Hari itu Batam diguyur hujan sejak siang. Langit gelap menambah beban hati Kinanthi yang sudah gelisah sejak pagi. Jimmy menepati janjinya menjemput Kinanthi sepulang kerja.
Mobil SUV hitam itu menunggu di depan gerbang kantor, Saat Kinanthi masuk, wangi parfum maskulin Jimmy langsung memenuhi hidungnya, menenangkan dan menegangkan sekaligus.
Tak ada percakapan panjang di sepanjang jalan menuju kontrakan Kinanthi. Hanya suara hujan menampar aspal yang terdengar. Sesekali Jimmy meliriknya, seolah ingin memastikan Kinanthi baik-baik saja. Padahal di dalam dada Jimmy sendiri, badai sedang melanda.
Sampai akhirnya, di ruang tamu kecil kontrakan itu, Kinanthi duduk di hadapan Jimmy. Wajahnya pucat. Matanya bengkak karena kurang tidur. Ia menatap pria di depannya, menatap mata yang dulu membuatnya merasa aman, kini justru menjadi sumber segala gundahnya.
“Jimmy,” suara Kinanthi bergetar pelan,
“Aku nggak tahu harus mulai dari mana tapi aku nggak mau begini terus.”
Jimmy menatap Kinanthi, matanya redup. Lelaki itu hanya diam, menunggu. Hatinya sudah menebak ke mana arah percakapan ini.
“Aku ingin kita punya arah, Jim aku ingin kejelasan. aku nggak bisa terus ada di sampingmu tanpa status yang jelas,” ucap Kinanthi sambil menahan air mata.
Jimmy menghela napas panjang. Ia menunduk, menatap jemarinya yang saling mengait di atas paha. lalu menatap Kinanthi lagi.
“Kinan… Aku mencintaimu kamu tahu itu tapi semua ini… tidak mudah bagiku aku masih terikat pernikahan di Singapura. dan… ada Huynh.”
Kinanthi menahan napas nama itu lagi selalu nama itu yang menjadi jurang pemisah antara mereka.
“Jim… Aku nggak bisa jadi perempuan yang menunggu tanpa kepastian kalau kamu mau melanjutkan hubungan ini, aku butuh kamu memilih menikahiku atau… kita selesai di sini.”
Jimmy menatap Kinanthi lekat-lekat matanya tajam seolah menbus jantung Kinanthi. Ia menggenggam tangan Kinanthi erat.
“Kinan, please… Jangan paksa aku memilih sekarang aku butuh waktu,banyak hal yang harus aku selesaikan.”
“Berapa lama, Jim?” suara Kinanthi nyaris berbisik.
Jimmy terdiam dia tahu tak ada jawaban pasti. Perceraian dengan Linda masih menggantung karena istrinya selalu menarik ulur, terkadang ingin bercerai, terkadang ingin rujuk.
Sementara Huynh Tanh Lan… wanita itu masih memegang janji pernikahan yang pernah terucap meski hanya untuk menenangkan di masa lalu.
Kinanthi menarik tangannya perlahan ia menatap Jimmy dengan mata yang berembun.
“Aku nggak butuh waktu yang lama, Jim. hidupku juga nggak panjang untuk menunggu hal yang nggak pasti."
"Kamu tahu aku trauma dengan hubungan tanpa arah, aku nggak mau anakku melihat ibunya seperti ini.”
Jimmy menunduk dalam ,hatinya remuk. Ia ingin berkata bahwa ia mencintai Kinanthi lebih dari siapa pun.
Bahwa di matanya, Kinanthi adalah bidadari yang dikirim Tuhan untuk menenangkannya.
Namun di satu sisi, ia juga takut menjadi lelaki kejam yang menelantarkan wanita lain dan anak-anaknya. Rasa tanggung jawab itulah yang menjeratnya hingga tak bisa memilih.
Malam itu mereka berpisah tanpa jawaban. Jimmy pamit pulang dengan wajah kelam.
Di parkiran, ia terduduk lama di dalam mobil. Tangan kirinya menutupi wajah, bahunya bergetar menahan tangis yang tak pernah ia perlihatkan pada siapa pun. Jimmy Chia, lelaki berwibawa, tampak rapuh di kursi pengemudi.
Di kontrakannya , Kinanthi menangis sejadi-jadinya. Di sampingnya, putra kecilnya yang tertidur pulas tak mengerti apa pun. Ia menatap wajah anak itu lama.
Air matanya jatuh di pipi bocah itu. Dalam hati ia berjanji, jika suatu hari harus memilih kehilangan Jimmy demi melindungi hatinya sendiri dan masa depan anaknya, maka ia akan melakukannya meski sesakit apa pun.
Beberapa hari kemudian, Jimmy mengajak Kinanthi makan malam di restoran hotel bintang lima di kawasan Harbour Bay.
Kinanthi datang dengan gaun navy selutut dan riasan tipis. Jimmy menatapnya lama saat Kinanthi duduk di depannya. Perempuan itu terlalu cantik malam ini. terlalu indah untuk dilepaskan.
“Aku ingin menebus rasa bersalahku, Kinan. Aku tahu aku membuatmu terluka ,ku nggak mau kamu."
Pagi itu, hujan gerimis membasahi jalanan Batu Aji saat Kinanthi berjalan menuju halte bus dekat kontrakannya . Langkahnya pelan, matanya kosong menatap trotoar basah yang dipenuhi daun kering.
Di dadanya, sesak tak terlukiskan. Semalam, ia tidak bisa tidur kalimat demi kalimat Jimmy terngiang, menampar kesadarannya bahwa cinta ini seperti menapaki jalan setapak tanpa ujung.
Setiba di kantor, ia langsung menunduk, bergegas menuju ruang kerjanya. Rekan-rekan di divisi administrasi menatap heran, tapi tak ada yang berani bertanya. Mereka tahu, Kinanthi selalu menyimpan rapat luka-luka hatinya.
Siang hari, saat Kinanthi sedang mengetik laporan proyek, notifikasi masuk di ponselnya. Pesan dari Jimmy.
" Lunch sama aku ya, sayang. aku tunggu di Harbour Bay jam 12.30.
Kinanthi menatap layar ponselnya lama, menimbang jawabannya. Hatinya menolak, tapi rindu menjeratnya tanpa ampun.
Restoran seafood di tepi pelabuhan itu sepi saat mereka datang. Angin laut membawa aroma asin yang menenangkan, tapi tak cukup menyejukkan badai di hati Kinanthi.
Jimmy menatapnya lama dari seberang meja. Tatapan itu selalu berhasil meruntuhkan benteng pertahanan Kinanthi.
“Aku suka lihat kamu pakai baju putih kayak gini, kamu kelihatan bersih, cantik, dan… damai,” ujar Jimmy pelan sambil menatap blus putih yang dipakai Kinanthi.
Kinanthi hanya tersenyum tipis. Tangannya sibuk merapikan sendok dan garpu di atas meja, mencoba menutupi kegelisahan di matanya.
“Kenapa ngajak aku makan siang mendadak gini?.” tanyanya pelan.
Jimmy diam sejenak, menatap piring di depannya lalu kembali menatap Kinanthi.
“Aku mau minta maaf, Kinan aku tahu aku egois. aku nggak mau kehilangan kamu, tapi aku juga belum bisa lepas dari masa laluku.”
Kinanthi menahan napas ,kalimat itu lagi. Kalimat yang hanya menegaskan bahwa ia berada di persimpangan yang sama, tanpa kejelasan arah.
“Jimmy… apa kamu sadar, selama ini aku berjuang sendirian di hubungan ini?, Kamu bilang kamu cinta aku, tapi kamu nggak pernah berjuang untuk aku.” Seloroh Kinanthi pelan
Jimmy menatap Kinanthi dengan mata berkaca-kaca. Ia menggenggam tangan Kinanthi di atas meja, erat sekali.
“Kinan… please, jangan tinggalkan aku,kamu nggak tahu betapa hancurnya aku waktu Linda selingkuh."
Lalu aku ketemu Huynh… aku pikir dia peduli, ternyata dia cuma mau menjeratku,tapi kamu… kamu beda ,kamu tulus kamu rumah buatku aku nggak siap kehilangan kamu.”
Air mata menetes pelan di pipi Kinanthi. Ia menatap Jimmy lama, menimbang setiap kata, menimbang setiap luka yang ditorehkan kata-kata manis itu.
“Jim… cinta itu bukan tentang nggak mau kehilangan.Tapi tentang bagaimana kamu nggak membuat orang yang kamu cintai merasa tersakiti.”
***Download NovelToon to enjoy a better reading experience!***
Updated 8 Episodes
Comments