Fearing

Melihat Erlangga sendirian mengejar seorang paparazi, Reina tidak tinggal diam hanya duduk di taman. Ia harus bergerak meminta bantuan, ia tidak akan membiarkan pria itu mengatasi paparazi tersebut sendirian. Namun, jika ia meminta pertolongan pada tunangannya bukankah ia akan mendapat masalah besar? Ia sama halnya memasukkan sebuah umpan ke dalam kandang harimau. Tunangannya itu akan menuding banyak pertanyaan mengapa di acara pesta justru bertemu pria lain.

Tidak. Tidak boleh bertindak gegabah.

Oleh karenanya, ia memilih bergerak sendiri. Berjalan menyusul Erlangga. Melewati jalan yang kedua pria tadi lalui. Menapaki paving block menjurus ke arah rubanah. Sampai di pintu rubanah ia menemukan Erlangga sendirian. Ia berjalan menghampiri Erlangga yang juga tengah berjalan ke arahnya. Matanya celingukan mencari sang paparazi. Ke mana dia? Apa Erlangga tidak berhasil menangkapnya. Namun, dia tak memedulikan itu. Terpenting melihat Erlangga selamat dan baik-baik saja telah membuatnya lega.

"Reina, lo kok malah nyusul ke sini?" Tanyanya pada wanita di depannya. Kini wanita itu rautnya kentara panik.

"Aku khawatir. Kamu nggak pa-pa, kan?"

Erlangga menggeleng. "Aman. Gue nggak pa-pa."

"Beneran?" Tanya Reina sekali lagi.

Erlangga mengulum senyum. "Iya beneran, gue nggak apa-apa. Gue baik-baik saja. Jadi nggak perlu khawatir ya?" Ia merentangkan tangannya, menunjukkan semuanya bahwa ia tidak berbohong. Bertujuan pula supaya Reina percaya.

Reina masih menatap pria itu. Dalam sekali tatapannya. Menatap dari atas sampai bawah. Benar. Tidak ada luka di tubuh Erlangga, sehingga ia harus mempercayainya, bukan?

Ponsel Erlangga berbunyi, ia izin kepada Reina untuk menjawabnya sejenak. Erlangga sedikit menjauh, sementara Reina berdiri di belakangnya.

Dari tempatnya berdiri, Reina melihat tunangannya berjalan ke arah mobil yang terparkir pojok. Detik itu ia sedikit panik, takut tunangannya itu melihatnya di rubanah bersama Erlangga. Jadi, ia memilih bersembunyi di antara mobil yang berjejer.

Sementara Erlangga yang selesai menjawab panggilan, kemudian berjalan menghampiri Reina. Kening Erlangga mengernyit, sesaat mendapati wanita itu panik dan bersembunyi di antara mobil. Gerak pandangnya mengarah ke arah yang Reina lihat.

Ada Arthala hendak memasuki mobil bersama ... seorang wanita. Lantas bisa menyimpulkan alasan Reina bersembunyi. Namun yang membuatnya naik darah adalah Arthala bersama wanita lain, di saat ada tunangannya. Dia telah menyakiti Reina. Dan dirinya tak menyukai itu. Reina disakiti orang lain.

Ia menangkap Reina menerima panggilan seseorang. Erlangga sangat yakin, itu panggilan dari Arthala. Dikarenakan sesudah menerima panggilan, raut Reina lantas berubah. Mobil Arthala pergi, dari tempat bersembunyi Reina mengamati lajuan mobil itu. Lalu, tanpa menunggu waktu lama Erlangga bergerak cepat menghampiri. Mereka saling berhadapan, dengan Reina yang masih diam mematung. Erlangga menggugahnya dengan suara lembutnya, "Reina."

Reina mendongak. Rautnya sendu. Suaranya bergetar, bahkan ketika menyebut nama pria dihadapannya hingga pria itu menarik pundaknya, dan memeluknya.

"Jangan ditahan ya? Nangis aja kalau kamu ingin nangis. Aku di sini. Aku nggak akan biarin kamu nangis sendirian. Aku jamin nggak ada orang yang lihat kamu selain aku."

Reina mengeratkan pelukan yang ia terima. Untuk kedua kalinya ia menangis dipelukan dia.

*****

Malam itu Erlangga mengantarkan Reina pulang ke apartemen. Ini kali kedua Erlangga mengantar Reina yang statusnya sudah menjadi tunangan orang lain. Dulu, ketika mereka masih remaja SMA, Erlangga sering mengantar pulang ke rumah, karena kala itu, mereka satu sekolah. Maka, tidak ada kata mereka baru mengenal. Mereka sudah lama saling mengenal. Lebih dulu Erlangga daripada Arthala.

Jika bertanya mengenai pelukan? Perlu diperjelas bahwa Erlangga tidak hanya sekali memeluknya, tetapi pernah dulu sekali ketika ia mengalami suatu hal yang tidak pernah terbayangkan. Suatu hal yang sama sekali tidak seharusnya ia lihat dan inginkan. Suatu hal yang sangat menyakitkan. Lalu, saat itu Erlangga hadir menemaninya. Memeluknya erat dan menenangkannya.

Entah-lah setiap sendu yang hadir, Erlangga-lah yang turut berupaya menghiburnya hingga ia tersenyum kembali. Ia selalu merasa Erlangga membawa ketenangan dan kebahagiaan baginya.

Setiap di dekat pria itu ia merasa aman, nyaman, dan bahagia tentunya.

20 menit perjalanan mereka tiba di apartemen Reina yang lokasinya berada di Jakarta Selatan. Tak jauh dari hotel milik Arthala. Mobil Erlangga terparkir di rubanah. Sengaja ia parkirkan di sana dahulu, lantaran ia ingin mengatarkan Reina sampai di elevator atau di depan pintu apartemen. Tujuannya adalah memastikan Reina sampai selamat dan baik-baik saja.

"Kita udah sampai."

"Reina?"

Panggilan Erlangga sama sekali tak didengar. Reina masih tertahan dengan lamunannya. Mengindahkan apa yang diucapkan pria itu. Erlangga memutuskan keluar mobil lebih dulu, berjalan memutar ke pintu penumpang. Membuka mobil perlahan supaya Reina tidak terkaget atas tindakannya, hingga wanita itu tersadar sendiri di mana kini di sisinya berdiri pria jangkung yang tengah memandangnya dengan iringan senyum.

"Kita udah sampai. Ayok aku antar kamu sampai ke atas."

Reina diam. Menundukkan kepala. Ia enggan untuk beranjak. Enggan untuk pulang, namun tubuhnya terasa melelahkan sekali.

Erlangga membuka pintu itu lebar. Berjongkok di sisi pintu. Melepas selt belt, kemudian menggenggam tangan Reina, dan memanggil namanya pelan. "Reina?"

Reina mendongak, menatap pria tersebut. "Er -- Langga,"

Erlangga diam. Menunggu kelanjutan ucapan Reina.

"Tte-manin aku. Aku tt-akut, Lang."

"Iya. Aku temanin kamu. Aku antar kamu."

"Dii--a begitu ke aku, Lang."

Suara Reina bergetar sekali ketika berujar.

Erlangga mengusap pelan rambut Reina, "Sudah ya, aku antar kamu naik ke atas supaya kamu juga cepat istirahat. Capek kan pasti?"

Reina menurut. Mengikuti langkahan Erlangga berjalan ke elevator dan menekan tombol. Pintu terbuka, keduanya masuk. Erlangga menekan lagi angka lantai 10 menuju ruang apartemennya. Di dalam elevator, Erlangga mengamit tangan Reina, sesekali membetulkan jas hitam miliknya yang ia sampirkan di tubuh wanita mungil itu.

Tiba di pintu apartemen Erlangga melepaskan tangan yang diamitkan pada tangan Reina. Mempersilahkan Reina untuk menekan sandi dan membuka pintu.

"Kamu bisa masuk. Bersih-bersih lalu istirahat," kata Erlangga mengingatkan.

Reina mengangguk pelan. "Makasih Erlangga."

"Aku pulang dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungin aku."

"Iya pasti. Hati-hati di jalan."

Erlangga tersenyum, sebelum pergi ia mengusap lembut puncak kepala Reina. Setelahnya berjalan ke rubanah ke arah mobilnya. Duduk di sana dan tidur di sana. Seusai mengalami kejadian hari ini, menyebabkan dirinya tak tega meninggalkan Reina sendirian, sehingga ia memutuskan menjaga Reina dari jauh. Menginap di apartemen Reina. Berjaga-jaga jika mendadak terjadi sesuatu ia lantas bisa bergegas ke sana.

Erlangga menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi mobil. Mengeluarkan ponselnya, mencari kontak nama yang akan dipanggil. Ia menghubungi seseorang di seberang sana.

"Bantu gue lacak identitas Prabu Lengkara. Kalau udah ketemu kabarin gue."

*****

Hot

Comments

Amanda

Amanda

Author, you have a real talent for storytelling. Keep it up! 🙌

2025-08-11

0

See all
Episodes

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download NovelToon APP on App Store and Google Play