GADIS NEPTUNUS
Cast:
Kim Sae Ron as Athena Luna Minerva
Cha Eun Woo as Michael Noah Helios
Ro Woon as Orion William Helios
Kim Hye Yeon as Eleanor Venus Hebe
Kris Wu as Aresta Mark Helios
Park Ji Yeon as Hera Selena Leto
“Athena bodoh.”
“Noah kembalikan bukuku.”
“Ambil saja kalau kau bisa, hahaha.”
“Noah...”
Angin tenggara berembus menggugurkan dedaunan kering mengiring surya yang mulai tenggelam. Sepasang anak berusia 9 dan 10 tahun berlarian di dekat danau. Athena kecil mengejar Noah yang merampas buku biru muda miliknya. Postur tubuhnya yang kecil, membuatnya bersusah payah merebut kembali bukunya dari tangan Noah. Kesal, Athena menghentakkan sebelah kakinya ke tanah, lelah pun menghampirinya, dia duduk memeluk kedua kakinya, menelusupkan kepala di antara ruas kaki dan dadanya.
Sadar Athena tak lagi mengejarnya, Noah berbalik mendekati Athena yang berjongkok dengan menekuk kepala seraya menangis. Noah belum puas mengganggu gadis kecil itu. Dia membuka buku Athena dan membaca lembar pertama buku tersebut dengan keras.
“Wahai Neptunus, biarkan aku melihatnya. Hei, apa ini? Siapa yang kau panggil Neptunus?”
Tak ada jawaban, Athena masih menangis tak memperdulikan Noah. Noah membuka kembali lembaran lain dari buku Athena.
“Wahai Neptunus, Aku ingin meraih bintang. Apa sih? Kenapa Neptunus lagi yang kau tulis?”
Kali ini Athena mengangkat wajah sembabnya.
“Cerewet sekali. Kembalikan bukuku.”
“Tidak mau!” Noah menyembunyikan buku Athena ke belakang tubuhnya sebelum gadis kecil itu berhasil merebutnya.
Athena kembali berdiri dan menghentakkan kakinya, “menyebalkan, ambil saja bukunya, dasar orang kaya sombong," Athena berlari pergi setelah mengumpat Noah.
“Apa sih? Memangnya siapa yang sombong? Dasar Athena bodoh," gerutu Noah.
---
Sepuluh tahun berlalu.
Athena kerepotan menarik koper dan ransel yang ia bawa turun dari bus. Di tangannya sebuah kertas kecil dia pegang, tertulis sebuah alamat di sana. Raut wajahnya kebingungan mencari arah. Seorang gadis bertubuh mungil dengan rambut sebahu yang juga baru turun dari bus menjadi orang yang ia pilih untuk bertertanya.
“Permisi, apa kau tahu di mana alamat ini?” Athena menunjukan kertasnya pada gadis itu.
“Oh, jadi kau anak baru itu?”
“Maksudmu?”
“Kenalkan, namaku Venus, aku juga tinggal di sana. Kak Hera memberitahuku kemarin, dia bilang akan ada junior yang masuk ke rumah kita, jadi kau orangnya? Kebetulan sekali.”
Athena menyambut jabatan tangan yang gadis bernama Venus itu ulurkan. Kesan pertama yang membuat Athena menilai gadis itu cerewet karena cara bicaranya. Berbanding terbalik dengan dirinya yang pemalu dan tertutup.
“Kau menjabat tanganku tapi tidak menyebut namamu, bagaimana aku memanggilmu? Kita akan jadi teman serumah nanti.”
“Ah, namaku Athena.”
“Baiklah, ayo kita pulang. Aku bisa membantumu kalau boleh.” Venus melirik Athena yang memang terlihat kerepotan dengan bawaannya.
“Tidak perlu, aku bisa membawanya sendiri.”
“Benarkah? Baiklah. Ayo cepat, aku punya cheese cake dan Pomade juice di rumah.”
“Terima kasih.”
“Ah, jangan sungkan. Kau benar-benar tidak perlu kubantu?”
Athena menggelengkan kepalanya. Mereka berjalan beriringan menuju tempat tinggal mereka. Meski banyak bicara, Athena bersyukur teman serumahnya baik. Dia sempat khawatir akan mendapat teman serumah yang judes atau sombong, beruntung itu tidak terjadi.
Athena menghabiskan setengah dari potongan kecil yang Venus suguhkan untuknya, dia meneguk pomade juice-nya sedikit, lalu melempar pandangannya ke arah laut. Ya, rumah kostannya berada di sisi laut. Rumah kecil bergaya minimalis itu memiliki balkon samping rumah yang menghadap ke laut.
“Di sini hanya ada kita bertiga, malam nanti Kak Hera pulang, jangan kaget melihatnya, wajahnya memang sedikit judes, tapi dia wanita yang baik.” Venus muncul dari dalam dengan segelas Pomade juice-nya, dia duduk di depan Athena.
“Hmm,” Athena mengangguk.
“Hei, apa itu?” Venus meraih sebuah buku yang tergeletak di meja. Buku itu milik Athena.
“Mantra Neptunus?”
“Hanya sebuah buku fiksi fantasi.”
“Woaaahh, apa isinya menarik?”
“Kau boleh membacanya, seseorang menghadiahkannya padaku saat usiaku 8 tahun.”
“Apa dia orang spesial?”
“Tidak juga, dia hanya salah satu orang baik yang kukenal.”
“Hmm, aku terlalu banyak ingin tahu tentangmu, apa kau merasa terganggu? Jujur saja, aku selalu tidak bisa mengendalikan bibirku untuk bicara sedikit saja. Tapi aku tidak bisa.”
“Tidak, aku senang mengenalmu.”
“Benarkah? Terimakasih.”
Matahari meredup tenggelam perlahan di ujung lautan. Dua gadis yang baru bertemu itu terlihat nyaman mengobrol satu sama lain.
Sementara di salah satu kamar rumah mewah keluarga Helios, wajah Noah nampak tak bersemangat. Dia duduk bersandar di tempat tidurnya dengan tangan yang sibuk bermain rubik. Orion—kakak sepupunya—menggelengkan kepala melihat Noah yang tak ada kerjaan, dia berjalan mendekati meja belajar Noah dan mengambil sebuah buku berwarna biru muda yang tergeletak di sana.
“Kau masih menyimpannya?”
Orion tahu asal-usul dan milik siapa buku itu. Kalimatnya berhasil membuat perhatian Noah beralih padanya. Noah melempar rubiknya sembarangan, ia berjalan mendekati Orion dan merampas buku biru muda itu dari tangan Orion.
“Aku sudah menyuruh pelayan membuangnya, tapi buku ini masih tetap ada di sini," jawaban Noah berbanding terbalik dengan kenyataan.
Dia menaruh bukunya di laci meja belajar. Terlihat jelas bahwa Noah tak ingin orang lain menyentuhnya. Orion tersenyum penuh arti.
“Padahal jika mau, keluarga kita tidak akan kesulitan hanya untuk mencari keberadaan seorang gadis. Kau yakin tidak ingin mencarinya?”
“Apa sih? Kau datang ke kamarku untuk membicarakan hal itu saja? Sebaiknya kau keluar, ayo cepat keluar.” Noah mengusir Orion, dia mendorong punggung pemuda tinggi itu ke arah pintu kamarnya. Orion cengengesan, mudah sekali baginya menggoda adik sepupunya.
“Kak Ares bilang dia ada di kota ini.”
“Aaaah, aku tidak peduli, cepat keluar.”
Noah mendorong tubuh Orion keluar dan segera menutup pintu kamarnya. Tapi Orion masih sempat berteriak menggoda Noah.
“Kak Ares juga bilang sekarang dia tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik.”
“Pergi, bodoh!” Umpat Noah kesal. Noah memutar tubuhnya dengan tangan yang terlipat di dada. Wajah kesalnya berubah seketika mengingat ucapan Orion.
“Jadi, Kak Ares tahu di mana gadis itu?”
“Arrrgghh, untuk apa aku memikirkannya," ucapnya kemudian.
---
“Kau pikir aku tidak bisa?”
Hera mengepal tangannya kesal melihat Ares bercumbu dengan seorang gadis di depan meja bar sebuah club malam. Sementara Ares tersenyum sinis melirik Hera yang berdiri di sudut club dengan raut wajah kesal. Ares tak peduli padanya. Dia terus melanjutkan apa yang tengah ia lakukan.
Wajah cantik menawan, rambut panjang tergerai, postur tubuh tinggi dan langsing, serta pakaian modis yang sexy, tentu saja mampu memikat para pria yang menatapnya. Hera dengan sengaja berjalan layaknya seorang model, menggerakkan sedikit pinggulnya untuk mencari perhatian pria-pria di club tersebut. Di menuju kursi kosong di sebelah Ares. Senyum sinis ia layangkan seraya melirik ke arah Ares.
“Kau datang sendiri? Aku baru melihatmu di sini," seorang bartender menyapanya.
“Kupikir aku bisa mendapatkan kesenangan di tempat ini. Aku baru saja dicampakan oleh tunanganku sendiri.”
Ares melirik Hera yang terlebih dulu meliriknya.
“Wanita secantik dirimu dicampakan? Apa tunanganmu buta?”
“Mungkin karena aku memiliki banyak kekurangan. Oh ya, boleh beri aku red wine?”
“Baiklah, tunggu sebentar.”
Tidak lama, Bartender itu kembali dengan segelas wine di tangannya, dia menaruhnya di hadapan Hera.
“Aku mentraktirmu untuk ini.”
“Terimakasih,” Hera tersenyum genit pada si bartender yang mengedipkan sebelah mata padanya.
Sementara Ares mulai gerah menyaksikan tingkah Hera. Ditambah ketika ada seorang pria lain lagi yang datang menghampiri kekasihnya itu.
“Boleh aku duduk menemanimu di sini?”
“Tentu. Kebetulan aku datang sendiri.”
“Sayang sekali gadis datang sendiri. Kau tidak punya pacar?”
“Ah,” Lagi-lagi Hera melirik Ares. Kali ini Ares nampak melepaskan gadis yang sejak tadi menempel padanya menjauh darinya. “Aku baru saja putus dari tunanganku.”
“Benarkah? Kasihan sekali. Boleh ku pegang tanganmu?”
Dengan senang hati Hera memberikan tangannya, pria itu mengecup punggung tangan Hera.
“Kalau boleh aku ingin menemanimu malam ini.”
“Tentu saja boleh. Aku juga kesepian.”
“Pulang!” Ares merebut tangan Hera yang masih dipegang oleh pria di hadapannya. Raut wajah kakunya menunjukan kemarahan.
“Presdir Helios?” Pria di hadapan Hera terkejut dengan kedatangan Ares.
“Robin, aku bisa membuatmu kehilangan semua milikmu jika kau berani menyentuh wanitaku lagi.” Pria bernama Robin itu gemetar mendengar ultimatum Ares.
“Jangan, aku mohon maafkan aku. Aku tidak tahu kalau dia adalah wanitaku.”
“ish, sudahlah. Kenapa kau harus mengancam orang seperti itu, kalau mau mengajakku pulang ya pulang saja. Tidak usah mengancam orang segala.” Ketus Hera, dengan sengaja dia menabrak pundak Ares saat berjalan pergi meninggalkan keduanya.
Ares menghela nafas, dia menyusul Hera sembari melepas jaket yang dia kenakan, lantas memakaikannya ke tubuh Hera.
“Aku tidak suka melihatmu berpakaian seperti ini.”
Hera mendongak menatap Ares yang kini merangkulnya. “Apa pedulimu?” ucapnya ketus.
“Kau punyaku, aku tidak suka ada orang lain menatap apa yang menjadi punyaku dengan tatapan menjijikan.”
“Kau sendiri juga menjijikan.” Ares hanya tersenyum simpul, sementara Hera kembali berdecih.
Masih dengan wajah masam, Hera menatap wajah Ares yang membukakan pintu mobil untuknya.
“Kau masih mau bersamaku jadi tidak mau keluar?”
“Cih, omong kosong.” Herapun lekas keluar dari mobil Ares.
“Hari ini gadis itu datang, bukan? Aku titip dia, jangan mengganggunya, jangan beritahu Noah atau dia akan mengamuk.”
“Sebenarnya siapa dia?”
“Calon adik iparku.”
“Aaaah, aku mengerti.” Senyum lepas tersirat di wajah Hera tanpa iya sendiri sadari. Ares sangat mengerti apa arti senyuman Hera.
“Jangan berpikir tidak-tidak, sepuluh tahun ini aku belum pernah bertatap muka langsung dengannya.”
“Aku tidak bertanya," ucap Hera ketus.
Ares mengendikan bahunya, "masuklah, aku akan melihatmu sampai kau benar-benar masuk ke dalam. Aku ingin mastikan kau tidak keluar lagi untuk melakukan hal gila.”
“Siapa juga yang mau melakukannya.”
“Tapi kau melakukannya.”
“Ah, terserahlah!” Hera memutar tubuhnya dan pergi meninggalkan Ares.
Ares tersenyum, dia menatap ke arah salah satu ruangan rumah Hera dengan lampu yang masih menyala
“Gadis Neptunusku, selamat datang kembali.”
To Be Continued
“Dari sini ke kampus hanya perlu waktu sekitar sepuluh sampai lima belas menit, jadi tidak usah terburu-buru,” ucap Venus pada Athena yang baru saja selesai mengikat tali ssepatunya.
Athena mengangkat kepalanya dan mengangguk pada Venus.
“Mau ikut denganku?”
Athena menengok ke belakang, didapatinya Hera berdiri tepat di belakang dengan kunci mobil yang ia mainkan di tangan.
“Siapa namamu, semalam aku kembali terlalu larut jadi tidak bisa menyambutmu.”
“Namanya Athena, dia sedikit pemalu, jangan terlalu judes padanya, Kak.”
Hera melotot pada Venus, “Memangnya aku judes? Kau ini seenaknya saja bicara.”
“Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi orang lain menyadarinya.”
“Hei!”
“Apa kita bisa berangkat sekarang?” Athena berdiri, membuat Venus dan Hera menoleh padanya.
“Jangan pedulikan ucapan Venus, dia itu sesat," sungut Hera yang lantas berjalan mendahului Venus dan Athena.
“Kak Hera memang begitu, jangan didengar.”
Venus mengaitkan tangannya di lengan Athena, dia berusaha membela diri. Athena enggan menjawab, dalam pikirannya dua-duanya sama saja, sama-sama keras kepala. Yang satu judes sementara yang satu lagi cerewet.
Seperti yang Venus katakan, mereka hanya butuh waktu sekitar sepuluh sampai lima belas menit. Tapi tidak sampai sepuluh menit mereka sudah sampai di kampus.
“Aku ada kelas pagi, jika kalian mau pulang bersamaku hubungi aku saja,” Ucap Hera.
“Terimakasih, Kak.” Hera membulatkan mata mendengar kalimat terimakasih yang Athena ucapkan.
“Venus, apa gadis ini berasal dari planet lain? Dia kaku sekali. Aku khawatir kau seorang alien. Issshh, mengerikan.” Hera menghidupkan badannya sendiri lantas pergi begitu saja meninggalkan Venus dan Athena.
Venus menyenggol lengan Athena, “Bersikaplah lebih terbuka, jangan terlalu canggung. Kita akan tinggal bersama untuk waktu yang lama. Apa lagi dengan Kak Hera. Dia tidak pandai menilai orang, salah-salah kau bisa dia makan karena salah paham.”
“Aku—sudah bersikap dengan sewajarnya.” Ya, Athena sudah terlahir dengan sikaf yang seperti itu, tidak tahu bahwa orang lain akan mempermasalahkannya.
“Huaaahh, mungkin aku bisa memahami karaktermu. Entah bagaimana dengan, Kak Hera.”
“Apa itu mengganggu?”
“Sedikit, sebaiknya kau belajar lebih terbuka lagi terhadap seseorang.”
Athena memutar bola matanya mencoba berfberfikir.
---
“Kapan aku bisa melihatmu semangat menjalani hidup? Arrrgghh, kau terlihat menyedihkan.” Ya, Orion merasa jengah berjalan berdampingan dengan Noah yang selalu terlihat malas.
“Apa kau akan menangis melihatku seperti ini?”
“Ya, kuharap kau mati saja, hidup pun kau terlihat seperti zombie.”
Noah langsung menghentikan langkah, dia masang wajah garang untuk Orion.
“Kau menyumpahiku mati?”
“Kalau kau tidak ingin mati bersikaplah seperti manusia normal. Kau pikir orang suka melihatmu menekuk wajah seharian, makan, tidur dan bermain game, menyia-nyiakan hidup saja. Adikku, lihatlah.” Orion merangkul pundak Noah, dia menunjukkan jari telunjuknya ke arah segerombolan gadis di salah satu sudut koridor. “Kau bisa memilih salah satu dari gadis-gadis itu dan bersenang-senang, nikmati hidup ini dengan baik. Apa kau tidak tergoda dengan kecantikan mereka?”
“Tidak mau!”
Orion menelan ludahnya, dia menundukkan wajah dan mendesah berat.
“Ini sudah sepuluh tahun, kalau kau menyukai dan merasa kehilangan dia, kenapa tidak mencoba mencarinya?” Sungut Orion geram.
“Apa sih? Kau ini bicara apa?”
Orion mengepal tangan, entah sengaja atau tidak, rasanya Noah sedang mempermainkannya. Orion dibuat kesal sendiri oleh Noah.
“Orion, Noah!” Dari arah berlawanan, Hera mendekati mereka. “Siapa di antara kalian yang akan menikah?” Pertanyaan Hera membuat Orion dan Noah saling menatap satu sama lain.
“Kak, kau pagi-pagi makan obat apa?! Kenapa tiba-tiba bertanya hal seperti itu?” Tukas Orion.
“Apa kau sudah tidak sabar menikah dengan Kak Ares? Apa ingin tidur satu ranjang dengannya? Kau ingin melakukan 'itu' ?”
“Aish, bodoh!” Orion mengangkat tinjunya, ingin sekali dia layangkan ke arah Noah karena pertanyaan-pertanyaan bodohnya.
“Di tempatku ada seorang junior baru dan Ares bilang itu adalah calon adik iparnya.”
Orion melebarkan matanya, dia tahu siapa yang Hera maksud. Sementara Noah menggaruk kepalanya dan menatap Orion.
“Siapa sih?”
“Ah, Kak. Aku melupakan sesuatu, ada yang ingin kusampaikan padamu.” Orion dengan cepat menarik Hera menjauhi Noah.
“Hei, apa sih? Aku benar-benar tidak mengerti.” Orion dan Hera mengacuhkan Noah. Mereka berbisik-bisik menjauh darinya.
“Apa yang kalian bicarakan? Kalian mau main rahasia-rahasiaan denganku?” Lagi-lagi Noah diacuhkan. “Hei, arrrhh—menyebalkan.” Noah memutuskan pergi meninggalkan mereka.
“Kakak, apa gadis itu bernama Athena?”
“Hmm, benar. Apa dia calon istrimu? Dari caranya berpakaian sepertinya dia bukan—“
“Memang bukan, tapi sudah direncanakan sebelumnya.”
“Benarkah? Bukankah ini hal yang tidak wajar? Keluarga Helios mencari menantu dari kalangan biasa? Dan kau menerimanya?”
“Kau salah paham, itu bukan aku?”
“Lalu?” Orion menatap punggung Noah yang pergi menjauh.
---
Setelah menyelesaikan proses pindahnya, Athena memutuskan untuk pergi membaca buku di perpustakaan kampus. Lagi pula tidak ada hal lain yang bisa dia lakukan, tak ada orang lain selain Venus dan Hera yang dia kenal.
Buku bersampul biru dengan judul Mantra Neptunus tak pernah ketinggalan dia bawa, kali ini dia menaruhnya di meja dan membaca buku lain yang sebelumnya ia ambil dari salah satu rak buku perpustakaan.
Seorang mahasiswa dengan wajah malas lewat di hadapan Athena, lantas menarik salah satu tempat duduk di dekat Athena. Dia merebahkan kepalanya di meja dengan tangan kanan yang ia gunakan sebagai alas. Gurat wajah kesal terpampang di wajahnya.
“Menikah apanya? Siapa yang akan menikah? Berani-beraninya mereka bermain rahasia di belakangku. Menyebalkan!” Gerutunya. Ya, mahasiswa itu adalah Noah, dia lari ke tempat tenang seperti perpustakaan untuk tidur di sana, juga berusaha melenyapkan kekesalannya pada Hera dan Orion yang mengacuhkannya.
Athena meliriknya sesaat. Noah sama sekali tidak peduli dengan keberadaannya. Bahkan dengan santai memejamkan mata tak tahu ulahnya tadi mengganggu seseorang.
“Athena!” Athena menoleh pada Venus yang datang mencarinya.
Bersamaan dengan itu, Noah mengangkat wajahnya. Dia membelalak melihat satu dari dua orang gadis yang saling melempar senyum itu.
“Athena aku mencarimu, ternyata kau di sini.”
Noah menunduk tak percaya, “Tidak mungkin!”
Ekor matanya menemukan sesuatu, sesuatu yang memastikan jelas bahwa apa yang ia pikirkan itu benar. Buku bersampul biru berjudul 'Mantra Neptunus' yang tergeletak di meja memastikan bahwa Athena yang ada di hadapannya adalah Athena yang dia kenal.
Noah berdiri dengan cepat dan menimbulkan suara hingga Venus dan Athena menoleh padanya. Terlebih ketika Noah mengambil bukunya, Athena pun angkat bicara.
“Itu milikku.”
Jelas Noah semakin yakin dengannya.
“Jadi benar, kau—“ Untuk sesaat Noah tak bisa melanjutkan ucapannya. Dia melirik Venus yang tidak mengerti dengan keadaan apa sebenarnya ini. Noah berputar melewati meja, dia meraih pergelangan tangan Athena dan mengajaknya berjalan pergi.
“Kita bicara.”
“Eh tunggu, kau siapa?”
Venus mematung, tangannya spontan menunjuk tanpa arah. “Bu—bukankanh itu Noah?” Venus memutar tubuh melihat Noah yang menarik Athena pergi, dia memastikan bahwa yang menarik Athena adalah benar Noah. Tidak masuk akal, Noah adalah tuan muda ke-3 keluarga Helios, banyak sekali gadis yang mengejarnya tapi tak pernah ada reaksi apapun yang dia tunjukan, kesehariannya sebagai mahasiswa tidak dia jalankan dengan benar. Hanya sesekali saja masuk kelas untuk mengikuti mata kuliah, selebihnya dia hilang dari keramaian untuk mencari tempat tenang menyendiri dan tidur. Tapi hari ini Venus melihat Noah menarik Athena, padahal dengan kepribadian Athena, Venus sangat yakin Athena bukan orang yang akan tergoda dengan seorang pemuda hanya karena tampangnya yang tampan.
“Arrgghh... aku tidak bisa diam, ini mencurigakan.” Venus berlari mengikuti mereka sampai ke belakang kampus. Dia memilih untuk bersembunyi di balik tembok salah satu ruang kelas.
“Kau ini siapa? Kenapa menarikku sampai kemari?”
“Kau—tidak ingat siapa aku?” Noah berbicara dengan suara rendah.
“Aku baru saja masuk hari ini, selain teman satu asramaku, aku tidak mengenal orang lain lagi.”
“Benar?”
Athena mendesah, kesal. “Senior, aku tidak ingin berdebat, bisa kau kembalikan bukuku?”
Noah mengangkat buku milik Athena di tangannya. “Buku ini? Kau yakin kau tidak mengingat siapa aku?”
“Kau siapa? Kenapa tidak mengatakan namamu?”
“Ch, Athena, kau jahat sekali, sudah meninggalkanku tanpa kabar selama 10 tahun sekarang kembali dan melupakanku? Kau tahu tidak?! Karena kau pergi aku jadi tidak punya teman bermain, kau harus bertanggung jawab?”
“A—Apa?”
“Aish, kau masih tidak ingat siapa aku? Apa aku harus memukulkan buku ini ke kepalamu agar kau ingat?” Noah mengangkat kembali buku Athena.
“NOAH!” Orion datang, dia merebut buku milik Athena dari tangan Noah.
“Kembalikan bukunya.”
“Ka—kalian?”
“Sudah 10 tahun, seseorang akan banyak berubah terlebih lagi fisiknya. Athena, ambil bukumu.” Athena meraih buku yang Orion sodorkan.
“Kak, Kak Orion.”
Orion tersenyum, “Kau tahu aku?”
“Kau lihat, dia mengenalmu tapi tidak mengenalku, arrrgghh... Athena bodoh, kenapa dari dulu kau selalu menyebalkan.” Dengan sengaja Noah menabrak pundak Orion saat berputar pergi membawa kekesalannya.
“Astaga, kapan dia dewasa?" ucap Orion.
Athena berdiri mematung dengan berbagai pikiran, setelah sepuluh tahun lamanya akhirnya dia bertemu lagi dengan orang yang dulu sering membuatnya menangis, tidak pernah terpikir akan seperti ini. Dunia begitu luas tapi terasa sangat sempit.
Sementara Venus yang diam-diam mengintip, menutup mulutnya yang membulat, gadis pendiam yang kemarin dia kenal, ternyata mengenal dua orang yang menjadi idola kampusnya.
“Woaaahh, dia luar biasa.” Gumamnya.
To Be Continued
Venus bersila kaki di atas sofa, potato snack di tangannya sudah habis ia lahap sebagian. Televisi yang menayangkan sebuah drama hanya sesekali dia lirik, pikirannya sibuk bertanya-tanya dengan kejadian pagi di kampus.
“Sepuluh tahun lalu?”
“Sepuluh tahun lalu kenapa?” Hera muncul tiba-tiba merebut snack Venus dan duduk di sampingnya.
“Kakak, tadi pagi Noah tiba-tiba saja menarik Athena, ternyata mereka sudah saling mengenal dari sepuluh tahun yang lalu.”
“Memang kenapa?”
“Hmm... Rasanya aneh saja, kok bisa Athena mengenal mereka?”
“Tidak lebih aneh jika kau tahu gadis itu adalah calon istri Noah.”
“APA?” Venus melebarkan matanya menatap Hera yang malah santai melahap snack miliknya.
“Reaksi macam apa itu? Kau tidak seperti itu saat tahu aku adalah tunangan dari Presdir Helios.”
“Aaaahh, entahlah, aku tidak percaya saja.”
“Apa kau menyukai Noah?” Venus mengembungkan pipinya, dia merebut kembali snacknya dari tangan Hera.
“Tentu saja tidak, meskipun dia tampan tapi dia bukan tifeku.”
“Benarkah?”
“Tentu saja,” Jawab Venus seraya merogoh snacknya, namun sayang sekali dia tidak mendapatkan snacknya tersisa di dalam.
“Habis?” Venus membalik bungkus snacknya menggoyangkannya berharap masih ada sisa, yang keluar hanya serbuk kecil sisa-sisanya saja. Dia menatap Hera dengan nanar.
“Apa?”
“Kenapa kau menghabiskan snackku? Ini snack terakhirku. Huaaaa...”
Hera terlalu terkejut untuk menjawab ketika melihat Venus menangis hanya karena snacknya habis. Kekanak-kanakan sekali.
---
Di rumah keluarga Helios, Ares mendapati Noah begitu terburu-buru menuruni tangga dari kamarnya. Dia bahkan melewati Ares tanpa berkata apapun, baru setelah Ares memanggilnya Noah berhenti dan berbalik.
“Noah?”
“Iya.”
“Mau kemana malam-malam?”
Noah terlihat berpikir, “Ah, aku—ada yang harus kulakukan, tugas kuliah, iya tugas kuliah?”
“Tugas kuliah? Tumben sekali,” Ares mengerutkan keningnya.
“Ah, sudah ya kak, aku bisa terlambat.”
Ares masih berdiri sambil berpikir ketika Noah sudah pergi, aneh rasanya mendengar Noah mengucapkan tugas kuliah, sepuluh tahun terakhir Noah sama sekali tidak peduli dengan hal itu. Belum selesai berfikir dengan Noah, Orion berlari dari tangga dan menghampirinya.
“Di mana Noah, Kak?”
“Keluar, dia bilang ada tugas kuliah.”
“Aish, tugas kuliah apanya? Kau tertipu olehnya, tadi pagi saja dia hampir memukul kepala Athena dengan buku.”
Ares membelalak, “Dia sudah tahu?”
“Dia pasti mencarinya, Kak Hera memberi tahu kami ada junior baru di tempatnya, Noah pasti ke sana.”
“Argh, gadis itu, sudah kubilang jangan katakan apapun. Ayo susul dia.”
Orion mengangguk, dia dan Ares berjalan menuju mobil Ares untuk segera pergi menyusul Noah.
---
Athena memainkan bolpoin di tangannya, sama sekali tak ada pelajaran yang masuk ke otaknya meski dia membaca sampai berulang kali. Dia terus mengingat pertemuannya dengan Noah tadi pagi. Sudah jelas dalam pikirannya apa yang akan terjadi. Hidupnya tidak akan setenang seperti sepuluh tahun terakhir.
Athena pun menaruh bolpoinnya, dia memilih keluar dari kamarnya. Pandangannya mendapati Venus dan Hera di ruang televisi tengah ribut masalah snack yang habis, dia hendak menghampiri mereka namun suara pintu terbuka dengan paksa membuatnya mengurungkan niat.
“Di mana dia?”
Orang itu adalah Noah, caranya yang kelewatan membuka pintu membuat semua orang di dalam rumah itu terkejut, tidak terkecuali Athena yang masih berdiri di tangga.
Tak menunggu jawaban, saat melihat Athena, Noah langsung bergerak mendekat ke arahnya.
“Ayo pergi.”
“Ke mana? Ini sudah malam.”
“Bermain.”
Tak peduli waktu yang semakin larut, Noah tetap menarik Athena pergi ke luar.
Beberapa saat setelah kepergian Noah dan Athena, Hera dan Venus kembali dikejutkan dengan kedatangan Ares dan Orion yang terburu-buru.
“Di mana Noah?” Tanya Ares
“Aiissshh, apa keluarga kalian tidak mengajari kalian cara bertamu ke rumah orang? Lain kali seperti aku harus mengunci pintu depan lebih awal.” Rutuk Hera kesal.
“Maaf, kami hanya khawatir tentang Noah.” Ucap Orion.
“Khawatir kenapa? Apa salahnya seorang pria datang menemui calon istrinya. Noah bukan anak kecil lagi, kalian terlalu berlebihan mengkhawatirkannya sampai seperti ini.”
Benar apa yang Hera katakan, dia berhasil membungkam Ares dan Orion. Keduanya saling berpandangan. Sifat kekanakan Noah, membuat dua saudaranya itu melupakan bahwa saudara bungsu mereka sudah dewasa.
---
Deburan ombak terdengar teratur beriring angin semilir yang berhembus. Purnama di cakrawala bertemanan gemintang memancarkan Aurora. Keduanya—Noah dan Athena—berdiri berhadapan dengan tangan yang masih bergandengan di dermaga. Untuk beberapa saat Noah tertegun menetap wajah ayu Athena. Sepuluh tahun berlalu, gadis itu tumbuh dengan sangat baik, matanya begitu bersinar, hidung mancung serta bibir mungil dan tipis, terlihat sempurna di mata Noah.
“Untuk apa ke sini?”
Pertanyaan Athena menyadarkan Noah dari lamunannya. Noah menelan saliva untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Kecanggungan melanda dirinya, tapi ia berusaha menutupinya.
“Jelaskan, kenapa sepuluh tahun lalu kau pergi tanpa memberi tahuku?”
“Kenapa aku harus menjelaskan padamu?”
“Kau tidak merasa bersalah telah meninggalkanku?”
“Tidak!”
Lagi-lagi Noah terdiam, sorot mata tajam Athena membuat hatinya sakit. Meski selalu menutupinya dari orang lain, tapi selama sepuluh tahun terakhir Noah selalu menunggu Athena, berharap gadis itu kembali dan bermain bersamanya lagi. Dulu, ketika Athena bilang 'Tidak!’, Noah masih akan tetap mengganggunya, tapi kali ini dia tidak mampu berbicara lagi.
“Kalau tidak ada yang ingin kau katakan lagi, biarkan aku pulang.”
Athena menatap tangannya yang masih bergandengan dengan Noah, bergegas ia lepaskan berniat pergi. Sebelum itu terjadi, Noah menariknya, membuat tubuh Athena kini menempel dengannya. Terkejut Athena dibuatnya, dia mendongak menatap wajah Noah yang begitu dekat dengan wajahnya hingga dia mampu merasakan hembusan nafas Noah.
“Jangan coba-coba pergi dariku lagi, kau harus menemaniku bermain, kau harus menebus masa kecilku yang berlalu tanpa kesenangan tanpamu. Athena, kau milikku. Jika kau berani melangkah sejengkal saja dari sini, kuharap Neptunusku mengamuk dan menenggelamkan tubuhmu ke dasar lautan.”
“Kau gila. Lepaskan aku!”
Athena meronta, dia memukul dada Noah berusaha melepaskan diri dari pelukannya. Namun tenaga Noah tak sebanding dengannya. Hanya saja rontaan Athena mampu membuat Noah terdorong kebelakang. Tubuh Noah yang berdiri terlalu ke pinggir, membuatnya terpeleset dan terjebur ke laut bersama Athena yang tertarik olehnya.
To Be Continued
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!