Bab 3 - Serangan Siber Kedua: Ghost Missile

Suasana di ruang bawah tanah markas Hannam-dong bagai ruang kontrol misi NASA yang sedang mengalami krisis tingkat satu. Udara terasa padat oleh aroma kopi kuat yang diseduh Jungkook dan ketegangan yang hampir bisa diraba. Cahaya biru dari belasan layar memantul di wajah-wajah lelah yang masih menyisakan sisa glitter dari panggung konser.

"Tim Eagle-Two dalam posisi," lapor Hoseok melalui kom, suaranya rendah namun jelas terdengar di antara gemericik air mancur dan lalu lintas Seoul. Dia dan Taehyung sedang duduk di balkon lantai tiga sebuah kafe mewah yang persis berseberangan dengan gedung NIS yang megah. Dari sana, mereka bisa mengamati setiap keluar-masuk kendaraan. "Pintu utama bersih. Para pegawai pulang dengan wajah lelah yang sangat normal. Terlalu normal. Seperti ada yang sedang berakting sangat keras untuk terlihat biasa saja."

"Atau mungkin mereka memang benar-benar lelah karena harus berurusan dengan berkas-berkas yang sebanyak ini," gumam Taehyung, mengamati seorang pegawai yang nyaris tersandung membawa setumpuk dokumen. "Aku hampir merasa kasihan. Tapi tidak." Dia menyipitkan matanya, mengaktifkan kameranya yang tersembunyi di kancing jas untuk memperbesar gambar wajah-wajah yang lewat. "Tidak ada micro-expression yang mencurigakan. Semua hanya ingin cepat pulang ke keluarga mereka. Manusiawi."

Di markas, Yoongi mendengus. "Kemanusiaan adalah kemewahan yang tidak bisa kita miliki saat ini, V. Fokus." Jari-jemarinya tidak berhenti menari di atas tiga keyboard sekaligus, memilah ribuan baris kode. "Aku sedang menyusup ke log aktivitas server NIS. Ini seperti mencari jarum di tumpukan jarum lainnya, dan semua jarumnya adalah jarum jam yang berdetak menuju sesuatu."

Jimin mendekati layar besar yang menampilkan puluhan foto dan profil. "Psikologi para tersangka ini tidak menunjukkan tanda-tanda ekstrem, RM. Wakil Direktur Kang dikenal sebagai workaholic yang perfeksionis. Dr. Lee si ilmuwan adalah tipikal introvert yang lebih nyaman dengan mesin daripada manusia. Jenderal Choi... karirnya bersih, keluarga harmonis." Dia menghela napas. "Jika salah satu dari mereka adalah pengkhianat, mereka adalah psikopat level tinggi yang telah menyembunyikan jati diri mereka selama puluhan tahun."

"Atau," seloroh Jin yang sedang berdiri di depan cermin dua arah, mengenakan tuksedo Armani yang dibuat khusus, "mereka hanya sangat, sangat bosan dengan kehidupan mereka yang sempurna dan butuh sedikit sensasi. Seperti di drama-drama yang aku bintangini. Bedanya, ini tidak ada naskahnya dan nyawa kita taruhannya." Dia merapikan dasinya. "Kurasa aku akan memilih anggur Merlot untuk acara nanti. Lebih mudah membuat orang berbicara setelah segelas anggur merah yang mahal."

"Pilih anggur apa saja yang kamu mau, Hyung," kata Namjoon tanpa menoleh dari peta digital, "asal kamu kembali dengan informasi, bukan hanya dengan hangover." Sebagai pemimpin, dia berdiri di tengah ruangan, matanya bergerak cepat antara layar yang berbeda, mencoba menghubungkan titik-titik yang belum jelas. Kecerdasannya yang terkenal itu bekerja pada kapasitas maksimal, tetapi musuhnya adalah kabut ketidakpastian.

Tiba-tiba, tanpa peringatan, salah satu monitor yang memantau lalu lintas data internal NIS menyala dengan warna merah darah. Sebuah peringatan berbunyi bip bernada tinggi, memekakkan telinga di ruangan yang sunyi.

"Tidak," desis Yoongi, tubuhnya menegang. "Aktivitas data besar-besaran! Bukan dari luar... ini berasal dari server inti NIS sendiri! Mereka berani menyerang dari dalam rumah kita!" Tangannya menjadi blur, membuka jendela demi jendela dengan kecepatan yang menakutkan.

"Jenis serangan?" tanya Namjoon, langkahnya sudah berada di belakang Yoongi dalam dua langkah besar.

Yoongi diam selama tiga detik yang terasa seperti tiga abad, matanya menyapu baris kode yang bergulir cepat. Wajahnya yang biasanya datar berkerut dalam kekhawatiran yang dalam. "Ini... ini gila. Mereka tidak mencoba melumpuhkan. Mereka mengaktifkan sistem peringatan dini missile defense! Mereka memicu alarm misil!"

Sebuah peta digital Korea Selatan meledak di layar utama. Di Laut Timur, sebuah simbol merah berbentuk rudal berkedip-kedip dengan ganas, bergerak cepat di sepanjang jalur yang diproyeksikan langsung menuju jantung ibu kota.

\[SYSTEM ALERT: BALLISTIC MISSILE DETECTED. ORIGIN: INTERNATIONAL WATERS. ESTIMATED IMPACT: SEOUL. TIME TO IMPACT: 2 MINUTES 30 SECONDS.\]

\[PERINGATAN SISTEM: MISIL BALISTIK TERDETEKSI. ASAL: PERAIRAN INTERNASIONAL. PERKIRAAN DAMPAK: SEOUL. WAKTU MENUJU DAMPAK: 2 MENIT 30 DETIK.\]

Jungkook yang sedang memegang cangkir kopi menjatuhkannya. Cangkir itu pecah berantakan di lantai beton, tapi tidak ada yang peduli. Semua mata tertuju pada simbol kematian yang berkedip di layar.

"Konfirmasi!" teriak Namjoon, suaranya untuk pertama kalinya meninggi karena panik yang tertahan. "Hubungi Angkatan Udara langsung! Suga, cek semua radar sekunder, satelit, apapun!"

Jungkook sudah melompat ke konsolnya sendiri, jarinya mengetik seperti orang kesurupan. "Aku di sistem radar AU sekunder! Tidak ada apa-apa! Langit bersih! Itu ghost! Sistem kita sedang dibohongi!"

Realisasi itu menghantam mereka seperti pukulan di solar plexus. Ini lebih kejam dari sekadar serangan. Ini adalah provokasi. Jika sistem pertahanan otomatis aktif atau jika seorang jenderal yang panik memerintahkan pembalasan terhadap serangan yang tidak ada itu, Perang Korea Kedua bisa dimulai karena sebuah ilusi digital.

"Durasi serangan pertama tujuh menit empat puluh detik!" teriak Jimin, wajahnya pucat pasi. "Itu adalah waktu yang mereka butuhkan untuk melihat apakah kita lumpuh! Sekarang mereka menguji seberapa cepat kita panik!"

"Saya tidak bisa mematikan sistem dari sini!" jerit Yoongi, meninju meja dalam frustrasi. "Mereka telah mengunci saya keluar dengan kode yang tidak pernah saya lihat sebelumnya! Mereka belajar dan beradaptasi!"

"Kalau begitu kita harus mematikannya secara manual! Dari dalam!" kata Namjoon, mengambil keputusan dalam sepersekian detik. "Suga, jalur pemeliharaan rahasia ke server room—apakah masih aktif?"

"Ya, tapi—"

"Tidak ada 'tapi'! Eagle-Two!" Namjoon membentak ke komunikator. "Ubah misi! Masuk ke gedung NIS, jalur Delta. Suga akan mengirimkan blueprint ke perangkat kalian. Tujuannya: server room. Kalian harus melakukan hard reset manual sebelum waktu habis!"

Di kafe seberang jalan, Hoseok dan Taehyung saling memandang. Semua kepura-puraan sebagai pengunjung kafe yang santai lenyap, digantikan oleh fokus mematikan dari agen lapangan.

"Dimengerti, Eagle One. Bergerak," jawab Hoseok, suaranya tiba-tiba menjadi dingin dan datar.

Di layar monitor keamanan markas, mereka melihat dua bayangan meluncur dari balkon kafe, turun dengan cepat menggunakan tali yang tersembunyi ke gang gelap di bawah, dan menghilang ke dalam kegelapan seperti asap.

"Jin, batalkan kepergianmu," perintah Namjoon. "Kita butuh setiap orang di sini. Jika ini adalah pengalihan, serangan utama bisa datang dari mana saja."

Jin mengangguk, dengan cepat melepas jas tuksedonya. "Bagus juga. Aku selalu merasa dasi ini agak terlalu ketat." Humornya jatuh datar, tapi tidak ada yang menghiraukan.

Yoongi membagi layar utamanya. Di satu sisi, dua titik hijau—Hoseok dan Taehyung—bergerak seperti ikan di melalui blueprint gedung NIS yang rumit. Di sisi lain, hitungan mundur yang mengerikan terus berdetak: 01:45... 01:44... 01:43...

"Eagle-Two, belok kiri setelah pintu pemadam kebakaran. Ada panel kontrol tersembunyi di balik lukisan reproduksi abad ke-19—lukisan kapal," pandu Yoongi, suaranya tegang namun terkendali.

"Ada di sini," lapor Taehyung melalui kom, suara napasnya sedikit terengah. "Tapi ada kunci biometrik tambahan. Sidik jari dan retina."

"Gunakan kartu bypass darurat saya. Nomor seri Delta-Zero-Niner. Tempelkan, dan aku akan mencoba memalsukan sidik jari dari sini dengan data cadangan lama," kata Yoongi.

01:15...

Mereka mendengar suara kartu gesek, diikuti oleh bunyi bip yang menolak.

"Ditolak!"lapor Taehyung, suaranya mulai panik.

"Tenang," desis Hoseok. "Suga, coba lagi."

Yoongi mengutuk dalam bahasa Korea. "Mereka sudah menghapus otorisasi daruratku! Mereka tahu kita akan menggunakan jalur ini!"

01:00...

"Oke, cara kasar," kata Hoseok. Dari kom terdengar suara gesekan logam kecil. "Aku pakai pemutus frekuensi portabel. Ini akan mematikan kunci elektroniknya selama 15 detik, tapi juga akan memicu alarm lokal."

"Lakukan!" perintah Namjoon.

00:55...

Suara dengungan pendek dan keras terdengar, diikuti oleh bunyi 'klik' yang melegakan. "Terbuka!" seru Taehyung.

Tapi tiba-tiba, dari kom terdengar suara orang terkejut. "Hei! Kalian siapa?!"

"Penjaga keamanan internal!" lapor Hoseok. Suara tarung singkat dan efisien terdengar—sebuah tendangan rendah, pukulan pada titik tekanan, dan sebuah erangan—diakhiri dengan suara tubuh yang jatuh ke lantai. "Dinonaktifkan. Non-lethal."

00:40...

"Server room ada di ujung koridor ini! Cepat!" teriak Yoongi.

Langkah kaki berlari yang teredam menggema melalui kom. Di markas, Jungkook berdiri, tangannya mengepal erat. Jimin memejamkan mata, bibirnya komat-kamit berdoa. Jin menggigit bibirnya hingga hampir berdarah.

00:25...

"Ada di sini! Pintu baja! Kode numerik!" teriak Taehyung.

"Kodenya 7-4-0-8-1-3!" jawab Yoongi, membaca dari catatan rahasia. "Cepat!"

00:20...

Suara tombol ditekan berderet. Bunyi 'bip' panjang, dan pintu berat itu terbuka dengan desis.

00:15...

"Rack server utama, dengan lampu merah berkedip!" lapor Taehyung, terengah-engah.

"Colokkan perangkat daruratku ke port merah di bagian bawah! Yang bertanda 'Emergency System Override'!" teriak Yoongi.

00:10...

"Port-nya... ada! Mencolokkannya sekarang!"

Yoongi menatap layar di depannya. Jarinya melayang di atas tombol 'Enter'. Di layar besar, simbol misil hantu itu begitu dekat dengan Seoul.

00:05...

"SEKARANG, YOONGI!" teriak Namjoon.

Yoongi menekan tombol itu.

Seluruh layar utama tiba-tiba menjadi hitam. Ruangan bawah tanah itu diselimuti keheningan yang begitu pekat sehingga mereka bisa mendengar detak jantung mereka sendiri.

Lalu, dengan tenang, kata-kata biru muncul di layar.

\[SYSTEM REBOOT INITIATED. ALL DEFENSE SYSTEMS OFFLINE. RE-ESTABLISHING CONNECTION...\]

\[REBOOT SISTEM DIMULAI. SEMUA SISTEM PERTAHANAN NON-AKTIF. MEMBANGUN KONEKSI ULANG...\]

Hitungan mundur telah berhenti di 00:02.

Dari kom, terdengar suara Hoseok yang terengah-engah, diikuti oleh bunyi alarm internal di gedung NIS yang perlahan-lahan mereda. "Alarm... berhenti. Kami aman untuk saat ini."

Tidak ada sorak-sorai. Tidak ada pelukan. Hanya desahan lega yang keluar dari tujuh pasang paru-paru secara bersamaan. Jungkook nyaris terjatuh, bersandar di mejanya. Jimin membuka matanya, dengan linangan air mata yang tidak jatuh. Jin mengambil kembali tuksedonya dan menggantungnya dengan tangan yang gemetar.

Namjoon menutup matanya sejenak, mengumpulkan dirinya. Ketika dia membukanya kembali, ada api kemarahan yang dingin di dalamnya.

"Eagle-Two, keluar dari sana. Sekarang. Jangan tinggalkan jejak." Dia menarik napas dalam-dalam. "Semua orang, dengar. Pertempuran ini bukan lagi tentang mencegah serangan. Ini tentang bertahan dari provokasi yang bisa memicu kepunahan."

Dia menatap simbol BTS yang retak di dinding, dengan kata "PENGKHIANAT" di bawahnya.

"Mereka tidak hanya tahu identitas kita. Mereka tahu psikologi kita. Mereka tahu kita akan bereaksi seperti ini. Mereka sedang memainkan kita seperti biola, dan kita bahkan belum melihat pemainnya."

Kemenangan mereka terasa pahit. Mereka telah menyelamatkan Seoul dari sebuah phantom, tetapi phantom itu telah meninggalkan ketakutan yang sangat nyata. Dan di suatu tempat di luar sana, sang dalang pasti sedang tersenyum, mengetahui bahwa langkah pertama dalam rencananya yang lebih besar telah bekerja dengan sempurna.

TBC

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download NovelToon APP on App Store and Google Play