Jimmy menunduk, bahunya turun seolah menanggung beban berat. Tangannya masih menggenggam tangan Kinanthi, seperti menahan burung kecil yang ingin terbang bebas.
Hari-hari setelah itu berjalan seperti biasa, namun di antara mereka terbentang jurang tak kasatmata.
Jimmy semakin sering memberi hadiah mewah pada Kinanthi.Tas branded, perhiasan emas putih, hingga parfum berkelas dengan harga selangit. Semua itu dikirimkan ke kontrakan Kinanthi diam-diam.
Suatu sore, Kinanthi menatap kotak parfum Chanel yang baru saja dikirimkan Jimmy melalui kurir. Tangannya gemetar saat membuka bungkusnya. Harum lembut menyebar di kamar sempit itu, tapi hatinya justru semakin sesak.
“Untuk apa semua ini kalau aku tetap merasa sendiri, Jim…” bisiknya sambil menatap parfum itu lama, air matanya menetes di kotak hitam elegan itu.
Malamnya, Jimmy menelepon. Suaranya terdengar letih, seperti menanggung beban yang tak terkatakan.
“Kinan… Aku sayang sama kamu aku janji, setelah semua ini selesai, aku akan nikahin kamu. aku akan tinggal sama kamu, sama anakmu. Kita akan jadi keluarga yang utuh.”
Kinanthi menutup mata, menahan tangis. Hatinya berteriak ingin mempercayai semua janji itu. Namun logikanya menolak.ia terlalu sering mendengar janji tanpa bukti.
“Jim… Aku nggak butuh janji lagi. aku butuh bukti. Aku butuh kamu menepati ucapanmu,” jawab Kinanthi dengan suara parau.
Telepon hening tak ada suara hanya hembusan nafas keduanya yang mendominasi. Jimmy tak menjawab hanya suara napasnya yang terdengar di seberang lama lalu panggilan terputus.
Kinanthi menatap ponselnya dengan mata berkaca-kaca. Dalam hati ia berbisik,"
"Aku mencintaimu, Jim… tapi aku juga harus mencintai diriku sendiri."
Di kejauhan, hujan turun pelan membasahi jendela kontrakannya . Kinanthi duduk di dekat jendela, menatap lampu-lampu kota Batam yang berpendar sendu..
Hatinya lah yang sebenarnya paling sendu. Ia merasa seperti malaikat bersayap patah
Terluka, namun tetap mencoba terbang dengan satu sayap yang tersisa.
Hari-hari Kinanthi berjalan bagai rutinitas tanpa makna. Setiap pagi, ia menyiapkan sarapan untuk Putranya, Raffa, dengan senyum terukir di wajah meski hatinya perih tak terperi.
Raffa adalah satu-satunya kekuatan yang membuatnya tetap berdiri, meski sayapnya patah dihujani luka.
Di kantor, ia tetap bekerja dengan teliti. Namun rekan-rekan mulai memperhatikan matanya yang semakin redup. Tatapan bening penuh semangat itu kini berubah menjadi tatapan kosong yang berusaha menutupi duka.
Suatu sore, saat jam kerja selesai, Jimmy datang menjemput. Mobil Suv hitamnya terparkir rapi di halaman kantor.
Kinanthi tertegun saat melihat pria itu keluar dari mobil dengan kemeja putih lengan panjang yang digulung rapi, rambutnya disisir ke belakang dengan klimis.
Karismanya begitu memancar. tak salah jika banyak perempuan jatuh hati padanya.
“Ayo, aku antar kamu pulang,” ucap Jimmy lembut.
Sepanjang perjalanan, keduanya terdiam. Hanya terdengar suara hujan gerimis menampar kaca mobil. Aroma wangi parfum Jimmy memenuhi kabin mobil itu, menenangkan sekaligus menyesakkan dada Kinanthi.
Sesampainya di depan kontrakan, Jimmy menahan tangan Kinanthi saat hendak turun.
“Kinan… malam ini makan malam sama aku ya. aku udah booking tempat di hotel Radisson.”
Kinanthi menatapnya lama ada lelah di matanya. Namun ia mengangguk pelan.
Restoran rooftop hotel Radisson malam itu dihiasi lampu-lampu temaram yang memantul di kolam infinity pool.
Angin laut bertiup lembut membawa aroma garam yang menenangkan. Namun hati Kinanthi justru berdebar tak karuan. Ia duduk di hadapan Jimmy yang menatapnya dengan mata tajam penuh wibawa.
“Kamu cantik malam ini,” ucap Jimmy sambil menatap gaun navy sederhana yang membalut tubuh ramping Kinanthi.
“Terima kasih, Jim,” jawabnya pelan.
Mereka memesan makanan, dan suasana hening pun tercipta lagi. Kinanthi menatap lampu-lampu Batam dari ketinggian, sementara hatinya terus bertanya akan dibawa ke mana semua ini?
Jimmy menarik napas panjang. Ia menatap Kinanthi dengan tatapan sendu.
“Aku tahu kamu lelah menunggu aku tahu aku banyak menuntut kesabaran kamu, Kinan.”
Kinanthi menunduk, memainkan ujung jarinya di atas meja.
“Jimmy… aku hanya ingin kejelasan aku nggak mau selamanya hidup di ruang gelapmu aku mau ada di terang, Jim. bersamamu… atau tanpamu.”
Jimmy menatapnya lama matanya menatap Kinanthi dengan tatapan yang seolah meminta pengertian , menahan emosi yang sulit diungkapkan.
“Percayalah, aku sedang berusaha membereskan semuanya, perceraian dengan Linda belum selesai."
"Masalah dengan Huynh tanh lan juga belum tuntas ,tapi aku janji, Kinan… aku akan selesaikan semua, aku akan nikahin kamu.”
Rasa jengah mrnguasai hati Kinanthi. Ia menatap Jimmy dengan mata penuh luka.
“Jim… aku sudah dengar janji itu berkali-kali. Kamu nggak pernah benar-benar menepatinya.”
Jimmy terdiam suara live music dari sudut restoran mengalun pelan, menyanyikan lagu lawas You Are My Everything milik Glenn Fredly. Hati Kinanthi semakin pilu.
“Besok aku berangkat ke Singapore ada rapat direksi di kantor pusat,” ucap Jimmy pelan.
Kinanthi mengangguk. Ia tahu, setiap kali Jimmy ke Singapore, ia akan semakin merasa sendiri. Karena di sanalah Jimmy menyimpan masa lalu yang tak pernah bisa ia lepaskan sepenuhnya.
Keesokan paginya, Jimmy menjemput Kinanthi sebelum ke bandara.
Ia mengantarkan Raffa ke sekolah. Di dalam mobil, Raffa duduk di kursi belakang sambil tertawa kecil melihat video kartun di ponselnya.
Jimmy menatap anak itu melalui spion tengah, senyum kecil terukir di bibirnya.
“Anakmu pinter ya nanti kalo kita nikah, aku mau sekolahkan dia di international school,” ucap Jimmy sambil menatap Kinanthi sekilas.
Kinanthi hanya diam. Ia menatap wajah Jimmy yang teduh.
Dalam hatinya ia berkata, "Aku nggak butuh semua itu, Jim aku cuma butuh kejujuranmu."
Setelah mengantar Raffa, Jimmy menepi di depan kantor mereka . Ia menatap perempuan itu lama sebelum akhirnya menggenggam tangannya erat.
“Aku berangkat dulu ya, sayang. jangan khawatir. aku janji akan segera menyelesaikan semuanya.”
Kinanthi menatap matanya, mencoba membaca ketulusan di sana.
Tapi yang ia lihat hanya kabut kabut ketidakpastian yang selama ini membungkus hatinya.
Saat Jimmy melaju pergi, Kinanthi berdiri di tepi jalan menatap mobil hitam itu menghilang di tikungan. Angin pagi berembus lembut menampar pipinya yang basah oleh air mata.
Di dalam hatinya, ia berbisik pelan," berapa lama lagi aku harus menunggu, Jim… sebelum sayapku benar-benar patah dan aku tak lagi mampu terbang…
Bandara Changi pagi itu ramai oleh lalu lalang wisatawan. Jimmy duduk di ruang tunggu sambil menatap layar ponselnya. Pesan terakhir Kinanthi masih terbaca jelas.
"Hati-hati ya, Jim. Aku doakan semua lancar."
Ia mengetik balasan singkat.
“Thank you, sayang.” lalu memasukkan ponselnya ke saku jas.
Dalam hatinya, Jimmy merasakan perih yang aneh. Ada bagian kecil dalam dirinya yang ingin menepati janjinya pada Kinanthi, namun ada juga bagian lain yang tak mampu melepaskan Huynh Tanh Lan .
Wanita Vietnam yang telah memberinya dua anak, meski ia sendiri tak yakin apakah yang dirasakannya pada Huynh adalah cinta atau hanya tanggung jawab.
***Download NovelToon to enjoy a better reading experience!***
Updated 8 Episodes
Comments
Kuririn
I couldn't put this book down, it had me hooked from the first page.
2025-07-01
0