Bab 2 - Unit Bangtan Diaktifkan

SUV hitam itu melesat seperti hantu, menyusuri jalanan bawah tanah Seoul yang sepi, jauh dari keramaian dan sorotan lampu kota. Ketenangan di dalam mobil itu kontras dengan badai yang mengamuk di hati setiap penghuninya. Pesan Direktur Park masih bergema di telinga mereka, dingin dan mengancam seperti pisau belati.

"Pengkhianatan."

Kata itu menggantung di udara ber-AC, lebih menusuk daripada ancaman dari luar mana pun. Seseorang tahu identitas mereka. Seseorang menggunakan logo mereka sebagai tanda peringatan. Itu bukan lagi sekadar serangan siber; itu adalah pelecehan yang sangat pribadi, sebuah tantangan yang melemparkan sarung tangan langsung ke wajah mereka.

Setelah beberapa menit dalam keheningan yang tegang, Namjoon memecahnya. Suaranya tenang, namun berwibawa, memimpin seperti biasa. "Oke, evaluasi situasi. Suga, apa yang bisa kamu lihat dari data serangan itu?"

Yoongi, yang sudah tenggelam dalam tabletnya, tidak langsung menjawab. Jari-jarinya menari di atas layar, membuka beberapa jendela sekaligus. "Aku sudah mengunduh paket data dari Nest. Kodenya... elegan. Sangat elegan. Bukan kerja script kiddie atau negara nakal yang terburu-buru. Ini seperti karya seni digital yang jahat." Dia menggeser satu diagram alur ke layar utama. "Lihat. Mereka tidak memaksa masuk. Mereka menggunakan backdoor yang sudah ada di dalam sistem C4 kita. Seperti punya kunci sampingnya."

"Backdoor? Di sistem militer?" tanya Hoseok, tidak percaya.

"Lebih buruk lagi," sahut Yoongi, matanya tetap tertuju pada layar. "Mereka menggunakan protokol autentikasi level tertinggi. Hanya segelintir orang di NIS dan militer yang memiliki akses ini."

"Artinya, pengkhianatnya memang dari dalam. Level tinggi," simpul Jimin, suaranya berbisik. Dia memandang keluar jendela yang gelap, seolah-olah bisa melihat wajah musuh di balik bayang-bayang kota.

"Atau akses mereka dicuri," tambah Jin, mencoba mencari sisi positif. Meski wajahnya masih pucat dari akting 'sakit' tadi, pikirannya sudah bekerja dengan cepat.

"Kemungkinannya kecil, Hyung," bantah Yoongi. "Protokol ini menggunakan verifikasi biometrik dua faktor. Jadi, bukan hanya kartu dan password, tapi juga sidik jari dan pemindaian retina. Sangat sulit dicuri tanpa... mencuri orangnya juga."

Suasana kembali muram. Kemungkinan bahwa seorang rekan, seseorang yang mereka kenal, bisa menjadi dalang di balik ini semua, terasa seperti pengkhianatan kedua.

Taehyung, yang selama ini diam, tiba-tiba berbicara. "Pesan itu... 배신 (Bae-sin). Itu bukan hanya 'pengkhianatan'. Dalam konteks sastra klasik, itu bisa berarti 'mengingkari kepercayaan'. Seseorang merasa dikhianati?"

Semua mata tertuju padanya. Taehyung sering kali memiliki perspektif yang unik, mampu melihat makna di balik makna.

"Atau itu adalah proyeksi," timpal Jimin, kembali menggunakan keahlian psikologisnya. "Mereka yang merasa dikhianati sering kali menjadi pengkhianat terbesar. Mungkin ini motivasinya. Balas dendam."

Namjoon mengangguk, mengolah informasi itu. "Poin yang bagus, Taehyung-ah, Jimin-ah. Itu memberi kita dimensi lain. Kita tidak hanya mencari mata-mata, kita mungkin mencari seseorang yang punya dendam pribadi terhadap NIS, atau bahkan terhadap negara." Dia menoleh ke Jungkook, yang duduk paling diam di sudut. "Jungkook-ah, kamu terlalu sunyi. Apa yang kamu lihat?"

Jungkook mengangkat kepalanya. Mata yang biasanya penuh dengan kegembiraan dan kekaguman sekarang tajam dan fokus. "Aku memikirkan timing-nya, Hyung. Serangan terjadi tiga jam sebelum konser kita berakhir. Pesan datang tepat saat kita di panggung. Itu bukan kebetulan. Mereka ingin kita tahu, saat kita paling tidak bisa berbuat apa-apa. Saat kita terjebak dalam peran sebagai idola. Itu adalah bentuk penghinaan."

"He's right," desis Hoseok. "Ini permainan pikiran. Mereka ingin kita merasa tidak berdaya."

"Tapi kita tidak," kata Namjoon dengan tegas. "Kita justru berada dalam posisi terbaik. Siapa yang akan menduga tujuh idola pop sebagai agen intelijen? Topeng kita adalah keuntungan terbesar kita." Dia berhenti sejenak, memandangi satu per satu anggota timnya. "Tapi ini mengubah segalanya. Protokol standar tidak berlaku. Kita tidak bisa mempercayai siapa pun di NIS, kecuali mungkin Direktur Park sendiri. Dari sekarang, kita adalah unit yang berdiri sendiri. Komunikasi hanya melalui saluran enkripsi level Shadow yang Suga buat. Kita mengandalkan sumber daya kita sendiri."

"Markas?" tanya Jin.

"Kita tidak bisa menggunakan markas NIS utama. Terlalu riskan," jawab Namjoon. "Kita akan menggunakan 'The Nest' kedua. Studio latihan kita di Hannam-dong."

Semua mengangguk. Studio latihan mereka yang mewah itu memiliki ruang bawah tanah rahasia yang diperlengkapi dengan peralatan canggih, dijadikan markas darurat untuk latihan simulasi. Tidak ada yang akan mencurigai tempat itu.

SUV akhirnya berhenti di basement parkir sebuah gedung apartemen mewah di Hannam-dong. Pengemudi mereka, agen NIS yang bisu, mengangguk sekali sebelum mobil itu melesat pergi, meninggalkan mereka di tempat yang seolah-olah biasa saja.

Dengan cepat, mereka memasuki lift menuju lantai studio. Begitu pintu studio tertutup, mereka berubah. Bahu yang tadinya lelah setelah konser sekarang tegak. Langkah mereka menjadi gesit dan penuh tujuan.

Jimin langsung menuju panel kontrol tersembunyi di balik cermin latihan. Dengan menekan urutan kode tertentu, sebuah bagian lantai berbisik dan terbuka, memperlihatkan tangga yang menurun ke bawah.

Ruangan di bawah tanah itu tidak seperti ruang latihan yang cerah di atas. Cahayanya redup, didominasi oleh cahaya biru dari banyak layar komputer. Dindingnya dipenuhi senjata yang tersimpan rapi, pakaian taktis, dan peralatan komunikasi khusus. Di tengah ruangan terdapat meja besar dengan peta digital Korea Selatan.

"Home, sweet home," gumam Yoongi, langsung mendarat di kursi di depan stasiun komputer utama dan mulai menyalakan semua sistem. Dengung hard drive dan server mulai memenuhi ruangan.

"Oke, kita punya waktu terbatas sebelum media mulai memburu kita karena 'sakit' tadi," kata Namjoon, berdiri di depan meja digital. "Suga, fokus pada backdoor dan siapa saja yang memiliki akses ke protokol autentikasi itu. Buat filter untuk memantau komunikasi internal NIS yang mencurigakan."

"Sudah dikerjakan," balas Yoongi, tanpa menoleh.

"Jin, kamu tugasnya mengumpulkan intel dari lingkaran sosial tingkat tinggi. Ada acara amal galanya besok malam, kan? Cari tahu apa yang sedang dibicarakan di kalangan elite. Terkadang, informasi paling berharga datang dari obrolan sampingan saat minum anggur."

Jin mengangguk, sudah membuka lemari yang berisi setelan-setan tailor-made yang cocok untuk acara seperti itu. "Aku akan membuat mereka berbicara."

"J-Hope, V," lanjut Namjoon. "Kamu berdua melakukan pengintaian fisik. Markas Cyber Command, rumah-rumah pejabat tinggi yang terlibat... lihat apakah ada aktivitas yang tidak biasa. Kamu adalah mata dan telinga kita di jalanan."

Hoseok dan Taehyung saling pandang dan mengangguk kompak. Mereka adalah duo yang tangguh di lapangan.

"Jimin," Namjoon menatap Jimin. "Aku butuh profil psikologis dari setiap orang dalam daftar tersangka yang akan Suga berikan. Cari celah, motif, tekanan... apapun yang bisa membuat seseorang berkhianat."

Jimin mengangguk, matanya sudah analitis. "Aku akan menyelaminya."

"Dan aku?" tanya Jungkook, bersiap untuk tugas apapun.

Namjoon menatapnya dalam-dalam. "Jungkook-ah, aku butuh kamu sebagai wildcard. Kamu akan mempelajari segala sesuatu tentang serangan ini dari sudut pandang taktis. Simulasi skenario terburuk. Jika mereka bisa melumpuhkan sistem kita selama tujuh menit, apa target berikutnya? Pembangkit listrik? Jaringan air? Kamu yang akan mengantisipasinya."

Jungkook mengangguk, wajahnya serius. Dia memahami betapa beratnya tanggung jawab itu.

"Dan..." Namjoon menambahkan, suaranya lebih rendah. "...kita semua harus ekstra waspada. Terhadap siapa pun. Bahkan terhadap diri sendiri. Jika ada yang merasa ada yang aneh, atau diikuti, laporkan segera. Kepercayaan kita hanya ada di antara kita tujuh saja. Itu yang paling penting."

Dia memandang keenam pria di depannya. Mereka bukan lagi anak-anak muda yang bernyanyi di atas panggung. Mereka adalah Unit Bangtan. Sebuah tim yang terpaksa keluar dari bayangan untuk menghadapi bayangan yang lebih gelap.

"Unit Bangtan diaktifkan," deklarasi Namjoon, suaranya mengisi ruangan bawah tanah yang sunyi. "Mari kita temukan pengkhianat ini, dan lindungi rumah kita."

Layar-layar di dinding menyala, memancarkan aliran data yang tak ada habisnya. Pertempuran diam-diam mereka telah dimulai. Dan di luar, fans mereka bermimpi tentang konser yang baru saja mereka saksikan, tidak menyadari bahwa pahlawan sejati mereka sedang berperang di dalam kegelapan.

TBC

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download NovelToon APP on App Store and Google Play