Makhluk itu terperanjat, menyadari kalau dirinya sudah ditemukan. Kontan saja dia langsung berlari sekencang mungkin. Tapi Aksa buru-buru mengejar.
Makhluk itu dapat berpindah dari satu pohon ke pohon lain dengan sangat lihai. Mungkin lebih pandai dari seekor tupai. Tapi mau ke manapun dia pergi, Aksa selalu berhasil menemukannya kali ini. Lagi dan lagi.
Aksa sangat menikmati pengejaran ini. Wajahnya diliputi oleh perasaan senang yang tak terkira. Dia tidak pernah punya teman untuk bermain petak umpet ataupun bermain kejar-kejaran. Maka saat ini dia seperti sedang berada di titik terbebas dalam hidupnya.
Hingga suatu ketika, Aksa melihat makhluk pendek itu memetik beberapa buah rambutan selagi berlari. Aksa tetap mengikutinya dari belakang. Tapi dalam sesaat kemudian, dia sudah kehilangan makhluk itu.
Aksa berhenti berlari. Dalam beberapa detik tidak terjadi apa-apa. Kelihatannya makhluk itu sedang beristirahat sambil bersembunyi sebelum akhirnya nanti lanjut kabur lagi.
"Di mana kamu makhluk kecil? Mau sembunyi di manapun, aku pasti akan menemukanmu," tutur Aksa bersemangat.
Mata Aksa mencari ke sana ke mari. Dan tidak lama kemudian dia pun sudah menemukannya lagi dengan mudah. Dapat dilihatnya sebuah kaki kecil yang tersembunyi di balik sekumpulan buah rambutan. Aksa tersenyum kecil. Dia melangkah pelan bermaksud untuk mengagetkannya. Namun tiba-tiba saja sesuatu melayang ke arah mukanya.
"Aduh!" Anak itu mengusap-usap wajahnya yang kesakitan―entah kenapa malam ini semuanya seperti ingin mengincar mukanya.
Aksa mencari benda yang melayang tadi di dekat kakinya. Dan rupanya itu adalah sebuah rambutan.
Dia menoleh ke sana ke mari, mencoba menemukan keberadaan makhluk itu. Namun lagi-lagi, mukanya ditimpuki oleh buah rambutan. Dan kali ini serangannya datang bertubi-tubi.
Aksa melindungi wajahnya menggunakan dua tangan, membuatnya kesulitan melihat ke depan. Dia hanya sempat mengintip sedikit, dan mendapati bahwa makhluk itu ternyata sedang berlari sembari membawa-bawa ketapel---dan kelihatannya sudah sangat ahli menggunakannya.
Serangan itu terus berlangsung selama beberapa saat. Aksa mulai kewalahan. Lalu tiba-tiba dia mendengar bunyi seperti peluit dari kejauhan.
Lemparan buah rambutan mendadak berhenti. Aksa menyingkirkan kedua tangan dari wajahnya. Dan di kejauhan dia melihat makhluk itu melarikan diri.
Aksa bergegas mengejarnya lagi. Makhluk itu melompat dari pohon ke pohon dengan cepat. Dan kalau dilihat dari arahnya, sepertinya dia sedang berlari menuju asal bunyi peluit tadi yang berada di luar kebun.
Aksa masih terus mengejar sambil menghindari pepohonan. Berkali-kali wajahnya harus menabrak ranting pohon. Hingga pada akhirnya, mereka berdua pun mencapai batas luar area kebun itu.
Makhluk itu melompat setinggi-tingginya dari dahan pohon terakhir. Aksa bersiap untuk menangkapnya. Tangannya sudah dia julurkan ke depan sambil melompat, memposisikan telapak tangannya pada arah jatuhnya makhluk itu.
Namun lagi-lagi bocah itu dibuat terkejut.
Sepasang sayap yang lebar muncul membentang dari punggung makhluk itu. Aksa melongo untuk ke sekian kalinya, masih dalam posisi mengambang di udara. Hingga akhirnya dia pun harus tersungkur ke tanah, membuat wajahnya kotor belepotan.
Makhluk itu melayang-layang di atas kepala Aksa. Dan akhirnya Aksa pun dapat melihat wujud mahluk itu seutuhnya.
Bentuknya sangat mirip dengan kelelawar raksasa, hanya saja sayapnya menempel pada punggung, bukan pada lengannya. Tubuh utamanya berbentuk seperti manusia, tapi ukurannya jauh lebih kecil---tidak lebih besar dari seekor angsa.
Sebelum pergi menjauh, makhluk itu sempat menjulurkan lidahnya kepada Aksa yang tergeletak di atas tanah, seperti sedang mengejek. Dia lantas mengepakkan sayapnya dengan lebih cepat. Dan perlahan-lahan dia pun terbang semakin tinggi ke angkasa.
"Sialan!" dengus Aksa kesal seraya mendaratkan kepalan di atas tanah. Matanya terus terpaku kepada makhluk aneh itu selagi dia terbang menjauh. Dan ternyata dia tidak sendirian.
Ada sekitar empat makhluk lain yang serupa yang terbang bersamanya. Dan mereka semua juga sama-sama membawa tas selempang. Aksa berpikir mungkin mereka juga baru selesai mencuri makanan dari rumah-rumah warga yang lain.
Dari jauh kelima makhluk itu hanya seperti sekawanan hewan malam yang sedang terbang bersama. Dan lama-kelamaan mereka hanya menjadi sebuah titik kecil di langit gelap, yang kemudian lenyap begitu saja ditelan malam.
Aksa bangkit berdiri, masih ngos-ngosan setelah berlari tadi. Kejutan demi kejutan terjadi malam ini. Dia tidak peduli sekujur tubuh dan pakaiannya penuh noda dan kotoran. Dia baru saja mengalami kejadian yang sangat menakjubkan. Dia merasa sangat puas.
Tanpa dia sadari cahaya yang cukup terang menyorotnya dari arah samping. Refleks Aksa menengok, dan dalam sekejap pandangannya menjadi sangat silau. Segalanya tampak berwarna putih. Dia harus memicingkan matanya agar bisa melihat walau samar-samar.
Beberapa orang terlihat sedang berdiri di depannya sambil memegangi lampu senter. Dan untuk suatu alasan, entah kenapa wajah mereka seperti ketakutan.
"Se-setan!"
"Astaghfirullahal'adhim!"
"Lariii! Ada setan!!!"
Aksa makin kebingungan melihat respon mereka. Setelah agak lama berpikir, barulah dia sadar kalau mereka adalah bapak-bapak yang sedang meronda. Tapi Aksa tidak mengerti kenapa mereka mencoba kabur darinya.
Untungnya ada satu orang yang tertinggal. Langkahnya pincang dan tampak kesulitan walau hanya untuk berjalan, apalagi kalau harus berlari. Suara sandalnya terdengar bergesekan dengan tanah. Dari situ Aksa langsung bisa mengenalinya.
"Mang Sarna!" panggilnya.
Orang itu kemudian berhenti melangkah, lalu membalikkan badan. Dengan tangan gemetaran dia menyorotkan lampu senternya ke arah sosok yang sedang berdiri di hadapannya.
Mata Aksa serasa ditusuk saking silaunya. Dia kemudian mengerjap-ngerjap, mengusap-usap kelopak matanya dengan telapak tangan. Lalu matanya yang sedingin es pun perlahan-lahan mulai kembali hangat. Dan setelah itu, penglihatannya kembali normal.
Dia sudah bisa melihat warna-warnaan lagi, walaupun hanya terbatas pada area yang disorot cahaya lampu saja.
Mang Sarna berjalan mendekat. Wajahnya yang ketakutan berubah menjadi heran.
"Aksa? Ngapain kamu di sini malam-malam?"
Aksa tidak tahu harus menjelaskan mulai dari mana. Tapi sebelum dia sempat menjawab, Mang Sarna sudah bertanya lagi.
"Kamu sama siapa di sini?"
"Aku ... sendirian, Mang."
"Sendirian? Papah sama Mamah kamu ke mana?"
"Lagi tidur di rumah."
Mang Sarna tidak habis pikir. Bagimana mungkin anak sekecil ini bisa berada di luar rumah sendirian? Malam-malam begini? Sementara orang tuanya tidak tahu.
"Ayo cepat pulang sekarang! Mamang antar!" tukasnya. Mang Sarna pun meraih tangan bocah itu dan menuntunnya pulang lewat jalan mengitari kebun.
Malam ini bulan baru, karenanya tidak ada cahaya bulan sama sekali di langit. Angin berembus membuat Aksa menggigil. Dan suara jangkrik masih meggema mengisi keheningan malam.
"Tadi yang lain kenapa pada lari, Mang?" tanya Aksa di perjalanan.
"Oh, itu. Habisnya kamu bikin kita takut. Mamang pikir tadi kita ketemu setan. Ternyata cuma kamu."
Aksa hanya berdecak dan geleng-geleng kepala. "Ya ampun, Mang. Bisa-bisanya mengira aku setan. Emangnya aku seram ya?"
"Jujur, iya, Sa," jawab Mang Sarna lagi.
"Kok bisa?"
"Soalnya tadi Mamang lihat ... mata kamu menyala."
***
***Download NovelToon to enjoy a better reading experience!***
Updated 6 Episodes
Comments