Here For You : Aku Di Sini Hanya Untukmu

Here For You : Aku Di Sini Hanya Untukmu

One Night of the Engagement

Di malam yang gemerlap ini akan menjadi sebuah malam bahagia. Mungkin? Karena sebuah cincin telah tersemat di jemari masing-masing pasangan ini. Mereka baru saja melangsungkan acara pertunangan di salah satu hotel di Jakarta. Pertunangan yang dilaksanakan hikmat dan privat, yang dihadiri oleh orang tertentu.

Seusai pertukaran cincin, keduanya menghampiri tamu undangan yang menghadiri pertunangannya. Sehabis menghampiri kolega, Arthala dan Reina menghampiri sahabatnya yang duduk di bangku dekat kolam air mancur.

"Selamat yaaa." Sahabatnya bernama Laras itu antusias sekali mengucapkan.

"Selamat yaaa Reina akhirnya lo bentar lagi jadi calon istrinya mantan pak Dosen." Grace juga tak kalah heboh mengucap selamat.

"Aku beneran nggak nyangka lho mbak, hubungan kamu sama pak Arthala sampai ke tahap ini," ujar Elisa yang terharu atas lamanya perjalanan asmara Reina sampai di titik keseriusan.

Seluruh sahabat Reina hadir dan satu persatu mengucapkan selamat serta mereka turut ikut berbahagia dengan acara pertunangannya. Reina tersenyum. "Terima kasih ya semua udah nyempetin hadir."

"Lo nggak perlu khawatir, Na. Sesibuk apapun kami kalau ada hal penting berkaitan dari pertemanan ini pasti bakalan disempatin kok," ujar Milka yang sedari awal selalu mendukungnya.

"Pacaran udah hampir 5 tahun nggak sampai diseriusin perlu dipertanyakan." Entah kenapa ucapan Fajar tidak ramah untuk didengar padahal ada Arthala di sisinya.

"Ya kalau ujungnya disakitin berarti Arthala minta dihajar," ujar Jovian menambahkan sembari melirik Arthala.

Arthala merangkul Reina, "Kita bakal baik-baik saja sampai pernikahan tiba," rangkulan itu terasa mengerat. "Iya kan, Sayang?"

Reina hanya tersenyum kecil.

"Harus sih. Jangan sampai lo ... menyakiti Reina," ujar Farhan penuh peringatan.

"Yaaaa sahabat kita ini di doain dong lah langgeng teruuss, dijauhi para ani-ani, pelakor di luar sana," Angel, sahabatnya. Si wanita dominan itu mulutnya selalu tak bisa dikendalikan.

"Udah-udah lanjut minum aja," Angga, berusaha menengahi. Menetralkan keadaan daripada berujung saling lepas perbincangan yang pedih.

"Pokoknya doa yang terbaik buat lo, Na," ujar Delia sembari mengusap lengan wanita itu.

"Aku seneng banget, kamu udah diseriusin begini sama Arthala. Aku juga seneng kamu bahagia, Na." Fenita. Sahabat yang paling dekat dengan Reina. Wanita yang pembawaannya lemah lembut itu memeluknya.

"Terima kasih ya, Ta," balas Reina.

Arthala izin menyambut kedatangan koleganya, sementara Reina ikut bergabung duduk di bangku bersama teman-temannya saling mengobrol. Membahas mengenai dirinya, pekerjaan dan lainnya. Selama mengobrol Reina sekilas melirik tunangannya yang jauh darinya, sibuk sekali menyambut dan mengajak berbincang para undangan. Sejenak Reina menghela napas rendah.

"Btw ini jadinya Erlangga nggak datang?" Tanya Hani ditengah obrolan.

"Telat dia. Lagi ngurusin rancangan proyek bandara," jelas Jovian sesaat menegak cocktail.

"Beneran telat? Atau dia ragu buat dateng ke sini?" Sandy sekali berbicara membuat Reina menoleh dan hendak bertanya namun secara tiba-tiba yang dibicarakan datang.

"Sorry nih telat dateng ada kerjaan yang perlu gue beresin dulu." Erlangga memberikan alasan yang sebenarnya. Kini pusat atensi Reina dan teman-temannya mengarah ke Erlangga. Dia datang dengan masih memakai pakaian kerja yang rapi namun terlihat lelah sekali dari raut wajahnya.

"Hiiihh lamanyaaa!" seru Grace geregetan.

"Weh lama bener lo. Sini duduk!" Keanu memberikan kursi untuk Erlangga duduki. Pria itu duduk di sebelah kanan Reina.

"Kita kira lo nggak bakal dateng, Lang," ujar Hanna.

"Ya mana mungkin gue nggak dateng. Ini itung-itung gue dapet makanan gratis lho ya." Selalu saja ada gurauan yang ia katakan. Tak pernah berubah sifatnya.

Semua temannya mengumpatinya karena tingkahnya yang lumayan menyebalkan. Pria itu hanya terkekeh dan Reina ikut tersenyum kecil.

Lalu Erlangga mengulurkan tangannya dan berkata, "Hai Na ... selamat ya atas pertunangannya."

Reina menyambutnya dan membalas ucapan pria itu. "Terima kasih."

...****...

Singkatnya, waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam. Para tamu undangan serta teman-temannya telah pulang meninggalkan hotel tempat acara pertunangannya. Termasuk keluarga pasangan itu telah pulang lebih dulu. Sementara Reina dan Arthala masih berada di sana. Keduanya berjalan bersisian ke arah lobi hotel. Menunggu mobil yang diambilkan oleh petugas hotel. Arthala menjauh sejenak dari Reina untuk menerima panggilan telepon. Dalam jarak lumayan dekat Reina memerhatikan tunangannya. Dia tampak serius. Ada gurat kekhawatiran menerima telepon tersebut. Siapa yang menelpon tunangannya malam-malam begini?

"Oke. Aku segera ke sana. Kamu tenang dulu ya? Tetap di situ. Jangan ke mana-mana. Tunggu aku."

Tak berselang lama mobil datang, bertepatan berakhirnya percakapan telepon Arthala dengan seseorang. Petugas hotel menyerahkan kunci mobil pada Arthala.

"Aku pulang duluan. Kamu bisa naik taksi untuk pulangnya." Arthala berkata sembari mengotak-atik gawainya.

"Kamu mau ke mana?"

"Aku ada urusan."

"Urusan? Malam-malam begini?" Tentu ia harus tahu ke mana tunangannya akan pergi, bukan?

Arthala berdecak. "Dengar, kamu nggak perlu tahu urusanku apa. Cukup di sisiku. Nggak membantah perintahku. Dan perlu diingat, kamu di sini bukan siapa-siapa Reina. Kamu nggak ada hak untuk ikut campur. Paham?"

Kalimat menohok dari Arthala membuat Reina diam. Menahan semuanya. Tidak ada kekuatan melawan pria itu. Selanjutnya pria jangkung itu bergegas menaiki mobil. Seperti biasa dia akan membiarkannya sendirian.

Reina mendongak menatap gelapnya langit yang terang dan cantik sekali karena dilukiskan oleh sinar cahaya bintang. Seharusnya malam ini menjadi hal bahagia, lantas nyatanya tidak bagi Reina. Siapa sangka malamnya ini merupakan malam yang menyakitkan dan menyedihkan. Tanpa ia sadari air matanya menetes. Mampukah ia bertahan hingga akhir, hingga waktunya tiba? Ataukah ia mengakhirnya walaupun harus menghadapi risiko?

Reina menghapus jejak air matanya, hawa semakin dingin. Reina mengusap-usap lengannya. Kebayanya tak mampu melindungi tubuhnya yang kedinginan. Reina celingak-celinguk siapa tahu menemukan taksi di jam yang larut. Nihil tak ada sama sekali taksi yang berhenti di hotel. Membuka aplikasi taksi online, berharap masih punya hati untuk menerima pesanannya. Sesaat ia mengetikkan di aplikasi, sebuah mobil civic hitam berhenti di lobi, di depannya. Reina mengernyitkan dahi, seolah mengenali pemilik mobil tersebut. Lalu seorang pria bertubuh jangkung keluar dari mobil menghampirinya yang berdiri di sana.

"Kok lo masih di sini? Arthala mana? Bisa-bisanya habis tunangan lo di biarin sendirian?"

"Erlangga? Kok kamu belum pulang?"

"Iya, ini tadi muter balik lagi ambil jam tangan ketinggalan di wastafel." Erlangga menoleh memerhatikan sekitar hotel yang sudah sepi hanya beberapa yang lewat, petugas hotel dan pengunjung. "Arthala mana, Na?"

"Hhm?"

"Arthala mana?"

Reina menelan salivanya dalam - dalam, sebetulnya ia bingung bagaimana harus menjawab. "Eeemm ... dia duluan tadi. Ada urusan mendadak katanya."

Erlangga membelalakkan matanya. "Serius? Dan dia ninggalin lo sendirian di sini?" Benar dia meninggalkannya.

"Dia ada urusan penting Lang. Mana mungkin aku bisa cegah dia, lagian aku tadi bilang ke dia buat milih naik taksi aja. Kasihan daripada dia bolak-balik." Dan Reina terpaksa berbohong. Dia tidak ingin image tunangannya buruk di mata sahabatnya.

"Astaga. Urusan apa coba menjelang tengah malam begini? Tega bener tunangan lo itu." Sangat tega memang.

"Aku udah mau pesan taksi online kok ini. Tenang aja."

"Jangan naik taksi sendiri. Ini udah malam. Bahaya." Erlangga mencegahnya. "Mending gue anter lo pulang."

Reina menggeleng cepat. "Erlangga. Nggak usah."

"Bahaya, Reina. Gue nggak mau terjadi apa-apa sama lo," jelas Erlangga.

"Lang –"

"Ini lo sungkan sama gue? Takut sama Arthala yang mikir macam-macam nantinya?" tebak Erlangga. "Tenang. Gue yang bakal jelasin nanti. Lo nggak perlu khawatir."

Reina tidak ingin berdebat. Reina sudah capek karena acara yang lumayan lama ini. Pada akhirnya menyetujuinya. Memutuskan ikut Erlangga yang memberinya tumpangan. Mengantarkannya pulang ke apartemen. Erlangga membukakan pintu mobil bagian penumpang, namun sebelum itu ia mengambil jas hitam yang diletakkan di kursi dan melingkupkan jasnya pada tubuh kecil Reina. Reina yang mendapatkan perlakuan seperti itu seketika membeku.

Keduanya kini saling beradu tatap.

"Tadi gue lihat lo ngusap-ngusap lengan terus. Dingin ya? Jadi pake jas gue aja ya supaya tubuh lo hangat?"

...*****...

Episodes

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download NovelToon APP on App Store and Google Play