Gerimis masih turun saat Nanda menuju kontrakannya. Tak ada payung, Nanda terpaksa menggunakan satu-satunya tas yang ia miliki untuk menutupi kepalanya.
Nanda berlari kecil menyusuri jalanan. Sampai akhirnya ia berada di ujung jalan dekat rumah kontrakannya dan betapa kagetnya Nanda saat melihat seseorang menunggu di sana.
Sejenak Nanda pun berhenti, mengabaikan guyuran gerimis yang semakin membasahi tas satu-satunya.
"Niko." Nanda bergumam, lalu melangkah perlahan mendekati kontrakannya.
Niko di depan rumah kontrakan Nanda tampak melambai sambil tersenyum, meski terlihat samar-samar, tapi Nanda tau senyum itu begitu manis.
"Tadi aku lihat kamu naik metromini dari halte, aku panggil-panggil ngga denger." Kata Niko.
"Oh... Iyah." Nanda tersenyum canggung.
"Ngg... maaf kalau boleh tau, ada apa yah Niko?" Tanya Nanda pada Niko, ia tidak biasa menerima tamu laki-laki.
"Ohh..." Niko sejenak menggeser posisi berdirinya yang sedikit menghalangi pintu karena Nanda terus berdiri di jalanan dan gerimis membasahi dirinya.
Nanda kemudian pelahan menuju pintu kontrakannya.
"Ada yang mau aku bicarakan soal Bu Ratna, aku ngga bisa ngomong di depan Rio, jadi aku mampir."
"Ngg... "
Nanda menatap langit yang hitam pekat, gerimis kini terlihat seperti tirai air yang menghalangi cahaya bulan jatuh ke bumi.
"Tapi, maaf Niko... ini sudah malam, ngga pantas rasanya kalau aku nerima tamu cowok di rumah kontrakan saat aku sendirian."
Lirih Nanda akhirnya, namun kalimat itu cukup membuat Niko terkesiap.
Hari ini. Tahun 2019. Bagaimana bisa? begitu batin Niko takjub. Niko menatap Nanda sejenak, lalu..
"Ah yah, ngga apa, besok lagi saja, aku yang harusnya minta maaf Nan, aku minta nomor hp Nanda saja boleh?" Ujar Niko kemudian.
Nanda mengangguk, lalu menyebutkan nomor hpnya untuk Niko simpan.
"Aku pamit yah, met rehat." Kata Niko pula, Nanda mengangguk lagi.
Niko kemudian naik ke motornya, dan meninggalkan rumah kontrakan Nanda.
"Fiuuuh..." Nanda mengelus dadanya yang tiba-tiba berdegup tak beraturan. Ada yang terasa merayap di relung hatinya, sesuatu yang asing, sesuatu yang tak bisa Nanda jelaskan.
Nanda membuka pintu kontrakannya, lalu masuk dan kembali mengunci pintu. Menyalakan lampu, dan berjalan cepat ke kamar mandi.
"Baru kali ini aku lihat Niko perhatian sama cewek lagi." Tiba-tiba suara Rio tadi siang terngiang.
"Sepertinya kamu berbeda dari yang lain di mata Niko." Tambah Rio pula.
"Ah apaan sih, ngga jelas." Nanda berusaha menyanggah, meski hatinya mulai merasa terusik.
"Dia mengalami hal ngga enak dengan ceweknya dua tahun lalu, sejak itu dia agak jauhin cewek, aku sampai khawatir dia bener-bener trauma sama cewek, tapi lihat dia hari ini ke kamu, aku kayak liat Niko berbeda."
"Berbeda apa, biasa aja."
"Kamu ngga ngerasa karena baru kenal, aku yang tahu."
"Pasti itu perasaan Rio saja." Sanggah Nanda, lalu cepat masuk ke dalam kantornya, menghindari pembicaraan soal Niko lebih lanjut. Nanda takut pembicaraan itu akan membuat perasaannya berkembang tanpa alasan yang jelas.
Tapi, malam ini...
Nanda menatap bayangan dirinya di cermin kamar mandi. Rambut sebahunya basah, wajahnya juga.
"Apa yang kamu harapkan Nan?"
Nanda seolah bertanya pada bayangannya sendiri. Tanya yang tak akan bisa dijawab bayangannya, pun juga oleh hatinya.
**---------**
Malam ini Nanda memutuskan makan malam dengan Mie Cup saja. Ia tak ada waktu untuk mencari makan keluar, apalagi dihari gerimis seperti ini.
Nanda duduk lesehan di atas karpet kontrakannya, menikmati Mie Cup sambil mendengarkan lagu milik payung teduh.
"Dia mengalami hal ngga enak dengan ceweknya dua tahun lalu, sejak itu dia agak jauhin cewek, tapi lihat dia hari ini ke kamu, aku kayak liat Niko berbeda."
Lagi-lagi suara Rio yang menceritakan soal masa lalu Niko terngiang.
Nanda menghela nafas. Bersamaan dengan itu bayangan Niko saat menolong anak kucing hingga perkenalan pertama mereka kembali mengusik juga.
Nanda menghentikan acara makannya. Tiba-tiba nafsu makannya menguap.
"Ini ngga bener Nanda... ini ngga bener. Fokus sama misimu..." Gumamnya seorang diri.
Nanda menatap langit-langit kamar dengan gelisah, ia terlalu sadar diri hidupnya terlalu menyedihkan untuk berharap lebih pada seorang cowok.
"Jangan mikir pacaran, sekolah saja, nanti kalau sudah sukses baru boleh."
Begitu kata Nenek waktu Nanda di SMA dan ada cowok main ke rumah, selang sebulan berikutnya tiba-tiba cowok itu jadian sama Selli.
"Aldo itu dari awal deketin Nanda memang aslinya cuma buat alasan deket Selli, Ibu saja yang berlebihan."
Lalu komentar Bibi Marsini akan selalu menyakitkan setelahnya.
"Terserah dia mau dengan siapa aslinya, tapi memang Nanda disiapkan bukan untuk cuma bisa pacaran, dia harus berhasil supaya Bu Ratna tidak kecewa sudah membantunya selama ini."
Yah... begitulah Nenek selalu mengulang kalimatnya. Nanda memejamkan matanya. Dia sampai hari ini belum jadi apa-apa, lalu saat nanti bertemu Ibu Ratna, Nanda harus bagaimana? Pertanyaan itupun akhirnya jadi turut mengusik.
Ya Tuhan... aku lelah... Lirih Nanda.
Tiba-tiba hp Nanda bergetar, satu pesan masuk terlihat.
"Nanda beda banget dari cewek lain, dia special."
Tampak pesan yang diteruskan dari seseorang oleh Rio , lalu...
"Apa kubilang, kamu beda Dimata Niko."
Begitu bunyi pesan berikutnya dari Rio.
**----------**
Nanda berjalan di sebuah taman yang dipenuhi bunga berwarna warni. Sayup angin yang lembut berhembus membuat wangi bunga merebak.
Nanda mengenakan gaun putih berenda yang cantik. Kepalanya di hiasi mahkota dari rangkaian bunga yang indah.
Nanda bernyanyi kecil sambil berjalan pelahan menyusuri taman. Tangannya menggapai bunga-bunga yang ia lewati.
Cahaya matahari bersinar keemasan. Berkilau-kilau di langit yang biru bersih tanpa gumpalan awan mendung.
"Nanda."
Tiba-tiba sebuah suara memanggil namanya.
Nanda mencari asal suara dan terlihat sesosok laki-laki yang mengenakan setelan jas putih. Silau cahaya matahari menghalangi pandangan Nanda untuk melihat wajah sosok itu.
"Siapa disana? siapa disana?"
Tanya Nanda sambil berusaha mendekat.
Namun sosok itu justru berbalik dan berjalan menjauh. Nanda mengejar sosok itu karena ingin melihat wajahnya.
"Tunggu... tunggu..." Nanda memanggil, tapi sosok itu abai.
Nanda terus mengejar, hingga kemudian mereka sampai di sebuah jembatan gantung diatas aliran sungai yang deras.
Nanda langkahnya sejenak terhenti... ia takut ketinggian.
Sosok itu berjalan menyebrangi jembatan, Nanda ingin terus melanjutkan langkahnya untuk mengejar sosok itu, namun kakinya tidak sanggup.
Nanda menyerah. Ia berdiri saja di tempatnya, menatap punggung sosok laki-laki berjas putih itu yang semakin menjauh
Angin berhembus dari arah seberang sungai, membuat jembatan gantung itu bergoyang. Nanda menatap ngeri dan semakin takut menyusul.
Laki-laki itu akhirnya sampai di ujung jembatan, ia kemudian berbalik lagi, menghadap kearah Nanda dari kejauhan.
"Nandaaaaaa..."
Ia memanggil nama Nanda dari sana.
Cahaya Matahari yang berkilau kembali menutupi penglihatan Nanda, membuat wajah sosok itu hanya samar terlihat.
Tapi, suara itu... Nanda kenal suara itu...
Yah... suara itu...
Suara Niko.
Nit Nit... Nit Nit...
Suara alarm dari hp Nanda berbunyi. Memaksa Nanda terbangun dari mimpinya.
"Ah ya Tuhan... apa aku sudah gila." Batin Nanda menyadari mimpi bodohnya.
**--------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Lisa Aulia
pertanda kali tu....
2021-11-20
0
Feriani Hia
❤️
2021-05-28
1
Titik pujiningdyah
mantab👍👍
2021-05-28
3