GADIS NEPTUNUS

GADIS NEPTUNUS

Episode 1

GADIS NEPTUNUS

Cast:

Kim Sae Ron as Athena Luna Minerva

Cha Eun Woo as Michael Noah Helios

Ro Woon as Orion William Helios

Kim Hye Yeon as Eleanor Venus Hebe

Kris Wu as Aresta Mark Helios

Park Ji Yeon as Hera Selena Leto

“Athena bodoh.”

“Noah kembalikan bukuku.”

“Ambil saja kalau kau bisa, hahaha.”

“Noah...”

Angin tenggara berembus menggugurkan dedaunan kering mengiring surya yang mulai tenggelam. Sepasang anak berusia 9 dan 10 tahun berlarian di dekat danau. Athena kecil mengejar Noah yang merampas buku biru muda miliknya. Postur tubuhnya yang kecil, membuatnya bersusah payah merebut kembali bukunya dari tangan Noah. Kesal, Athena menghentakkan sebelah kakinya ke tanah, lelah pun menghampirinya, dia duduk memeluk kedua kakinya, menelusupkan kepala di antara ruas kaki dan dadanya.

Sadar Athena tak lagi mengejarnya, Noah berbalik mendekati Athena yang berjongkok dengan menekuk kepala seraya menangis. Noah belum puas mengganggu gadis kecil itu. Dia membuka buku Athena dan membaca lembar pertama buku tersebut dengan keras.

“Wahai Neptunus, biarkan aku melihatnya. Hei, apa ini? Siapa yang kau panggil Neptunus?”

Tak ada jawaban, Athena masih menangis tak memperdulikan Noah. Noah membuka kembali lembaran lain dari buku Athena.

“Wahai Neptunus, Aku ingin meraih bintang. Apa sih? Kenapa Neptunus lagi yang kau tulis?”

Kali ini Athena mengangkat wajah sembabnya.

“Cerewet sekali. Kembalikan bukuku.”

“Tidak mau!” Noah menyembunyikan buku Athena ke belakang tubuhnya sebelum gadis kecil itu berhasil merebutnya.

Athena kembali berdiri dan menghentakkan kakinya, “menyebalkan, ambil saja bukunya, dasar orang kaya sombong," Athena berlari pergi setelah mengumpat Noah.

“Apa sih? Memangnya siapa yang sombong? Dasar Athena bodoh," gerutu Noah.

---

Sepuluh tahun berlalu.

Athena kerepotan menarik koper dan ransel yang ia bawa turun dari bus. Di tangannya sebuah kertas kecil dia pegang, tertulis sebuah alamat di sana. Raut wajahnya kebingungan mencari arah. Seorang gadis bertubuh mungil dengan rambut sebahu yang juga baru turun dari bus menjadi orang yang ia pilih untuk bertertanya.

“Permisi, apa kau tahu di mana alamat ini?” Athena menunjukan kertasnya pada gadis itu.

“Oh, jadi kau anak baru itu?”

“Maksudmu?”

“Kenalkan, namaku Venus, aku juga tinggal di sana. Kak Hera memberitahuku kemarin, dia bilang akan ada junior yang masuk ke rumah kita, jadi kau orangnya? Kebetulan sekali.”

Athena menyambut jabatan tangan yang gadis bernama Venus itu ulurkan. Kesan pertama yang membuat Athena menilai gadis itu cerewet karena cara bicaranya. Berbanding terbalik dengan dirinya yang pemalu dan tertutup.

“Kau menjabat tanganku tapi tidak menyebut namamu, bagaimana aku memanggilmu? Kita akan jadi teman serumah nanti.”

“Ah, namaku Athena.”

“Baiklah, ayo kita pulang. Aku bisa membantumu kalau boleh.” Venus melirik Athena yang memang terlihat kerepotan dengan bawaannya.

“Tidak perlu, aku bisa membawanya sendiri.”

“Benarkah? Baiklah. Ayo cepat, aku punya cheese cake dan Pomade juice di rumah.”

“Terima kasih.”

“Ah, jangan sungkan. Kau benar-benar tidak perlu kubantu?”

Athena menggelengkan kepalanya. Mereka berjalan beriringan menuju tempat tinggal mereka. Meski banyak bicara, Athena bersyukur teman serumahnya baik. Dia sempat khawatir akan mendapat teman serumah yang judes atau sombong, beruntung itu tidak terjadi.

Athena menghabiskan setengah dari potongan kecil yang Venus suguhkan untuknya, dia meneguk pomade juice-nya sedikit, lalu melempar pandangannya ke arah laut. Ya, rumah kostannya berada di sisi laut. Rumah kecil bergaya minimalis itu memiliki balkon samping rumah yang menghadap ke laut.

“Di sini hanya ada kita bertiga, malam nanti Kak Hera pulang, jangan kaget melihatnya, wajahnya memang sedikit judes, tapi dia wanita yang baik.” Venus muncul dari dalam dengan segelas Pomade juice-nya, dia duduk di depan Athena.

“Hmm,” Athena mengangguk.

“Hei, apa itu?” Venus meraih sebuah buku yang tergeletak di meja. Buku itu milik Athena.

“Mantra Neptunus?”

“Hanya sebuah buku fiksi fantasi.”

“Woaaahh, apa isinya menarik?”

“Kau boleh membacanya, seseorang menghadiahkannya padaku saat usiaku 8 tahun.”

“Apa dia orang spesial?”

“Tidak juga, dia hanya salah satu orang baik yang kukenal.”

“Hmm, aku terlalu banyak ingin tahu tentangmu, apa kau merasa terganggu? Jujur saja, aku selalu tidak bisa mengendalikan bibirku untuk bicara sedikit saja. Tapi aku tidak bisa.”

“Tidak, aku senang mengenalmu.”

“Benarkah? Terimakasih.”

Matahari meredup tenggelam perlahan di ujung lautan. Dua gadis yang baru bertemu itu terlihat nyaman mengobrol satu sama lain.

Sementara di salah satu kamar rumah mewah keluarga Helios, wajah Noah nampak tak bersemangat. Dia duduk bersandar di tempat tidurnya dengan tangan yang sibuk bermain rubik. Orion—kakak sepupunya—menggelengkan kepala melihat Noah yang tak ada kerjaan, dia berjalan mendekati meja belajar Noah dan mengambil sebuah buku berwarna biru muda yang tergeletak di sana.

“Kau masih menyimpannya?”

Orion tahu asal-usul dan milik siapa buku itu. Kalimatnya berhasil membuat perhatian Noah beralih padanya. Noah melempar rubiknya sembarangan, ia berjalan mendekati Orion dan merampas buku biru muda itu dari tangan Orion.

“Aku sudah menyuruh pelayan membuangnya, tapi buku ini masih tetap ada di sini," jawaban Noah berbanding terbalik dengan kenyataan.

Dia menaruh bukunya di laci meja belajar. Terlihat jelas bahwa Noah tak ingin orang lain menyentuhnya. Orion tersenyum penuh arti.

“Padahal jika mau, keluarga kita tidak akan kesulitan hanya untuk mencari keberadaan seorang gadis. Kau yakin tidak ingin mencarinya?”

“Apa sih? Kau datang ke kamarku untuk membicarakan hal itu saja? Sebaiknya kau keluar, ayo cepat keluar.” Noah mengusir Orion, dia mendorong punggung pemuda tinggi itu ke arah pintu kamarnya. Orion cengengesan, mudah sekali baginya menggoda adik sepupunya.

“Kak Ares bilang dia ada di kota ini.”

“Aaaah, aku tidak peduli, cepat keluar.”

Noah mendorong tubuh Orion keluar dan segera menutup pintu kamarnya. Tapi Orion masih sempat berteriak menggoda Noah.

“Kak Ares juga bilang sekarang dia tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik.”

“Pergi, bodoh!” Umpat Noah kesal. Noah memutar tubuhnya dengan tangan yang terlipat di dada. Wajah kesalnya berubah seketika mengingat ucapan Orion.

“Jadi, Kak Ares tahu di mana gadis itu?”

“Arrrgghh, untuk apa aku memikirkannya," ucapnya kemudian.

---

“Kau pikir aku tidak bisa?”

Hera mengepal tangannya kesal melihat Ares bercumbu dengan seorang gadis di depan meja bar sebuah club malam. Sementara Ares tersenyum sinis melirik Hera yang berdiri di sudut club dengan raut wajah kesal. Ares tak peduli padanya. Dia terus melanjutkan apa yang tengah ia lakukan.

Wajah cantik menawan, rambut panjang tergerai, postur tubuh tinggi dan langsing, serta pakaian modis yang sexy, tentu saja mampu memikat para pria yang menatapnya. Hera dengan sengaja berjalan layaknya seorang model, menggerakkan sedikit pinggulnya untuk mencari perhatian pria-pria di club tersebut. Di menuju kursi kosong di sebelah Ares. Senyum sinis ia layangkan seraya melirik ke arah Ares.

“Kau datang sendiri? Aku baru melihatmu di sini," seorang bartender menyapanya.

“Kupikir aku bisa mendapatkan kesenangan di tempat ini. Aku baru saja dicampakan oleh tunanganku sendiri.”

Ares melirik Hera yang terlebih dulu meliriknya.

“Wanita secantik dirimu dicampakan? Apa tunanganmu buta?”

“Mungkin karena aku memiliki banyak kekurangan. Oh ya, boleh beri aku red wine?”

“Baiklah, tunggu sebentar.”

Tidak lama, Bartender itu kembali dengan segelas wine di tangannya, dia menaruhnya di hadapan Hera.

“Aku mentraktirmu untuk ini.”

“Terimakasih,” Hera tersenyum genit pada si bartender yang mengedipkan sebelah mata padanya.

Sementara Ares mulai gerah menyaksikan tingkah Hera. Ditambah ketika ada seorang pria lain lagi yang datang menghampiri kekasihnya itu.

“Boleh aku duduk menemanimu di sini?”

“Tentu. Kebetulan aku datang sendiri.”

“Sayang sekali gadis datang sendiri. Kau tidak punya pacar?”

“Ah,” Lagi-lagi Hera melirik Ares. Kali ini Ares nampak melepaskan gadis yang sejak tadi menempel padanya menjauh darinya. “Aku baru saja putus dari tunanganku.”

“Benarkah? Kasihan sekali. Boleh ku pegang tanganmu?”

Dengan senang hati Hera memberikan tangannya, pria itu mengecup punggung tangan Hera.

“Kalau boleh aku ingin menemanimu malam ini.”

“Tentu saja boleh. Aku juga kesepian.”

“Pulang!” Ares merebut tangan Hera yang masih dipegang oleh pria di hadapannya. Raut wajah kakunya menunjukan kemarahan.

“Presdir Helios?” Pria di hadapan Hera terkejut dengan kedatangan Ares.

“Robin, aku bisa membuatmu kehilangan semua milikmu jika kau berani menyentuh wanitaku lagi.” Pria bernama Robin itu gemetar mendengar ultimatum Ares.

“Jangan, aku mohon maafkan aku. Aku tidak tahu kalau dia adalah wanitaku.”

“ish, sudahlah. Kenapa kau harus mengancam orang seperti itu, kalau mau mengajakku pulang ya pulang saja. Tidak usah mengancam orang segala.” Ketus Hera, dengan sengaja dia menabrak pundak Ares saat berjalan pergi meninggalkan keduanya.

Ares menghela nafas, dia menyusul Hera sembari melepas jaket yang dia kenakan, lantas memakaikannya ke tubuh Hera.

“Aku tidak suka melihatmu berpakaian seperti ini.”

Hera mendongak menatap Ares yang kini merangkulnya. “Apa pedulimu?” ucapnya ketus.

“Kau punyaku, aku tidak suka ada orang lain menatap apa yang menjadi punyaku dengan tatapan menjijikan.”

“Kau sendiri juga menjijikan.” Ares hanya tersenyum simpul, sementara Hera kembali berdecih.

Masih dengan wajah masam, Hera menatap wajah Ares yang membukakan pintu mobil untuknya.

“Kau masih mau bersamaku jadi tidak mau keluar?”

“Cih, omong kosong.” Herapun lekas keluar dari mobil Ares.

“Hari ini gadis itu datang, bukan? Aku titip dia, jangan mengganggunya, jangan beritahu Noah atau dia akan mengamuk.”

“Sebenarnya siapa dia?”

“Calon adik iparku.”

“Aaaah, aku mengerti.” Senyum lepas tersirat di wajah Hera tanpa iya sendiri sadari. Ares sangat mengerti apa arti senyuman Hera.

“Jangan berpikir tidak-tidak, sepuluh tahun ini aku belum pernah bertatap muka langsung dengannya.”

“Aku tidak bertanya," ucap Hera ketus.

Ares mengendikan bahunya, "masuklah, aku akan melihatmu sampai kau benar-benar masuk ke dalam. Aku ingin mastikan kau tidak keluar lagi untuk melakukan hal gila.”

“Siapa juga yang mau melakukannya.”

“Tapi kau melakukannya.”

“Ah, terserahlah!” Hera memutar tubuhnya dan pergi meninggalkan Ares.

Ares tersenyum, dia menatap ke arah salah satu ruangan rumah Hera dengan lampu yang masih menyala

“Gadis Neptunusku, selamat datang kembali.”

To Be Continued

Terpopuler

Comments

Ayunina Sharlyn

Ayunina Sharlyn

next

2020-07-03

0

ayumi

ayumi

semangt thor..

mampir jg k novelku Im Number Six.

ksih vote, like and kritik dan saran ❤

2020-05-28

1

Chino kafu

Chino kafu

semangat buat novelnya olive terimakasih sudah memberi like

2020-05-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!