---
“Huaccihh”
Berkali-kali Athena bersin saat berjalan di koridor kampusnya. Seharian mengikuti mata kuliah dia harus menahan diri dengan flu yang menyerang. Kakinya berhenti melangkah seketika melihat kericuhan mahasiswi yang berteriak histeris.
Athena sempat penasaran hal apa yang membuat mereka seperti itu, sebelum akhirnya pertanyaannya terjawab saat seseorang dengan gagah berjalan masuk, bahkan jalanan yang tertutup oleh para mahasiswi yang antusias memblokir jalan terbuka sendiri saat dirinya datang.
Tidak akan ada yang mengira jika tidak mengenalnya dekat, seorang pria awal tiga puluhan yang begitu fashionable dengan anting-anting di kedua telinganya, tatto tulisan di kedua lengannya, celana robek-robek dan t-shirt putih yang dia kenakan adalah seorang Presdir muda keluarga Helios. Ya, dia adalah Ares. Selama bekerja dia memang selalu berpenampilan seperti itu saat bekerja, sungguh jauh dari kriteria penampilan seorang Presdir terhormat.
Ares membuka kacamata seraya tersenyum mendapati Athena berdiri dengan tatapan datar.
“Tidak mengenalku?”
Senyum Athena mengembang, tidak sulit untuk mengenalinya, meski sudah 10 tahun tidak bertemu, wajah Ares tidak begitu banyak berubah, dia terlihat tampan dan awet muda.
“Kakak.”
“Ya, Gadis Neptunusku.” Ares merentangkan kedua tangannya menanti Athena datang padanya. Athena berlari ke arahnya dan memeluk tubuh tegap Ares.
Athena mengangkat wajahnya saat Ares mengelus kepalanya. “Kakak datang untuk bertemu denganku?”
“Hmm, tentu. Kau terlalu jahat, sudah kembali tapi tidak memgunjungiku.”
“Maaf, aku belum sempat.”
“Benarkah? Tapi Noah sudah menemukanmu, bagaimana? Apa dia masih mengganggumu?”
Athena melepas pelukannya, mendengar nama Noah, wajahnya berubah tidak senang.
“Aneh jika dia tidak menggangguku.”
“Apa aku perlu mengambil tindakan?”
“Ah, tidak usah. Aku tidak apa-apa.”
“Hmm, Gadis kecilku sudah dewasa.” Ares mengusek pucuk kepala Athena dengan lembut. “Aku juga mencari tunanganku, apa kau melihatnya?”
“Tunangan? Hmm, aku—tidak tahu. Aku baru dua hari di sini.” Jawab Athena bingung.
Ares terkekeh, dia mengaitkan jarinya di ruas jari Athena dan mengajaknya berjalan.
“Kalian satu rumah, apa kau yakin tidak tahu? Dia mengambil S2 di jurusan manajemen bisnis.”
“Ah... Kak Hera?”
Ares mengangguk seraya tersenyum.
“Lepaskan.”
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh seseorang yang membuat gandengan terlepas, spontan keduanya langsung menoleh ke belakang.
“Kak Hera akan mengamuk jika melihatmu menggandeng tangan gadis lain.” Ungkapnya.
Siapa lagi orang yang akan bertindak seperti ini kalau bukan Noah.
“Ch, aku bahkan menitipkannya pada Hera, aku yakin bukan Hera yang mengamuk, tapi ******** kecil di hadapanku ini.” Tukas Ares seraya terkekeh.
Noah membuang muka, kentara sekali bahwa apa yang Ares katakan itu benar.
Ares beralih menatap Athena lagi, “Aku akan mampir ke rumah nanti malam. Ada anjing kecil yang mau menggigitku, sekarang ini bisakah kau membantuku untuk mengurusnya.”
Athena melirik Noah yang merasa kesal dikatai anjing kecil oleh Ares.
“Tapi—“
“Tidak boleh ada tapi, aku ada urusan. Kau mengerti?” Ares kembali mengusek rambut Athena. Gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa.
“Ingat, jangan membuat gadis kecilku menangis, atau aku akan mengirimmu ke Vancouver bersama kakek.” Ares memberi ultimatum pada Noah sebelum akhirnya pergi.
Noah sendiri ingin mencari keadilan dengan mencoba bicara, tapi kaki panjang Ares membuatnya berjalan jauh lebih cepat.
Noah menatap Athena kemudian.
“Arrrgghh, sudahlah. Ayo main.” Tanpa persetujuan, Noah menarik Athena pergi. Selalu saja begitu.
---
Orion membereskan bukunya dengan kesal, bisa-bisanya adik sepupunya itu kabur saat mata kuliah belum berakhir. Biasanya dia harus menunggu beberapa menit setelah mahasiswa lain keluar, baru dia bisa keluar karena Noah yang selalu ketiduran. Tapi hari ini malah dia ditinggalkan olehnya.
“Athena benar-benar seperti magnet.” Gumamnya.
Sementara itu, di barisan belakang Venus dengan santai membereskan bukunya, perhatiannya selalu tertuju pada Orion, dia bahkan tidak berniat pergi sebelum Orion berdiri.
Jantung Venus terlonjak, tubuhnya terasa gemetar seketika mengetahui Orion yang berjalan, tiba-tiba berhenti di sampingnya.
“Hei, Apa kita pernah bertemu sebelumnya?”
“Ah—a—apa?”
“Ah, aku ingat, kau tinggal di tempat Kak Hera, kan? Aku melihatmu di sana. Apa kita satu jurusan.”
Rasanya Venus ingin sekali mengomel, sudah dari awal mereka satu jurusan dan baru sekarang dia tahu, itu keterlaluan.
“Iya.”
“Sepertinya kita akan sering bertemu. Aku duluan, ya.”
“Iya.”
Venus mengatur nafasnya setelah Orion pergi, ditanya oleh pria yang ditaksir selama beberapa semester membuatnya gugup seperti menghadapi ujian masuk.
Orion terkejut saat baru saja keluar dari kelasnya melihat Ares yang berjalan. Ares sendiri langsung berhenti melihat Orion.
“Kakak, kau sedang apa?”
“Aku ingin bertemu Athena, kebetulan juga aku ada urusan dengan Hera.”
“Sudah bertemu dengannya?”
“Ya, tapi adik kecilmu menculiknya.”
“Noah?”
“Kita punya adik siapa lagi?”
“Dia kabur di mata kuliah terakhir, apa begitu tidak tahan ingin bertemu dengan Athena.”
“Hmm,” Ares mengendikan bahunya. “Aku ada urusan, mungkin aku akan mampir ke tempat Hera sore nanti. Kalau mau datanglah, tapi kita tidak bisa bersama.”
“Baiklah.”
Ares menepuk pundak Orion sebelum pergi. Orion terlihat berpikir sebentar. Kedua saudaranya pergi dengan pasangan mereka, jika dia pulang ke rumah sekarang akan sangat membosankan untuknya, lagi pula sore nanti dia juga ingin ke tempat Hera. Orion membalikan tubuhnya dengan cepat, Venus yang berjalan hendak keluar dari kelas terkejut dibuatnya.
“Apa kau mau pergi bersama denganku?”
Mata Venus membulat mendengar pertanyaannya Orion, dia menengok ke sisi kanan dan kirinya mencari seseorang, barang kali ada orang lain di sana selain dirinya dan pertanyaan itu bukan tertuju untuknya. Venus tidak ingin kecewa karena terburu-buru menebak.
“Kau—bicara—padaku?” Venus melempar kembali pertanyaanya dengan gugup.
“Di sini hanya ada kau dan aku, tentu saja aku bertanya padamu. Apa kau mau pergi bersamaku? Sore nanti aku akan pergi ke tempat Kak Hera, kebetulan kau juga tinggal di sana, kan?”
Hati Venus sepertinya melompat kegirangan, senyum sumringah terpampang di wajah imutnya. Dengan semangat Venus mengangguk mengiyakan permintaan Orion.
“Ayo!”
Mereka berjalan berdampingan dan menjadi pusat perhatian, bukan hanya karena kepopuleran Orion tapi juga karena tinggi badan keduanya begitu menonjol. Orion yang tinggi terlihat seperti seorang raksasa beriringan dengan Venus yang kecil mungil.
---
Di sebuah restoran bintang lima tidak jauh dari kampusnya, Hera bersama Ares menikmati makan siang bersama dengan Ibu Ares. Sudah tujuh tahun dia menjadi tunangan Ares, namun ketika berhadapan dengan calon ibu mertuanya itu, Hera selalu merasa gugup.
“Itu, ada yang ingin kutanyakan pada kalian berdua.”
Ares seperti tak mempedulikan ucapan ibunya, dia tetap melanjutkan acara makannya dengan santai. Sementara Hera langsung menatap ibu Ares dengan serius.
“Ini sudah tujuh tahun, kapan kalian berniat untuk menikah? Aku rasa pasti kalian sudah cukup saling mengenal satu sama lain.”
“Hera masih kuliah, Bu.” Ares menjawab tanpa menatap ibunya. Hera menoleh pada Ares, alasannya cukup masuk akal untuk menolak menikah lebih cepat.
“Tapi ibu sudah ingin—“
“Kau akan mendapatkan cucu setelah kami menikah ibu, tidak usah khawatir tentang hal itu. Untuk sekarang, biarkan Hera melanjutkan kuliahnya dulu.” Ares memotong ucapan ibunya, wajah tegasnya terlihat bahwa dia tidak menyukai setiap kalimat yang keluar dari mulut ibunya.
“Kenapa kau bicara seperti itu pada ibumu?”
Hera menyela, dia tidak habis pikir dengan Ares. Hera menganggap tak ada yang salah dengan pertanyaan Ibu Ares, berbeda dengan Ares yang berlebihan menanggapinya.
“Hera, tidak apa-apa, kalian tidak usah bertengkar.” Ibu Ares meraih tangan Hera dan menggenggamnya. Melihat mata redupnya yang mengiba, Hera tak bisa menolak untuk menahan emosinya.
Dalam sesaat suasana berubah menjadi canggung, mereka melanjutkan acara makan mereka tanpa ada kalimat lagi yang keluar dari mulut mereka.
---
Athena menahan langkahnya, membuat Noah yang sejak tadi menarik tangannya berhenti dan menoleh kesal padanya.
“Apa sih?”
“Lepaskan tanganku.”
“Tidak mau.”
“Aku bukan anjing peliharaanmu, tidak perlu kau tarik seperti ini, aku bisa jalan sendiri.”
Noah melepaskan tangannya dari lengan Athena perlahan.
“Huacciiihh.”
“Kau sakit?”
Athena menatap Noah kesal, jika bukan karenanya Athena tidak mungkin terserang flu. Dia sama sekali tak ingin menjawab pertanyaan Noah, dia berjalan mendahului Noah.
Noah mengepal tangan kanannya sendiri. Dulu tidak apa-apa meski Athena mengabaikannya, sekarang dia malah merasa kesal karena hal itu. Noah memutar badan, dia berlari menyusul Athena dan kembali menggandeng tangannya.
“Ikut aku dan diam.” Tukas Noah.
Sepuluh menit kemudian, Noah berjalan ke arah Athena yang duduk di kursi di bawah pohon, mereka berada di taman sekarang.
“Ini."
Athena mendongak, Noah menyuruhnya menunggu di taman sebelumnya, sekarang dia kembali dengan satu sachet sirup jahe merah yang ia sodorkan padanya.
“Kau flu,kan? Ini bisa membuatmu lebih baik, ambil.”
Athena meraihnya. Noah memberi barang lain ke tangan kiri Noah, sebuah plastik kecil dengan obat di dalamnya.
“Itu obat flu, pulang nanti minumlah.” Ucap Noah, dia duduk di samping Athena yang terus menatapnya, dia tak percaya Noah melakukan hal itu untuknya. Kemudian Athena sadar, mereka sudah bukan anak kecil lagi, akan ada banyak hal berubah. Noah mungkin masih memiliki sikaf keras kepala, namun usianya membawanya ke tahap pendewasaan.
“Terimakasih.” Ucap Athena sungkan, dia meminum sirup jahe merah yang Noah berikan padanya. Dia kembali melirik Noah, tak ada jawaban yang keluar darinya.
“Kau, apa yang kau lakukan sepuluh tahun terakhir ini?”
“Menunggumu.” Begitu mudahnya Noah menjawab, dan terkesan tak ada jawaban lain.
“Seperti orang kurang kerjaan? Kau menghabiskan hidup hanya untuk menungguku?”
“Aku serius, kau bisa menanyakan kebenarannya pada kedua saudaraku.” Tegasnya,tak terlihat sedikitpun kebohongan di mata Noah.
“Bagaimana jika aku tak kembali?”
“Kau pasti kembali. Aku punya sesuatu yang bisa menarikmu untuk kembali.”
Dalam beberapa detik keduanya terdiam, rasanya berbeda dengan saat mereka kecil dulu. Jika duduk berdua seperti ini, Noah tidak akan mampu diam untuk tidak mengganggu Athena. Sekarang, malah selalu saja mereka terjebak dalam percakapan tentang saat-saat ketika mereka terpisah.
“Kau masih akan tetap membullyku seperti dulu? Aku tidak akan diam sekarang.”
“Apa kau merasa aku membullymu sekarang?”
“Tidak, hanya saja aku yakin kau pasti akan melakukannya lagi seperti dulu.”
“Apa itu menjamin kau tidak akan melupakanku?”
Noah menatap Athena penuh arti. Sejak dulu, sebenarnya Noah selalu berusaha agar Athena tidak pernah melupakannya. Mengganggunya setiap hari mungkin mampu membuat gadis itu terus memikirkannya, tapi saat terpisah Athena malah melupakannya begitu saja. Bahkan setelah kembali, Athena terlihat enggan berhadapan dengannya.
“Noah, dulu ataupun sekarang, kita tidak terlibat dalam keadaan seperti yang telah kau gambarkan. Aku adalah Athena, gadis kecil yang tinggal di belakang rumah keluarga Helios dan keponakan supir pribadi kalian, kau ingat?”
“Ayo pulang,”
Noah bergegas berdiri, dia enggan mendengar ocehan Athena tentang perbedaan status sosial di antara mereka. Dia mengulurkan tangannya pada Athena, namun gadis itu hanya memandangnya tanpa berniat menyambutnya. Wajah datarnya kini mendongak menatap Noah yang menanti sambut uluran tangannya.
“Aku bisa jalan sendiri.”
“Apa bisa kupastikan kau berjalan di sampingku tanpa aku menggandeng tanganmu?”
“Noah.”
“Kau flu, kita harus cepat pulang, udara luar tidak baik untukmu.” Noah meraih tangan Athena dan berjalan pergi.
Di dalam bus, Athena melayangkan pandangannya ke luar jendela, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Sementara Noah terus menatapnya, mencoba menerka apa yang tengah gadis itu pikirkan. Bayangannya kini melintas ke waktu 15 tahun lalu. Saat itu, Noah duduk di dalam mobilnya dengan tatapan yang tertuju ke luar. Gerimis mengguyur area pemakaman umum dan seorang gadis kecil menangis sesenggukan di antara pusara kedua orang tuanya. Gadis kecil itu adalah Athena, dia baru saja kehilangan kedua orang tuanya karena kecelakaan. Paman Roberto dan istrinya mencoba membujuknya berkali-kali agar mau pergi kembali ke rumah, namun usahanya sia-sia. Akhirnya dia hanya bisa berdiri menunggu tangisan Athena reda.
“Hei, mau kemana?”
Noah mengabaikan teriakan Orion dan berlari ke luar dari mobil. Dia berjalan mendekati Athena lalu duduk di sampingnya.
“Ayo pulang.” Ajaknya. Athena tak bergeming, dia masih tetap saja menangis.
Noah meraih tangan Athena, mengaitkan jari jemarinya di antara ruas jari jemari tangan mungil Athena, kali ini Athena menoleh padanya.
“Aku ingin ikut ayah dan ibu.”
“Tidak boleh, kalau kau pergi aku tidak punya teman bermain lagi.”
Dalam beberapa saat gadis itu terdiam menatap Noah, mata Noah ikut berkaca, pria kecil itu menghapus setitik air matanya yang jatuh dengan lengannya.
“Saat dewasa nanti, aku akan menjadikanmu pengantinku, kita akan bermain dan tinggal di rumah yang sama, kau tidak akan kesepian, aku akan menjagamu. Aku juga punya banyak mainan di rumah, aku akan memberikannya untukmu.”
Noah berdiri dengan tangan yang terkait di tangan Athena. Setelah diam beberapa saat, akhirnya Athena ikut berdiri dan mengikuti langkah kaki Noah yang berjalan menuntunnya menuju mobil.
**To Be Continued
*Hi, Reader! 😉 Terimakasih sudah mau mampir di novelku 🙏 Apa kalian suka? Bisa dukung saya dengan meninggalkan jejak kritik dan saran kalian di kolom komentar? Kadang-kadang saya mengalami kendala saat menulis, maklum saya lebih terbiasa menulis puisi dari pada novel. 😁
Sering juga mengalami Writer Block, oleh karena itu saya butuh kritik dan saran sahabat reader untuk bisa memperbaiki tulisan saya, Terimakasih 🙏😉
Salam
@Olivia***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Chino kafu
hmm.....like ke enam puluh lagi
2020-05-12
1
Wichan606
Daebak handsome ya🤣🤣
2020-04-10
1
Elara Murako ig : elara_murako
omo ktm cha eun woo
2020-03-30
1