“Oh, tidak... aku terlambat!” pekik seorang gadis berambut hitam panjang sambil mengambil ikat rambutnya dan bergegas ke luar kamar. “Ibu, aku pergi dulu!” teriaknya lagi.
“Baiklah, hati-hati! Dasar... anak jaman sekarang sangat santai menjalani hidup.” Ujar ibunya sambil membereskan peralatan masak di dapur.
Sial... seumur hidup aku tak pernah terlambat. Semoga saja aku tak dipandang buruk oleh para dosen.
Chihana berlari menyusuri jalan menuju kampusnya yang sebenarnya tak jauh dari rumahnya. Namun, namanya terlambat, tetap saja harus buru-buru. Seusai mengikat rambut panjangnya yang cukup mengganggu, ia benar-benar berfokus pada kedua kakinya untuk berlari. Selama dua puluh menit Chihana berlari, menyeberang jalan, hingga terpaksa menerobos orang-orang yang tampak berangkat bekerja demi tiba di kampusnya tepat waktu. Ia melirik ke jam tangan pada lengan kirinya dan segera berlari lagi tanpa henti. Sisa waktu sepuluh menit dan ia harus tiba di kelas.
Tidak... bagaimana ini... aku harus sampai... tepat waktu...
Setelah sekian lama Chihana berlari, akhirnya ia pun tiba di depan kelas. Semua orang tampak memperhatikannya yang sedang terengah-engah tepat di depan pintu kelas. Aku... tak bisa... bernapas...
“Chihana! Kau sedang apa?” tanya Mei tiba-tiba sambil menepuk bahu Chihana dari belakang. Chihana terkejut dan langsung merasa lega. “Aku lega aku tak terlambat... kau masih di sini rupanya... aku berlari dari rumah hingga kemari... sangat jauh.”
Mei langsung tertawa terbahak-bahak. “Hebat sekali kau berlari dari rumah hingga kemari. Lebih baik kau minum terlebih dahulu.”
Chihana mengangguk. Ia menurut dan mengambil bekal minum yang ada pada tasnya. “Untunglah kita masih ada beberapa menit. Kita masuk saja.”
Chihana, Mei, dan yang lainnya memasuki kelas dan tak lama setelah itu dosen pun masuk ke kelas.
Aku gadis berusia dua puluh tahun yang sedang berkuliah di Universitas Waseda jurusan teknologi informatika. Sudah memasuki semester ketiga dan sampai saat ini, nilaiku masih aman. Aku tak terlalu pintar tetapi aku masih memiliki niat untuk belajar dan ingin mendapatkan nilai bagus. Temanku juga tak terlalu banyak namun ada beberapa teman baik yang dekat denganku, seperti Mei dan Tsumi. Sisanya, kebanyakan teman laki-laki. Sampai saat ini, aku menyadari bahwa jurusan ini sulit tetapi aku
harus bisa melewati ini semua hingga aku lulus. Aku juga tak berharap menemukan orang yang cocok denganku, tetapi jika memang berjodoh, aku akan dengan senang menerimanya.
“Rasanya aku sudah ingin berlibur lagi...” ujar Chihana. Ia menyusuri lorong dan berjalan menuju tempat makan yang ada di kampus bersama Mei dan Tsumi. “Aku mulai tak menyukai mata kuliahnya... kelas pun dijadwalkan pagi semua...”
“Bersabarlah... baru saja semester tiga.” Sahut Tsumi.
Chihana hanya menghela napas.
Mereka bertiga tiba di kafetaria dan memilih meja untuk mereka duduki. Setelah itu, mereka
membeli makanan dan duduk lagi sambil menyantap makanan mereka.
“Chihana.” Panggil Mei tiba-tiba.
Chihana hanya melirik kepada Mei karena mulutnya terlalu sibuk untuk mengunyah.
“Adakah yang menarik perhatianmu?” tanyanya kembali.
Lalu, ada seseorang yang datang menghampiri meja mereka dan duduk di samping Mei. Jio,
kekasih Mei sejak mereka masih duduk di bangku sekolah menengah atas.
“Hm... kurasa tidak. Aku sudah cukup sakit hati dengan apa yang terjadi padaku karena Haruto...
tidakkah kau ingat ceritaku?” tanya Chihana yang seketika wajahnya berubah murung.
Mei menghela napas. “Aku sudah memperingatimu... jangan terlalu dipikirkan mengenai Haruto. Dia baru saja berpisah dengan kekasihnya, lalu dia mendekatimu. Aku takut kalau kau hanya akan menjadi pelampiasan kesepiannya saja. Sekarang, lihat ‘kan hasilnya? Dia menjadi seakan-akan
menolakmu dan menjadi jauh denganmu.”
“Aku sudah tahu!” pekik Chihana. “Maaf... aku tahu aku tak seharusnya menyukainya, aku juga
tahu bahwa dia baru saja berpisah dengan kekasihnya. Jadi, ini memang salahku. Aku berusaha untuk tak mengingat kejadian itu lagi.”
Mei dan Tsumi pun terdiam. Merasa bersalah karena telah membuat suasana menjadi canggung.
“Baiklah, makan apa kita hari ini?” tanya Jio tiba-tiba yang membuat suasana canggung itu pecah.
Setelah itu, mereka mengobrol dan berbincang-bincang kembali seperti biasa.
“Tapi kurasa, kau cukup populer Chihana. Ada beberapa yang menyukaimu, bukan?” tanya Tsumi.
Chihana menghela napas. “Mana kutahu jika mereka tak bilang sendiri padaku.” Jawabnya sambil tertawa kecil.
“Lihat, mereka datang.” Ujar Mei. Tangannya menunjuk pada sekelompok orang yang datang ke kafetaria dan duduk di samping meja Chihana. Mereka adalah segerombolan laki-laki dari jurusan yang sama dengan Chihana.
“Siapa itu?” tanya Tsumi.
Chihana yakin bahwa Tsumi menanyakan salah satu laki-laki yang tersenyum dan menyapa mereka. “Dia Mikage. Mikage Imura, kalau tidak salah.” Jawabnya.
“Mikage?” timpal Mei.
“Ya. Mereka semua sangat pintar, Mikage adalah salah satunya yang terpintar.” Ujar Chihana. Ia langsung berpaling ketika melihat Haruto ada di antara gerombolan itu. Ia cukup sedih untuk mengakui bahwa Haruto juga termasuk yang terpintar.
“Begitu rupanya... ya, kuingat dia memang sangat pintar.” Sahut Mei.
Dalam kelompokku, hanya Tsumi yang kira-kira paling pintar. Gadis mungil dan menggemaskan ini sangat pintar dan rajin. Sisanya... kami sama rata dan suka belajar bersama. Sedangkan gerombolan itu... kira-kira ada tujuh laki-laki dan rata-rata semuanya pintar. Aku memang tidak sebanding dengan mereka.
“Baiklah... untuk hari ini, mungkin aku akan pulang lebih cepat.” Sahut Chihana. Ia membereskan tasnya dan memasukkan botol minum ke dalam tasnya.
Wajah Tsumi dan Mei terlihat kaget. “Kenapa begitu cepat?” tanya Mei.
“Aku ingin tidur... aku sangat lelah berlari dari rumah ke sini.”
Semuanya tertawa karena mengingat kejadian tadi pagi. “Baiklah, hati-hati di jalan. Tak perlu
berlari lagi.” Kata Jio.
Chihana ikut tertawa sambil berdiri dari bangkunya dan menyapa teman-temannya.
Chihana berjalan menyusuri lorong-lorong dan sangat tertarik untuk membeli minuman dari mesin penjual otomatis. Ia mengeluarkan dompet dan beberapa koin untuk dimasukkan ke mesin tersebut. Setelah minuman tersebut keluar dari mesin, ia mengambilnya dan segera meminum botol bertuliskan susu rasa jeruk itu. “Ah... segarnya...” gumamnya.
“Hai.” Sapa seseorang tiba-tiba.
Chihana kaget. Untung saja dia tidak tersedak dan masih bisa menjaga minumannya. “Kau membuatku terkejut. Mikage...?”
Ia dan Mikage tak pernah sekali pun berkenalan, mereka hanya saling tahu nama dan hanya bertukar sapa.
“Kau belum pulang?” tanya Mikage.
“Ya... aku ingin minuman segar di sini, aku kelelahan.” Jawab Chihana.
Mikage kebingungan. “Lelah? Apa yang kau lakukan?”
“Tadi pagi aku terlambat. Aku berlari dari rumah hingga kemari. Untung saja aku tiba tepat waktu.”
Saat itu juga Mikage tertawa kencang. “Kau sangat keren! Hahaha...”
“Hari pertama kuliah tak mungkin aku terlambat.” Lanjtunya.
“Baiklah. Kau akan pulang sekarang?”
Chihana kembali berjalan diikuti dengan Mikage. “Ya. Tapi kali ini aku akan berjalan santai saja.”
Katanya sambil sesekali meminum susu itu.
“Tidakkah ada yang ingin kau ceritakan?” tanya Mikage tiba-tiba.
Chihana mengerutkan dahinya. “Hm... kenapa? Kau mendengar gosip-gosip tentangku?”
“Tidak. Aku hanya tahu bahwa kau dekat dengan Haruto.”
“Ya... sudahlah... jangan bahas dia.”
“Kenapa? Apa yang terjadi? Kau bisa cerita padaku.”
Chihana menghela napas. Haruskah aku cerita padanya? Dia bukan siapa-siapa bagiku. Bahkan kami baru saja mengobrol untuk pertama kalinya.
“Haruto memang laki-laki seperti itu. Dia yang paling menyebalkan diantara kelompok kami. Dia
yang paling tampan namun dia yang paling menyebalkan.”
“Kenapa?” wajah Chihana berubah kaget.
“Dia sebenarnya baik, tetapi kekasihnya lah yang menyebalkan. Kudengar kekasihnya selalu
melarang Haruto untuk bergaul dengan kami. Kekasihnya terlalu posesif.”
“Begitu ya... sebenarnya, dia menjauhiku juga karena dilarang oleh kekasihnya. Haruto bilang
padaku bahwa mereka sudah berpisah. Namun, kekasihnya masih saja melarang-larang apa yang Haruto lakukan.”
“Dia menjauhimu?”
“Bukan berarti aku benar-benar menaruh hati padanya. Tetapi, jujur saja aku merasa nyaman dan senang mengobrol dengannya. Pada akhirnya dia memang bukan jodohku.” Ujar Chihana lantas tertawa kecil.
“Tidak apa-apa. Kau bisa cerita apa saja padaku.” Ujar Mikage.
Mikage... dia sangat baik dan juga pintar. Walaupun sebenarnya Haruto jauh lebih tampan, tetapi aku sama sekali tak memandang fisik. Aku hanya mencari orang yang benar-benar bisa membuatku nyaman dan bahagia. Aku tak butuh orang yang hanya mengandalkan fisik dan akhirnya mengkhianatiku dari belakang. Aku yakin, kelak aku akan menemukan orang seperti itu.
“Aku pulang.” Ujar Chihana sambil melepaskan sepatunya dan memasuki ruang makan. “Ibu masak banyak sekali.”
“Karena hari ini adalah hari pertamamu masuk kuliah lagi.”
“Ini bukanlah hal yang perlu dirayakan, Bu. Rayakan ketika hari pertama libur usai ujian akhir.”
“Yasudah, bersih-bersihlah dan mari makan.”
Chihana pergi ke kamarnya. Mengganti pakaian, mandi, dan membereskan barang-barangnya.
Lalu ia kembali ke ruang makan untuk makan malam bersama.
Sekitar pukul sepuluh malam, Chihana berbaring di kasurnya. Lelah sehabis menatap layar laptopnya, ia membantingkan tubuhnya ke kasur. Mengingat kejadian hari ini yang sangat melelahkan baginya. Mia dan Tsumi yang mengungkit-ungkit hal tentang Haruto dan berlari sepanjang jalan dari rumah ke kampus. Hari ini lumayan berat baginya.
Aku sudah memutuskan untuk tidak akan berurusan lagi dengan Haruto. Aku takkan menyukai siapapun lagi hingga aku siap. Aku sudah cukup muak dengan hal percintaan. Sudah cukup aku menyukai seseorang selama empat tahun waktu aku masih sekolah dulu. Cinta pertamaku... cintaku bertepuk sebelah tangan. Bukan salahnya karena aku tak pernah menyatakan perasaanku. Sekarang dia sudah ada di universitas lain dan kami tidak akan pernah bertemu lagi. Kuharap kau menemukan pasangan hidupmu, Kizuki.
***Download NovelToon to enjoy a better reading experience!***
Updated 21 Episodes
Comments
Calliope
This story is mind-blowing! I couldn't put it down!
2023-11-10
0