“Lelahnya...” ujar Tsumi sambil memijat tengkuknya.
Tsumi, Mikage, dan beberapa murid lainnya keluar dari laboratorium komputer bersamaan. Tsumi dan Mikage berpisah dengan yang lain dan mereka berjalan bersama yang tampaknya ke arah kafetaria. Benar, mereka berjalan ke dalam kafetaria dan melihat Chihana dan Mei sedang mengobrol berdua.
“Hai.” Sapa Tsumi.
Chihana menoleh dan terkejut karena melihat Tsumi datang bersama Mikage. Lalu, mereka berempat pun duduk bersama.
“Bagaimana kelasnya?” tanya Chihana.
Tsumi menghela napas. “Lelah... rasanya aku ingin pulang saja...”
Chihana menepuk bahu Tsumi. “Kasihan sekali, lebih baik kau istirahat di rumah.”
“Lebih baik kita nonton saja untuk melepas penat.” Sahut Mei tiba-tiba.
“Nonton? Bioskop?” tanya Mikage.
Mei mengangguk semangat.
“Boleh, aku akan ikut kalau begitu.” Ujar Tsumi. “Kau mau ikut, Chihana?”
Chihana terdiam sejenak. Ia sangat ingin ikut Mei dan Tsumi pergi ke bioskop. Tetapi, apakah
diperbolehkan oleh ibunya? Ia takut akan merepotkan ibunya jika ia pulang terlambat.
“Boleh minta waktu sebentar? Aku akan bertanya pada ibuku terlebih dahulu.” Kata Chihana. Ia
berdiri, berjalan menjauh dari mejanya dan siap untuk menelepon ibunya.
Tak lama kemudian, teleponnya tersambung. “Halo? Ibu... bolehkah aku pergi ke bioskop? Aku
pergi bersama teman-teman.” Ujarnya. “Hm... baiklah... terima kasih, Bu.” Lanjutnya sambil tersenyum kecil. Dia kembali ke mejanya dengan wajah yang tidak terlalu bahagia. “Aku diperbolehkan untuk pergi....”
“Tetapi? Wajahmu terlihat tidak senang...” kata Mei.
“Hanya sebentar... tidak bisa lama-lama...” jawabnya.
“Tenang saja, tidak akan lama. Ayo kita segera pergi.” Sahut Mikage tiba-tiba.
“Ha??? Kau juga ikut, Mikage?” tanya Chihana tiba-tiba. Karena ia merasa Mei hanya mengajak
Tsumi dan dirinya.
Mikage tersenyum. “Jelas aku akan ikut. Aku tidak akan membiarkan kalian hanya pergi bertiga
saja. Lebih baik aku ikut.” Ujarnya sambil tersenyum lebar.
“Kurasa tidak apa-apa jika Mikage ikut. Semakin ramai akan semakin asyik, bukan?” ujar Mei.
“Baiklah, baiklah...” gumam Chihana sambil tersenyum kecil.
Setelah sekitar setengah jam, mereka berempat tiba di sebuah bioskop yang tak jauh dari kampus. Mereka memesan tiket dan hanya tinggal menunggu beberapa menit lagi untuk masuk. Film yang dipilih mereka bukanlah film tentang kehidupan pasangan atau tentang percintaan, melainkan film aksi biasa yang sedang tren di sana.
“Kuharap film yang akan kita tonton seru. Kalau tidak, sia-sia aku nonton...” sahut Tsumi.
“Pasti seru, percaya padaku. Ini film aksi yang sangat terkenal dari Amerika.” Ujar Mei.
Chihana dan Mikage hanya diam mendengarkan percakapan dua sahabatnya itu.
Tak lama kemudian, pintu teater pun sudah dibuka dan mereka berempat siap untuk masuk ke
dalam.
Di manakah aku akan duduk? Kami memesan empat tiket, tapi di manakah aku akan duduk?
Mei yang berjalan paling depan lalu diikuti Tsumi, Chihana, dan Mikage. Urutan itulah yang akan menjadi urutan tempat duduk mereka.
Ha? Aku akan duduk di sebelah Mikage? Bioskopnya cukup sepi...
“Akhirnya duduk juga setelah sekian lama menunggu. Lelahnya...” gumam Tsumi.
Film sudah berjalan selama satu jam dari durasi total dua jam. Semuanya tampak sangat serius menonton film aksi tersebut hingga akhirnya Chihana melakukan gerak-gerik yang cukup aneh. Ia menggosok-gosokkan tangan dan lengan atasnya karena kedinginan. Lalu Chihana menengok ke Mikage dan bertanya, “Kau tidak kedinginan?”
“Tidak.” Jawabnya singkat.
Terdiam lagi selama beberapa detik dan Mikage bertanya, “Apakah kau kedinginan?”
“Sedikit.” Jawab Chihana.
Lalu, Mikage mengulurkan tangannya dan meminta satu tangan Chihana. Chihana awalnya
bingung tetapi ia menjulurkan tangan kiri nya perlahan. Ketika sudah menyentuh tangan Mikage, Mikage menarik perlahan tangan Chihana hingga ke pangkuannya untuk dihangatkan. Mikage menautkan jari-jarinya dengan jari-jari Chihana. Lalu sesekali Mikage membalut tangan Chihana dengan kedua tangannya supaya tak lagi kedinginan. “Hangat?” tanya Mikage.
“Hm.” Jawab Chihana. Karena tangannya yang tertarik oleh Mikage, tubuhnya menjadi sedikit miring ke arah Mikage. Ia hanya berharap Tsumi yang duduk di sebelah kanannya tidak begitu menyadarinya.
Perlahan Chihana pun merasakan kehangatan pada tangan kirinya, walaupun tangan kanannya masih sedikit kedinginan. Dengan badannya yang sedikit lebih dekat dengan Mikage, ia dapat mencium aroma tubuh Mikage. Entah dari badan, bajunya, atau parfum. Chihana dapat mencium wanginya yang sangat khas dan tidak membuatnya pusing. Chihana sekarang yakin bahwa aroma itu bukanlah aroma parfum. Mungkinkah aroma itu dari bajunya? Chihana penasaran seketika.
Lama kelamaan, Chihana tak fokus pada filmnya. Ia merasakan tangan kirinya yang dibalut oleh kedua tangan Mikage. Sangat hangat. Ia juga merasakan sesekali tangannya dielus oleh Mikage. Entah kenapa, hal ini membuat Chihana merasa gugup. Tangannya bukanlah lagi merasa hangat, namun panas hingga berkeringat. Ia takut Mikage akan merasa jijik padanya jika menyadari tangannya menjadi basah.
Sesaat ketika film sudah selesai, Chihana langsung menarik kembali tangannya dengan cepat karena lampu di dalam bioskop sudah menyala. Takut Mei dan Tsumi akan melihatnya. Lalu Chihana dengan cepat juga membenarkan posisi duduknya dan berpura-pura merapikan rambut dan tasnya.
Mereka keluar dari bioskop dan Chihana merasa sangat canggung dengan kejadian tadi. Benar, tangannya sampai saat ini pun masih basah karena gugup.
“Mau makan apa kita sekarang?” tanya Mei.
“Hm... maafkan aku, sepertinya aku langsung pulang saja, aku makan malam di rumah saja.” Sahut Chihana.
“Begitu, ya? Ya sudah, tidak apa-apa. Hati-hati di jalan, Chihana.” Ujar Tsumi.
Chihana melambaikan tangannya. “Sampai jumpa.” Katanya sambil berjalan menjauh dan mengarah pulang.
Sudah sekitar sepuluh menit berjalan tetapi pikiran Chihana tidak bisa fokus. Ia selalu kepikiran dengan kejadian tadi di dalam bioskop. Ia menatap tangan kirinya sambil menunduk. Bagaimana bisa...?
Saat itu pula Chihana merasa sangat kaget karena telah menabrak orang yang ada di depannya. Ia tak sadar telah berjalan tanpa melihat ke depan. Ia pun mendongak. “M-maaf-” ucapnya.
Namun, Chihana lebih kaget lagi ketika melihat orang yang ia tabrak adalah Mikage. “M-Mikage?”
“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Mikage sambil tersenyum.
“Apa lagi selain berjalan pulang?” jawab cetus Chihana.
“Kalau begitu kenapa harus memperhatikan tanganmu seperti itu? Itu berbahaya.”
Chihana terdiam. Ia perlahan menurunkan tangannya.
“Kenapa? Kau kedinginan lagi?” tanya Mikage.
“Ah, tidak-”
Mikage langsung meraih tangan Chihana dan menggenggamnya. “Kemana rumahmu?” tanyanya. Chihana tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya membiarkan tangannya digenggam oleh Mikage dan
berjalan disampingnya.
Langit sudah mau gelap. Jalanan pun terlihat ramai karena biasanya orang-orang kantor sudah pulang. Mikage terus berjalan dan mendekat pada Chihana. Chihana hanya bisa sesekali melihat wajah Mikage dari samping.
Kenapa kau melakukan ini? Apa yang sedang kau lakukan, Mikage? Kenapa kau selalu membuatku berpikir tentangmu? Kenapa kau selalu di dekatku di saat yang tak pernah aku duga? Kenapa kau menjadi sedekat ini padaku? Kenapa kau bersusah payah membuat tanganku hangat? Kenapa kau berjalan bersamaku sekarang? Kenapa...
“Ada apa?” tanya Mikage tiba-tiba.
Chihana langsung menunduk. “Tidak ada apa-apa. Kenapa kau bertanya?”
“Aku merasa banyak hal yang sedang kau pikirkan. Aku sudah bilang padamu, jika ada sesuatu,
kau bisa cerita padaku.”
“Aku hanya teringat akan teman sekolahku dulu.”
“Teman? Ada apa?”
“Sebenarnya cinta pertamaku. Aku pernah menyukai seseorang selama empat tahun diam-diam. Aku sangat tahu bahwa perasaanku tak terbalaskan. Hingga akhirnya aku tak pernah menyatakan perasaanku sampai sekarang.” Kenapa aku malah menceritakan Kizuki?
“Lalu apa yang terjadi?”
“Minggu lalu kulihat di media sosial, dia sudah mempunyai kekasih. Dia sangat pintar, sepertimu. Kurasa dia juga mencari kekasih yang sepantaran dengannya. Aku memang tak pernah sebanding dengannya... atau denganmu.”
Mikage terhenti. Ia menghadap ke Chihana.
Chihana bingung kenapa Mikage tiba-tiba saja berhenti. “Ada apa?” tanyanya.
“Dengarkan aku. Aku tidak peduli dengan apa yang kau pikirkan. Tetapi, yang aku ingin bilang
adalah bahwa kita ini sama. Aku tak lebih tinggi darimu, ataupun kau tak lebih tinggi dariku. Kita sama. Kita tidak berbeda sama sekali. Kita sama-sama belajar, bukan? Aku juga memasuki kampus itu tidak dengan bekal apa-apa. Hanya saja aku belajar dan aku bisa. Jadi, aku yakin kau juga bisa karena kita sama. Sebisa mungkin aku akan membantumu.”
Mata Chihana terbuka lebar. Ia tertegun dengan ucapan Mikage. Tak pernah ada yang berbicara seperti itu sebelumnya kepadanya. Ucapan Mikage, benar-benar membuatnya sangat tenang. Chihana pun tersenyum. “Baiklah, Mikage.” Jawabnya. Lalu mereka mulai berjalan lagi.
“Sebenarnya, Mei dan Tsumi bilang padaku bahwa kau sulit sekali untuk pergi keluar seperti ke bioskop tadi karena ibumu. Kau tidak bisa pulang terlalu larut dan harus meminta izin pada ibumu jika ingin pergi. Jadi, aku putuskan untuk ikut kalian dan bisa mengantarmu pulang. Aku juga bilang pada Mei dan Tsumi ketika kau pulang duluan tadi kalau aku akan menemanimu pulang. Berbahaya ketika pulang sendirian selarut ini, bukan?”
“Aku bukan anak kecil lagi. Aku tidak takut pulang larut.” Sahut Chihana cepat.
Mikage hanya tertawa kecil.
“Jadi begitu rupanya kau bisa ikut kami menonton tadi. Aku sempat bingung kenapa pula kau ikut
kami padahal perempuan semua. Terima kasih, Mikage.”
Mikage melepaskan genggamannya. Mereka sudah tiba di depan rumah Chihana.
“Terima kasih sudah menemaniku pulang, Mikage.”
“Sama-sama. Masuklah...”
“Terima kasih... sudah menghangatkan tanganku. Terima kasih untuk semuanya. Aku masuk
dulu, hati-hati di jalan.” Ujar Chihana pelan. Ia berbalik dan segera memasuki pintu gerbang rumahnya.
“Chihana.” Panggil Mikage.
Chihana terdiam dan berbalik lagi.
“Kemarilah.” Mikage memanggil Chihana dan memintanya untuk mendekat.
“Ada apa...?” tanya Chihana bingung. Ia berjalan mendekat secara perlahan. Ketika sudah cukup dekat, Mikage pun memeluk Chihana.
“M-Mikage...?” panggil Chihana lirih. Matanya melebar karena terkejut akan aksi Mikage
tersebut.
Tak lama kemudian, Mikage melepas pelukannya dan tersenyum. “Masuklah.” Ujarnya.
“Hm, baiklah. Sampai jumpa.” Jawab Chihana. Ia merasakan wajahnya menjadi panas. Lalu ia
buru-buru membuka pintu gerbangnya dan segera masuk ke dalam rumahnya. “Aku pulang.”
***Download NovelToon to enjoy a better reading experience!***
Updated 21 Episodes
Comments
Rizky Mwe
I finished this book in one sitting. That's how good it was. Can't wait to read more from this author.
2023-11-12
1