Crush

Apa yang terjadi? Kenapa aku menjadi kepikiran tentang Mikage? Sudah terlalu banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya. Aku tidak mungkin bisa dekat dengan Mikage, apalagi menjadi kekasihnya. Kami terlalu berbeda. Dia pintar dan rajin, sedangkan aku, pemalas dan lulus saja sudah bagus. Tidak mungkin juga Mikage akan menyukaiku. Tetapi... pelukan itu... apa maksudnya?!

“Tidak, tidak... aku tak bisa begini lagi.” Gumam Chihana sendirian dalam kamarnya. Kerjaan sejak pagi hanya tiduran sambil teriak-teriak tidak jelas karena pikiran itu. Ia meraih ponselnya dan mencari kontak Mikage. “Haruskah aku kirim pesan padanya? Atau telepon saja?” lanjutnya. “Tidak... tidak mungkin aku telepon, apa yang akan aku katakan?”

Sudah sekitar lima menit sejak ia meratapi layar ponselnya itu. Masih tidak tahu apa yang akan dilakukannya.

“Baiklah... mungkin aku akan telepon saja.” Katanya. Mungkin itu adalah pilihan terburuk yang pernah ia ambil.

Chihana menyentuh nama Mikage pada layar dan langsung meneleponnya. Ia menunggu Mikage untuk mengangkatnya. Jantung Chihana berdebar sangat kencang. Tak tahu kapan Mikage akan mengangkatnya. Tak lama kemudian terdengar suara seseorang.

“Halo?”

“Halo? Mikage?” panggil Chihana.

“Ya, ada apa, Chihana?”

Chihana menggigit bibir bawahnya. Ia sangat gugup. “A-apakah kau sibuk?”

“Tidak. Ada apa?”

Chihana terdiam lagi selama beberapa detik. Tapi ia memberanikan diri untuk membuka mulut.

“Tidak apa-apa...sampai jumpa.” Katanya dan tiba-tiba saja langsung menutup sambungannya. “Apa-apaan aku ini...”

Chihana memukuli bantalnya dengan keras karena menyesali atas apa yang sudah ia perbuat. Sangat memalukan menelepon Mikage dan berbicara tidak jelas. “Sial!!!” pekiknya. Saat itu pulang ponselnya berbunyi. “Astaga!” teriaknya karena kaget.

“H-halo?” jawab Chihana setelah mengangkat telepon itu. Sudah tahu yang menelepon adalah Mikage tetapi masih ia angkat.

“Sebenarnya ada apa? Kau sedang dalam masalah?” tanya Mikage.

Tepat sekali, aku memang sedang dalam masalah sekarang. “T-tidak... aku baik-baik saja...”

“Tidak mungkin. Kau tiba-tiba menelponku itu sangat tidak mungkin. Bicaralah padaku.”

Chihana menghela napas. Mungkin sudah saatnya ia membuang rasa gengsi dan harus jujur pada Mikage. “Aku hanya ingin bilang... maaf tanganku basah.” Aku mengucapkannya!

“Ha? Maaf tanganmu basah? Apa maksud... Ah, yang waktu itu?”

“Ya... maaf telah membuatmu tidak nyaman. Aku mudah sekali merasa gugup dan mengakibatkan tanganku sering berkeringat.”

“Astaga... itu yang kau pikirkan?” ujar Mikage sambil tertawa.

“Kenapa kau tertawa...?”

“Kukira kau akan bicara apa. Sejujurnya, aku pun juga merasa gugup karena memegang tanganmu. Aku merasakan tanganmu yang sangat dingin. Aku semakin ingin menghangatkannya. Kuharap kau benar-benar merasa hangat.”

Apa ini... Rasa apa ini...

“Chihana? Kau mendengarku?”

“Hm... aku dengar. Terima kasih, Mikage. Baiklah, kali ini akan kututup teleponnya.” Ujar Chihana.

“Chihana...” panggil Mikage yang membuat Chihana tidak jadi menutup teleponnya.

“Ya, ada apa?”

Sunyi selama beberapa detik dan akhirnya terdengar suara.

“Bolehkah aku sering meneleponmu? Atau mengirimmu pesan.”

Chihana tertawa kecil. “Tentu saja boleh. Kenapa?” tanyanya penasaran.

“Aku hanya senang mengobrol denganmu. Aku ingin terus bisa mengobrol denganmu. Liburan musim panas nanti, aku akan pergi ke Chiba mengunjungi kerabat. Aku takkan hilang tanpa kabar untuk orang yang kusukai.”

“Ha...? Orang yang kau sukai?” tanya Chihana dengan matanya yang melebar.

“Maaf, maksudku adalah aku takkan hilang tanpa kabar untukmu, tenang saja.”

Ada apa dengannya...? Apa maksudnya tadi? “Hm. Baiklah. Sampai jumpa.”

Chihana membanting tubuhnya kembali ke kasur. Ia melihat ke arah luar jendela dan memandangi langit biru yang sangat cerah. Dia tak pernah menyangka bahwa berbicara dengan Mikage melalui telepon saja sudah membuatnya cukup gugup dan kepanasan. Dia penasaran... apakah Mikage juga merasakan hal yang sama?

“Chihana! Ada temanmu datang!” panggil ibunya.

“Ha? Siapa yang datang di hari libur begini?” gumam Chihana. “Ya! Aku datang!” teriak Chihana sambil bangkit dari kasurnya dan berjalan ke luar kamar.

Ia berjalan ke arah ruang tamu dan terkejut begitu melihat Mei sedang duduk sambil meminum teh yang diberikan ibunya. “Mei? Kenapa kau datang ke sini?” tanyanya. “Ayo ke kamarku saja.” ajaknya kemudian.

Mei mengikuti kemana arah Chihana berjalan dan memasuki kamarnya. Chihana duduk di tepi ranjangnya dan membiarkan Mei duduk di bangku meja belajarnya.

“Kenapa kau tiba-tiba kemari? Kau tak pergi berlibur?” tanya Chihana.

“Tidak. Aku bosan sekali di rumah, jadi aku datang saja ke sini.” jawab Mei sambil tertawa.

Chihana menghela napas ringan. “Sama, aku juga merasa bosan di kamarku ini. Tapi cukup

membuatku nyaman.”

“Lalu, bagaimana hubunganmu dengan Mikage?” tanya Mei tiba-tiba.

“Ha?” wajah Chihana langsung berubah panik. “Kenapa jadi membicarakan Mikage?”

“Sebenarnya sebelum kita pergi ke bioskop, Mikage bilang ingin ikut nonton bersama kita. Aku

bilang kalau kau suka sulit untuk diajak pergi dan harus meminta izin pada ibumu terlebih dahulu. Lalu, kau juga tidak bisa pulang terlalu larut.”

“Lalu?” tanya Chihana yang semakin penasaran.

“Lalu dia bilang bahwa dia ingin ikut agar bisa mengantarmu pulang seandainya kita menonton sampai malam. Begitu.”

Chihana berbaring dan menghela napas lagi. “Sebenarnya, ada beberapa hal yang terjadi antara aku dan Mikage, Mei.”

“Apa saja itu?” Mei berpindah tempat menjadi ikut berbaring di samping Chihana.

“Dia berani untuk memegang tanganku ketika nonton dan saat menemaniku pulang, walaupun dia mencegatku di tengah perjalanan pulang. Lalu akhir-akhir ini kami sering telponan, apalagi sejak liburan musim panas ini. Dan yang lebih parah lagi...”

“Apa itu?” Mei menengok ke Chihana dan menunggu hal apa yang terjadi diantara mereka.

“Dia pernah memelukku.”

“Ha?!” Mei langsung terbangun. “Benarkah? Wah... dia sangat berani ya...”

“Ya... aku sampai bingung harus bagaimana... apakah dia benar-benar baik padaku? Apakah dia

menyimpan perasaan terhadapku? Aku sudah gagal dalam hal percintaan dua kali, aku takut percaya padanya...”

“Mikage adalah laki-laki yang baik kalau kulihat. Kurasa tidak apa-apa jika kau dekat dengannya.”

“Jangan dicoba-coba... aku takut salah mengambil keputusan.”

“Ya sudah, tunggu saja. Kita lihat apakah dia serius padamu atau tidak. Bagaimana?”

Chihana menghela napas. “Sepertinya itu adalah satu-satunya jalan...” katanya lalu memandang langit-langit kamarnya. “Lalu bagaimana hubunganmu dengan Jio?”

“Biasa saja, tidak ada apa-apa. Dia sedang pergi ke rumah orang tuanya Kyoto.”

“Mikage juga... dia pergi ke keluarganya yang ada di Chiba.”

“Wah... keren sekali kau bisa tahu itu.” wajah Mei terlihat takjub lalu melirik nakal pada

Chihana.

“Sudah kubilang kami sudah sering telponan. Dia hampir memberitahuku semua hal tentang

dirinya. Dia pernah bilang kalau dia takkan membiarkan orang yang ia sukai tidak menerima kabar darinya.”

“Orang yang ia sukai... kau?”

“Tidak tahu, dia meralatnya menjadi ‘kau’.”

“Baiklah...”

Sekitar tiga jam Mei berkunjung ke rumah Chihana dan sekitar pukul enam sore dia pulang. Chihana senang karena waktunya bersama Mei tidak terasa dan ia dapat bercerita banyak. Semoga saja apa yang telah Mei beritahu tentang Mikage itu benar. Chihana memutuskan untuk menunggu lagi hingga ia benar-benar yakin bahwa Mikage adalah laki-laki yang baik.

Ketika baru saja Chihana keluar dari kamar mandi dan mengeringkan rambutnya dengan handuk, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Chihana langsung meraihnya yang ada di atas meja belajar dan mengangkat telepon itu.

“Halo, Mikage.” sapa Chihana.

“Kau sedang apa?” tanya Mikage dari seberang sana.

“Mengeringkan rambut.” jawab singkat Chihana.

“Habis mandi?”

“Betul sekali.”

“Apa yang kau lakukan hari ini?”

Seperti inilah kegiatanku sehari-hari setiap malam sejak awal liburan musim panas. Mikage

menjadi sangat sering menelponku dan kami mengobrol. Terkadang banyak hal yang kami bicarakan, terkadang hanya diam dan saling menyapa saja. Tapi, aku juga merasa ini sudah menjadi bagian dari rutinitasku.

“Mei ke rumahmu?” tanya Mikage beberapa saat kemudian.

“Ya.” Chihana mengaca dan merapikan sedikit rambutnya. “Dia bosan di rumahnya dan datang ke rumahku.”

“Aku juga ingin ke rumahmu... kapan, ya?”

“Ha?” pekik Chihana kaget. Bagaimana mungkin seorang laki-laki mau datang ke rumahnya? Sebenarnya tidak apa-apa jika hanya sebagai teman, namun Chihana tidak bisa menerima situasi itu. Dia pasti akan sangat gugup.

“Kapan-kapan, aku juga ingin berkunjung ke rumahmu.”

Apa maksudnya itu? Kenapa ia sangat ingin datang ke rumahku? Bagaimana bisa aku membiarkannya datang ke sini? “Ya... lain kali saja...” akhirnya terucap dari mulut Chihana. “Aku ingin bertanya padamu...”

“Hm?”

“Apa maksudmu ketika kau bilang kau takkan hilang tanpa kabar untuk orang yang kau sukai?”

Seketika hening. Mikage tampak tidak langsung menjawab. Namun akhirnya, Mikage membalas

dengan suara yang terdengar serius.

“Baiklah... aku akan jujur padamu.

Jantung Chihana lagi-lagi berdegup kencang, padahal Mikage belum berkata apa-apa.

“Aku memang menyukaimu. Aku merasa nyaman berada di dekatmu, aku merasa bisa menjadi

diri sendiri ketika aku bersamamu. Aku merasa kau berbeda dengan wanita lainnya. Aku sungguh tak memandangmu dari fisik... aku jatuh cinta padamu karena hanya kau yang bisa membuatku senyaman ini. Aku bersungguh-sungguh.”

Ha... apa ini... apakah dia baru saja menyatakan perasaannya padaku? Aku sungguh tak siap dengan hal ini. “Aku... tak tahu harus menjawab apa.” Chihana menjawab dengan gugup.

“Kau tidak perlu melakukan apa-apa. Cukup percaya padaku, karena aku akan terus berjuang untukmu.”

Tak lama setelah itu, mereka mengakhiri pembicaraan melalui telepon. Tentu saja Chihana yang mengakhiri pembicaraan lebih dahulu. Semakin berbicara ia akan merasa semakin canggung dan tidak nyaman untuk berbicara. Inilah pertama kalinya Chihana mendapat pernyataan dan perilaku seperti Mikage. Ia tak pernah merasakan ini sebelumnya dan sekarang jantungnya sangat berdegup kencang. Pikirannya penuh dengan ucapan Mikage tadi sehingga ia tak bisa terlelap.

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download MangaToon APP on App Store and Google Play