Alvin baru saja tiba dari kantornya, seperti biasa sang istri selalu menyambut kedatangannya.
" Bagaimana pekerjaanmu? Apakah hari ini cukup melelahkan?" tanya Bianca sambil melepas dasi yang terikat dileher suaminya.
Cup...
Sebuah ciuman mendarat dibibir wanita itu secara tiba-tiba hingga membuatnya terkejut.
Alvin menatap penuh damba kearah sang istri, " semua lelahku terbayar sudah saat melihatmu selalu berada disisiku. "
" Kau ini? Seperti anak muda saja. Kita sekarang telah menjadi orang tua, aku malu kalau kau sering menciumku seperti itu. " rona merah menghiasi kedua pipi wanita paruh baya tersebut.
" Kau tidak pernah tua bagiku, Sayang. Semakin hari aku semakin mencintaimu. " pria itu melingkarkan kedua tangannya dipinggang sang istri.
" Gombal. " wanita tersebut semakin tersipu, ia menenggelamkan wajahnya didada bidang sang suami.
" Sayang? Apa minggu ini kau memiliki waktu luang? Entah kenapa rasanya aku ingin mengunjungi makam Bi Irah. Sudah lama kita tidak kesana sejak aku hamil Aulia. Bagaimanapun beliau menitipkan anak dan cucunya pada kita. " ungkap Bianca sedikit memelas.
Alvinpun kembali teringat wanita tersebut, kalau bukan karena jasa beliau mungkin saat ini Arkana tidak akan bersama mereka.Wanita itu rela mengorbankan nyawa demi putranya.
" Kau benar, aku hampir melupakannya karena kesibukan dikantor. Sepertinya lusa jadwalku tidak terlalu padat, Rico bisa menggantikanku sementara. " Alvin menyetujui usulan sang istri.
" Tapi? Bukankah kita selalu memberikan santunan yang besar setiap bulannya pada mereka? Aku yakin mereka pasti baik-baik saja saat ini. " Alvin menenangkan sang istri.
" Iya, kau benar. Semoga saja begitu. " wanita itupun memeluk erat sang suami, ia senang pria itu mengabulkan permintaannya.
Ceklek..
Suara pintu yang tiba-tiba terbuka mengagetkan keduanya, merekapun segera mengakhiri pelukannya.
" Papa,, Papa,, Papa . " Syakilla berlari sambil merentangkan kedua tangannya, berharap pria itu menangkapnya.
Hup...
Alvin meraih putri kecilnya, kedua tangan gadis kecil itu langsung bergelayut manja di ceruk leher Papanya.
" Muah..Muah..Muah.." beberapa ciuman mendarat di kedua pipi dan kening Alvin.
Pria itupun membalasnya dengan ciuman yang bertubi-tubi. Bianca hanya mampu geleng-geleng kepala melihat tingkah putri kecilnya yang manja.
" Sayang, Papa lelah. Kau turun dulu sebentar ya? Biar Papa ganti baju terlebih dahulu. " Bianca mencoba merayu putri kecilnya, karena jam makan malam akan segera tiba.
Gadis itu menggelengkan kepalanya, ia justru semakin mempererat pelukannya pada sang ayah.
" Tidak ! Killa maunya cama Papa. Papa tidak perlu ganti baju, Killa mau turun sama Papa. " tolak gadis kecil itu mentah-mentah.
Bianca tersenyum tipis, " Baiklah kalau kau maunya sama Papa. Mama akan turun dan meminta Kak Arkana menggendong Kak Aulia." wanita itu tahu kelemahan putri kecilnya.
Syakilla segera melepaskan kedua tangannya yang bergelayut manja di leher Alvin. Ia menatap sang ayah lalu menciumnya kembali.
" Papa ganti baju dulu, Killa tunggu dibawah ya? Mama tangkap aku. " Ia kembali merentangkan kedua tangannya, dengan sigap Bianca segera menangkap putri kecilnya itu.
" Ternyata dia tahu daun muda dan daun keladi." Bisik Bianca menggoda suaminya.
" Biarkan saja, kalau tidak begitu kau pasti akan cemburu pada putrimu. " balas Alvin tak mau kalah.
Wanita itu mengembangkan senyumnya, " Baiklah, kau benar sekali. Love you Dady. " iapun segera turun dan menunggu suaminya di ruang makan.
...----------------...
Keluarga tersebut telah menyelesaikan makan malamnya. Sebelum membubarkan diri, Alvin meminta perhatian pada seluruh keluarganya.
Ia menyampaikan niatnya untuk pergi keluar kota selama tiga hari bersama Bianca dan tentu saja putri kecilnya, Syakilla.
" Papa harap kalian akan tetap pulang tepat waktu dan jangan keluyuran kemana-mana selama Mama dan Papa pergi, terutama kau Arkana. " ia melirik tajam pada putra sulungnya.
Aulia tersenyum sinis kearah sang Kakak, untung saja Papanya sudah membuat Arkana tak bisa berkutik.
" Baik, Pa. Papa tenang saja semua akan berjalan seperti biasa. Oh ya Pa? Apa aku boleh mengadakan pesta BBQ disini. Ayolah Pa, aku malu karena teman-temanku sering mengundangku. " rayunya pada sang ayah.
" Jangan, Pa! Aku tidak suka kalau rumah menjadi berisik. Lagipula mansion pasti akan jadi berantakan setelahnya. " Tiba-tiba Aulia memotong pembicaraan. Kedua kakak beradik itu saling melotot dan mengejek tak mau kalah.
Bianca sungguh heran dengan kedua anaknya, mereka selalu saja seperti kucing dan tikus.
Alvin tampak berpikir sejenak sebelum mengambil keputusan.
" Baiklah, Papa mengizinkanmu mengadakan pesta. Tapi cukup ditaman saja, jangan dirumah. Kau harus menghargai adikmu, dia tidak menyukai hal-hal semacam itu." pria itu mencoba mengambil jalan tengah.
" Makasih, Pa. " Arkana begitu senang, akhirnya untuk pertama kali ia diizinkan mengadakan pesta di mansion. Ini pasti akan semakin menaikkan pamornya di kampus.
Aulia tersenyum masam, ia tidak mungkin menolak keputusan Papanya. Untung saja sang Papa tidak memperbolehkan Arkana membawa teman-temannya ke dalam mansion.
...----------------...
Alvin dan Bianca telah tiba dikampung halaman Bi Irah. Mereka memutuskan untuk mengunjungi makam beliau terlebih dahulu sebelum mengunjungi kediaman Eneng.
Bianca menitikkan airmata saat berada di depan pusara pelayan setia yang sudah seperti orang tuanya itu. Ada rasa sesal dalam hatinya karena setelah sekian lama ia baru menyempatkan diri mengunjungi makam tersebut.
Setelah mereka mengirimkan doa untuk Bi Irah, merekapun memutuskan untuk mengunjungi kediaman Eneng, putrinya.
Mobil berhenti didepan rumah yang terlihat begitu asri dan tertata rapi. Bianca tersenyum lega, sepertinya Eneng sudah hidup dengan layak.
Ting...Tong...
Wanita itu memencet bel rumah tersebut, berharap yang didalam segera membukakan pintu.
Ceklek...
" Maaf, cari siapa ya? " tanya seseorang yang baru saja keluar. Ia merasa asing dengan tamu yang mengunjungi rumahnya.
Biancapun tak kalah heran, ternyata yang keluar bukanlah Eneng.
" Bisakah saya bertemu dengan Eneng? Pemilik rumah ini?" tanyanya sedikit ragu.
" Maaf, anda salah alamat. Disini tidak ada yang bernama Eneng. Saya pemilik rumah ini." tegas wanita tersebut.
" Apa? Sejak kapan? Setahuku rumah ini adalah milik Eneng, putri Bi Irah. " tanyanya heran.
" Saya tidak tahu pemilik sebelumnya, saya membeli rumah ini lewat agen properti. Sudah hampir lima tahun saya menempati rumah ini. " jelas penghuni rumah.
Pikiran buruk menggelayuti pikiran Bianca. Ia begitu menyesal, bahkan ia tak tahu bahwa Eneng telah pindah sekarang.
Ia kembali menuju mobil dengan perasaan kecewa. Alvin dan Syakilla menunggunya didepan mobil.
" Kenapa wajahmu seperti itu? Apa kau sudah bertemu dengan Eneng? " tanya Alvin saat melihat kedatangan istrinya.
" Sayang, rumah ini ternyata telah berpindah tangan. Eneng tidak ada disini. " jawabnya penuh kekecewaan.
" Kau tak perlu cemas, kita bisa mencarinya nanti. Aku akan mengerahkan anak buahku untuk mencari keberadaan Eneng. Siapa tahu dia membeli rumah yang lebih besar sekarang." Alvin mencoba menenangkan.
" Semoga saja begitu. Tapi, entah kenapa aku mempunyai firasat buruk tentangnya. " Bianca tetap saja tak bisa tenang.
" Sudahlah. Kau tidak boleh berpikiran buruk. Lebih baik kita kembali ke kota sekarang. " Alvin mencoba menenangkan.
Wanita itu mengangguk mengiyakan, iapun menuruti keinginan suaminya.
" Nona Bianca ! " panggil seseorang saat dirinya hendak memasuki mobil.
Bianca menatap sedikit heran, ia seperti mengenal wanita tersebut.
" Nona? Apa anda lupa dengan saya? Saya adik Bi Irah, bibi Eneng. " jelasnya pada Bianca.
" Apa anda kemari mencari keberadaan Eneng?" lanjutnya kembali.
Senyum di bibir Bianca merekah seketika mendengar wanita itu menyebut nama Eneng.
Wanita itu mengajak mereka mengunjungi kediamannya, beliau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Eneng. Tentang suaminya yang suka berjudi dan mabuk-mabukan, tentang hutang mereka pada rentenir, tentang suami Eneng yang menggadaikan putrinya sebagai jaminan hingga mereka memutuskan kabur dari rumah.
Bianca merasa trenyuh mendengar penuturan wanita tersebut. Ia merasa bersalah, kalau saja dirinya tetap berkunjung setahun sekali saja. Mungkin hal ini tidak akan terjadi.
Alvin memeluk istrinya yang telah bersimbah airmata.Ia tahu apa yang saat ini dirasakan oleh istrinya. Ia berusaha menenangkan kembali agar istrinya tidak dihantui rasa bersalah.
" Tolong tenangkan dirimu. Aku berjanji kita akan menebus kesalahan kita dimasa lalu. Aku pasti akan mencari keberadaan Eneng dan putrinya dengan segenap kemampuanku. " ia mengusap pundak sang istri.
Killapun ikut mengusap lengan Mamanya, " Mama jangan sedih, Killa cayang Mama. Hiks,, hiks." gadis kecil itupun ikut menangis meskipun ia bahkan tak tahu persoalan orang tuanya.
Bianca menyapu airmata yang membasahi wajahnya. Ia memeluk putrinya, tak tega melihat gadis kecil itu ikut bersedih.
" Makasih, Sayang. Mama juga sayang Killa. "
Ketiganyapun memutuskan untuk pergi dari sana, berharap bisa menemukan informasi lain mengenai putri Bi Irah.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian disini ya. Kasih like koment rate lima dan vote seikhlasnya buat karya keduaku ini. Dukungan kalian semangat author untuk terus berkarya. Makasih sebelumnya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Mintjie Elath
kasian Eneng ya
2024-05-10
1
🌈Yulianti🌈
mangat
2021-08-27
0
Lovallena (Lena Maria)
Aku mampir bawa 👍 kak.
mampir juga di novel ku, judulnya
I LOVE YOU DOSEN!
Saling dukung yuk kak! 🥰🥰
2021-08-27
0