Tatapan yang tak terlihat

Beberapa hari berlalu sejak kejadian malam itu. Sejak foto misterius itu muncul di tangannya, Raka berusaha keras menghapus bayangan perempuan asing dengan bayi yang mirip dirinya dari pikirannya. Ia mencoba menjalani hari-harinya seperti biasa—bangun pagi, sarapan terburu-buru, dan berangkat ke sekolah dengan motor tuanya.

Namun, sesungguhnya hatinya tidak benar-benar tenang. Ada sesuatu yang tertinggal, sesuatu yang tidak bisa ia abaikan. Setiap kali ia teringat tatapan panik ibunya, jantungnya berdegup lebih cepat. Ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan, tapi memilih untuk diam dulu.

“Ah, sudahlah… mungkin cuma aku yang berlebihan,” gumamnya sambil menatap keluar jendela kelas, mencoba menenangkan pikirannya.

Hari-hari di sekolah berjalan hampir normal. Tawa teman-temannya di kantin, suara gaduh anak-anak bermain futsal, bahkan ocehan guru matematika yang tak henti-hentinya menulis rumus di papan tulis—semuanya membuatnya merasa hidupnya tetap sama. Namun, jauh di dalam hatinya, ia merasa ada yang berubah.

Dan perasaan itu semakin kuat ketika malam tiba.

Setiap kali ia berjalan pulang dari warung dekat rumah, bulu kuduknya selalu merinding. Udara malam yang seharusnya hanya dingin, terasa berbeda—seperti ada yang mengikuti langkahnya. Sesekali, ia menoleh ke belakang, tapi jalan sepi. Hanya suara angin yang melewati pepohonan, dan suara serangga malam yang menemani.

Di sekolah pun rasa itu sama. Saat ia duduk di kelas, terkadang lehernya terasa gatal seakan ada tatapan menembus kulitnya dari arah belakang. Ketika ia menoleh, ia hanya melihat teman-temannya yang sibuk dengan urusan masing-masing. Tidak ada yang memperhatikan dirinya.

“Kenapa aku merasa ada yang terus mengawasi?” bisiknya dalam hati.

Pernah suatu sore, sepulang sekolah, Raka berhenti di taman kecil dekat jalan utama. Ia duduk sebentar di bangku kayu, membuka bekal kecil yang dibawa ibunya. Hujan baru saja reda, dan daun-daun masih meneteskan sisa airnya. Saat ia menggigit roti isi, matanya menangkap sesuatu dari kejauhan.

Seorang anak perempuan… berdiri diam di bawah pohon besar, tak jauh dari pagar taman. Tubuhnya tidak jelas karena terhalang bayangan, namun wajahnya… samar-samar terlihat seperti mengenalnya.

Raka memicingkan mata, mencoba memastikan. Tapi begitu ia mengedip, anak itu sudah tak ada lagi. Hanya sisa tetes hujan yang jatuh dari daun, menimbulkan suara pelan di tanah basah.

Jantungnya berdegup lebih cepat. Ia menoleh ke kanan, lalu ke kiri, mencari tanda-tanda keberadaan anak itu. Kosong. Jalanan sepi, hanya ada satu-dua orang yang lewat dengan payung.

“Aku… aku nggak salah lihat, kan?” Raka berbisik pada dirinya sendiri, matanya masih menatap ke arah pohon besar itu.

Sejak hari itu, perasaan “diawasi” semakin jelas. Bahkan di rumah sekalipun, ketika ia sedang membaca buku atau duduk menonton televisi, ia merasa ada tatapan yang tak terlihat. Seperti ada seseorang yang berdiri di sudut ruangan, memperhatikan setiap gerak-geriknya.

Kadang-kadang, saat malam semakin larut dan rumah sudah sunyi, ia mendengar bunyi pelan seperti langkah kecil di koridor depan kamarnya. Tok… tok… tok… suara sandal menyeret di lantai, meskipun ia tahu orang tuanya sudah tidur.

Raka berusaha meyakinkan diri bahwa itu hanya imajinasinya. Tapi setiap kali ia memejamkan mata, bayangan perempuan dalam foto itu selalu muncul di benaknya. Senyum hangat perempuan muda itu… bayi yang ada di pelukannya… dan kini, rasa seolah-olah ada yang “mengawasi” dari jauh.

Semua terasa semakin nyata.

Malam itu, sebelum tidur, ia kembali duduk di meja belajarnya, memandangi buku yang terbuka tapi tak terbaca. Pandangannya kosong, pikirannya penuh tanda tanya.

“Siapa sebenarnya perempuan itu? Dan kenapa aku merasa seperti… ada yang selalu menemaniku, padahal aku sendirian?”

Di luar, angin kembali bertiup kencang, membuat tirai jendela bergoyang pelan. Bulan tertutup awan, menyisakan kegelapan yang lebih pekat dari biasanya. Raka menutup bukunya, menghela napas panjang, lalu bangkit menuju ranjang.

Namun sebelum ia sempat berbaring, sesuatu membuatnya terpaku.

Di kaca jendela kamarnya yang berembun karena dinginnya malam, ia melihat pantulan dirinya sendiri. Tapi sesaat—sangat singkat—bayangan itu tampak berbeda. Matanya menatap dengan tajam, bukan dengan wajah lelah seperti biasanya. Bibir bayangan itu seolah bergerak, mengucapkan sesuatu yang tidak terdengar.

Raka tertegun, menatap lebih dekat. Bayangan itu kini kembali sama seperti dirinya, diam dan biasa.

Ia mundur satu langkah, tubuhnya bergetar. “A-apa barusan itu…?”

Malam itu, ia tidur dengan lampu tetap menyala.

Hot

Comments

Lan Yumi

Lan Yumi

Incredible!

2025-08-20

1

See all

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download NovelToon APP on App Store and Google Play