." Nenek tampak ragu, Ibu Ratna tersenyum anggun.

"Saya banyak hutang dengan Ayah Nanda, biarkan saya melunasinya."

Begitu Ibu Ratna beralasan.

Hari berlalu, Nanda dan Nenek mulai berfikir bahwa tidak mungkin Ibu Ratna yang bukan orang biasa saja itu memiliki hutang begitu banyak pada Ayah yang hanya sekedar pegawai biasa di perusahaan kecil.

Entah apa yang Ibu Ratna maksud dengan hutang, tapi Nanda makin dewasa makin yakin itu bukan hutang uang, karena jumlah yang Nanda terima jelas tidak mungkin jika Ayah Nanda bisa meminjamkan pada orang lain.

"Pasar Minggu... Pasar Minggu."

Tiba-tiba suara lantang terdengar. Penumpang bersiap turun. Nanda juga buru-buru membenahi tasnya, kawasan rumah kontrakannya sudah dekat.

**-----------**

Tepat Nanda turun dari metromini, suara adzan Maghrib berkumandang. Nanda mempercepat langkah kecilnya menyusuri jalanan kecil dari belokan gang menuju tempat kontrakannya.

Lampu-lampu jalan dan lampu teras rumah orang mulai berpendar. Sepi. Sunyi. Sama sebagaimana hidup Nanda selama ini.

Menjadi seorang yatim piatu sejak berusia tujuh tahun, membuat Nanda tak punya banyak kenangan bersama kedua orangtuanya. Hidupnya begitu hampa, ibarat langit yang sepanjang hari tertutup awan mendung tebal.

Nanda masih menyusuri jalanan menuju rumah kontrakannya saat tiba-tiba ia mendengar suara kucing kecil seolah minta tolong, merasa iba Nanda pun bergegas mencari asal suara.

Tak jauh dari Nanda tadi pertama mendengar suara, ada sebuah lubang selokan, Nanda berjongkok untuk memastikan suara anak kucing itu memang berasal dari sana. Dinyalakannya senter di hpnya agar bisa lebih mudah untuk melihat ke arah dalam lubang selokan, dan benar saja, seekor anak kucing terjebak disana.

Nanda pun melepas tas dari bahunya, diletakkannya begitu saja disampingnya, begitupun juga hpnya. Ia mencoba meraih anak kucing itu dengan tangannya tapi tak bisa. posisi anak kucing itu lebih dalam dari apa yang Nanda kira.

Nanda menatap anak kucing itu dengan tatapan bersalah, ia berulangkali mencoba tapi tangannya tak mampu menjangkau. Nanda memutar otak untuk mencari cara lain agar tetap bisa menolong anak kucing malang itu.

Yah, anak kucing malang yang sendirian sebagaimana Nanda selama ini, begitu Nanda merasa.

Disaat Nanda celingak-celinguk berharap ada orang lain yang lewat untuk dimintai tolong, sebuah sepeda motor mendekat dan kemudian berhenti. Seorang cowok turun dari sana, membuka helm lalu menghampiri Nanda.

"Ngapain mba?"

Tanya si cowok pada Nanda yang berjongkok didekat lobang selokan seorang diri.

"Anak kucing Mas, kasian."

Kata Nanda menjauh dari lobang agar cowok itu bisa melihat sendiri. Cowok itupun berjongkok, mencoba melihat ke dalam lobang selokan, suara anak kucing terdengar mulai melemah.

"Tolong senternya mba." Kata cowok itu cepat.

Nanda segera menurut, diarahkannya senter hp nya ke arah lobang selokan dan terlihat anak kucing yang mulai lemah menatap keduanya dengan tatapan memohon yang begitu dalam.

Cowok itupun mengulurkan tangannya, menjangkau anak kucing dengan sekali raih. Nanda sampai tak sadar memegangi lengan cowok itu sambil berulang kali mengucapkan terimakasih.

"Kucing mba bukan?" Tanya si Cowok.

Nanda yang tiba-tiba sadar tangannya berada ditempat yang tidak seharusnya cepat-cepat menariknya. Ia menggeleng untuk menjawab pertanyaan si cowok.

"Miaau... miaau."

Anak kucing itu mengeong, tubuhnya basah dan kotor.

"Kita bawa ke klinik hewan dekat sini, sepertinya dia dehidrasi, pasti sudah lebih dari setengah hari dia disana." Ujar si cowok seraya berdiri.

Nanda meraih tasnya, lalu ikut berdiri juga.

"Ki... Kita?" Nanda bingung

Cowok itu mengangguk lalu menyerahkan anak kucing itu pada Nanda.

"Aku susah bawa dia sambil nyetir motor kan."

"Hah... Ta... tapi..."

Nanda menatap si anak kucing yang juga menatapnya. hihi...

**-----------**

Entah skenario apa yg membuat Nanda akhirnya duduk di depan klinik hewan itu. Menatap jalanan yang penuh oleh kendaraan berlalu lalang.

Hari semakin gelap. Nanda merasa benar-benar sudah gerah dan ingin segera pulang untuk mandi dan istirahat. Tapi...

Nanda melongok ke dalam ruangan klinik melalui kaca. Cowok tadi terlihat masih sibuk bicara, di luar dugaan Nanda, cowok itu sungguh-sungguh peduli dengan si anak kucing.

Nanda menghela nafas panjang, ia menatap langit seolah bertanya pada bulan harus bagaimana, haruskah ia pamit pulang? Tapi ia yang membuat cowok itu menolong si anak kucing dari dalam selokan? Bukankah itu sikap yang tidak bertanggungjawab jika Nanda malah pulang lebih dulu?

Nanda sibuk berpikir tak jelas, sampai kemudian terdengar dering hp nya mengabarkan ada panggilan masuk.

Nanda menatap sejenak layar hp ditangannya, terlihat nama Bibinya, yang tidak lain adalah ibu Selli.

"Yah Bi..."

Nanda akhirnya mengangkat panggilan Bibinya.

"Kamu ini, kalo di telfon kebiasaan ngangkatnya lama." Omel Bibi dari seberang sana.

Nanda diam saja. Sudah biasa Bibinya bersikap begitu. Sejak orangtua Nanda masih hidup, apalagi setelah mereka tiada, sikap Bibi Marsini memang begitu kepada Nanda.

"Bibi sudah dengar dari Selli, kamu katanya keluar dari rumah Selli tanpa pamit dulu, bisa-bisanya kamu begitu sama Selli, sudah bagus sampai Jakarta ada yang nampung, malah tidak tahu terimakasih."

Bibi Marsini meneruskan omelannya.

"Kamu harusnya bersyukur, di usia Selli yang cuma beda dua tahun dari kamu itu dia sudah sukses di Jakarta, dia masih baik nampung kamu, bersedia repot, tapi apa kamu malah begitu, bikin masalah, kalau ada apa-apa kamu mau ya Selli kena marah Nenek? Bibi juga dimarahin Nenek? kamu itu dari dulu selalu seenaknya sendiri, manja, tidak pernah dewasa, tidak bisa menghargai orang lain."

Mendengar Omelan Bibi Marsini yang seolah tak mau berhenti itu, nyatanya cukup membuat emosi Nanda akhirnya ingin terpancing, ia ingin sekali balik memaki Bibi, membuka semuanya agar ia bisa berhenti bicara seenaknya, tapi...

"Dari dulu Bibi sudah sering bilang, belajar seperti Selli, dia bukan cuma cantik tapi baik hati, makanya hidupnya selalu beruntung. Kamu ini, suka sekali membuat masalah, suka membuat Selli yang akhirnya kena marah Nenek karena ulah mu."

Nanda sejenak menghela nafas, mencoba meredam emosinya agar tidak sampai pecah, dijauhkannya hp nya agar suara Bibi tidak terdengar, bersamaan dengan itu cowok yang tadi mengajaknya ke klinik keluar dan menghampiri Nanda.

"Sori lama, Kitten nya untuk beberapa hari ini biar dirawat di sini dulu"

Katanya, lalu tersenyum. Sesaat Nanda merasa terkesiap, senyum itu... manis sekali.

"Oh yah, kenalin, aku Niko."

Cowok itu mengulurkan tangannya, Nanda menerima uluran tangan itu dan mereka berjabat tangan.

"Nanda."

Di seberang sana, Bibi Marsini masih mengomel, tidak menyadari jika Nanda sudah tidak mendengarkan omelan dia lagi.

**-------------**

Terpopuler

Comments

Aisyah Diany Zahra

Aisyah Diany Zahra

masih nyimak

2022-09-04

0

༺❥ⁿᵃᵃ​ꨄ۵​᭄

༺❥ⁿᵃᵃ​ꨄ۵​᭄

wkwkwkwk kebnykkn omong pusing nanda dgr nya abaikn aj lh,,,,

2022-04-27

0

Adinda

Adinda

wkwkwk .. kesian si bibik di kacangin .. ngomel sono sama rumput yg berjoget

2022-03-22

1

lihat semua
Episodes
1 1. Selalu Ada Warna Dalam Coretan
2 2. Dia Yang Bernama Niko
3 3. Harapan Akan Selalu Ada
4 4. Hari Yang Panjang
5 5. Nanda Dan Mimpi Bodoh
6 6. Teman Rasa Kakak
7 7. Hati Itu Kini Menjadi Jingga
8 8. Rumah Dan Senyuman Hangat
9 9. Nyaman
10 10. Terimakasih Mimi
11 11. Badai Menanti Di Ujung Jalan
12 12. Selli Oh Selli.
13 13. Pulang
14 14. Bunga Mawar Selalu Berduri.
15 15. Angin Dari Jauh
16 16. Semerona Senja
17 17. Cerita Sahabat
18 18. Pamit
19 19. Secercah Cahaya
20 20. Rumah Berpagar Putih
21 21. Surat Untuk Nanda
22 22. Tak Ada Yang Sempurna
23 23. Bianglala Putih
24 24. Jangan Salahkan Cinta
25 25. Salah Pilih
26 26. Maafkan Aku Mencintainya
27 27. Wanita Pilihan Hati
28 28. Curiga
29 29. Batas Cinta Dan Benci
30 30. Luka Dari Masa Lalu
31 31. Pertemuan Tak Disengaja
32 32. Keputusan Nanda
33 33. Telfon Tengah Malam
34 34. Pelukan Untuk Selli
35 35. Tak Ada Yang Instan Sell...
36 36. Kabar
37 37. Tanda Tanya
38 38. Lelah
39 39. Serpihan Masa Lalu
40 40. Ujian Cinta Nanda
41 41. Pesan Singkat Pak Dadang
42 42. Cemburu
43 43. Kepergian Nanda
44 44. Heartache
45 45. Peluang Kerja
46 46. Kabar Selli
47 47. Memaafkan Masa Lalu
48 48. Cowok Idaman
49 49. Kenangan Tentang Seseorang
50 50. Gosip
51 51. Bulan Merindu
52 52. Satu Hati Untuk Dua Ibu
53 53. Perjalanan Panjang
54 54. Akhirnya
55 55. Calon Pengantin
56 56. Ikhlas Itu Berat
57 57. Hujan Gerimis
58 58. Jika Esok Tak Ada Lagi
59 59. Musim Berganti
60 60. Happy Wedding
61 61. PENUTUP
62 62. Othor Menyapa
Episodes

Updated 62 Episodes

1
1. Selalu Ada Warna Dalam Coretan
2
2. Dia Yang Bernama Niko
3
3. Harapan Akan Selalu Ada
4
4. Hari Yang Panjang
5
5. Nanda Dan Mimpi Bodoh
6
6. Teman Rasa Kakak
7
7. Hati Itu Kini Menjadi Jingga
8
8. Rumah Dan Senyuman Hangat
9
9. Nyaman
10
10. Terimakasih Mimi
11
11. Badai Menanti Di Ujung Jalan
12
12. Selli Oh Selli.
13
13. Pulang
14
14. Bunga Mawar Selalu Berduri.
15
15. Angin Dari Jauh
16
16. Semerona Senja
17
17. Cerita Sahabat
18
18. Pamit
19
19. Secercah Cahaya
20
20. Rumah Berpagar Putih
21
21. Surat Untuk Nanda
22
22. Tak Ada Yang Sempurna
23
23. Bianglala Putih
24
24. Jangan Salahkan Cinta
25
25. Salah Pilih
26
26. Maafkan Aku Mencintainya
27
27. Wanita Pilihan Hati
28
28. Curiga
29
29. Batas Cinta Dan Benci
30
30. Luka Dari Masa Lalu
31
31. Pertemuan Tak Disengaja
32
32. Keputusan Nanda
33
33. Telfon Tengah Malam
34
34. Pelukan Untuk Selli
35
35. Tak Ada Yang Instan Sell...
36
36. Kabar
37
37. Tanda Tanya
38
38. Lelah
39
39. Serpihan Masa Lalu
40
40. Ujian Cinta Nanda
41
41. Pesan Singkat Pak Dadang
42
42. Cemburu
43
43. Kepergian Nanda
44
44. Heartache
45
45. Peluang Kerja
46
46. Kabar Selli
47
47. Memaafkan Masa Lalu
48
48. Cowok Idaman
49
49. Kenangan Tentang Seseorang
50
50. Gosip
51
51. Bulan Merindu
52
52. Satu Hati Untuk Dua Ibu
53
53. Perjalanan Panjang
54
54. Akhirnya
55
55. Calon Pengantin
56
56. Ikhlas Itu Berat
57
57. Hujan Gerimis
58
58. Jika Esok Tak Ada Lagi
59
59. Musim Berganti
60
60. Happy Wedding
61
61. PENUTUP
62
62. Othor Menyapa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!