3. Di Kegelapan

Angin malam yang dingin menerpa tubuhnya saat Aksa membuka pintu belakang rumah, tapi anak itu tidak terlalu peduli. Matanya nyalang memandang ke segala arah, dan yang bisa dia lihat hanyalah kegelapan. Dia berpikir untuk mengambil lampu senter, tapi khawatir makhluk aneh itu keburu pergi.

Tidak jauh di depannya, dari arah kebun milik Uak Bayau, dia mendengar suara kresek kresek seperti daun yang sedang diinjak-injak. Pasti itu adalah suara dari si makhluk pendek yang sedang berlari.

Aksa pun langsung mengejarnya ke sana. Dia tidak memikirkan apapun lagi. Dia tidak ingin kehilangan makhluk ajaib itu.

Kebun Uak Bayau luasnya kira-kira sebesar lapangan sepak bola. Kebun itu ditanami oleh berbagai jenis pohon buah seperti mangga, rambutan, jambu, pepaya, nangka, dan pisang. Banyak juga tanaman lain yang lebih kecil seperti cecendet, cabai, lidah buaya, dan kemangi. Tapi sama sekali tidak ada penerangan di sana. Hanya dengan mengandalkan indera pendengaran, Aksa menyusuri tanah yang kotor dan penuh dengan daun-daun kering.

Suara yang sedang Aksa kejar telah berhenti. Dia tidak tahu harus bergerak ke mana lagi sekarang. Dia menoleh ke sekelilingnya, tapi yang terlihat hanya bayangan samar-samar.

Di sebuah titik di kegelapan dia melihat sesuatu sedang bergerak-gerak. Ketika menghampirinya, ternyata itu hanyalah daun talas yang bergoyang tertiup angin. Lalu suara lain terdengar melintas di belakangnya. Aksa cepat-cepat menengok, tapi suaranya langsung berhenti lagi.

Aksa berpikir makhluk itu pasti takut akan disakiti gara-gara sudah mencuri makanannya. Padahal dia cuma ingin melihatnya lagi saja. Atau barangkali mereka bisa berteman setelah ini.

"Hey! Halo!" Aksa berupaya memanggil makhluk itu. Selagi dia mondar-mandir pelan di kegelapan, matanya menjelajah ke setiap sudut kebun. "Namaku Aksa. Nama kamu siapa?"

Tak lama muncul suara dari arah dahan pepohonan. Aksa mendongak ke arah pohon mangga tidak jauh darinya. Daun di sekitar sana terlihat bergerak-gerak.

Dadanya berdegup kencang. Jauh di dalam hatinya dia merasa takut. Dilihat dari rupanya, sepertinya makhluk itu berbahaya. Tapi rasa penasarannya jauh lebih besar. Menurutnya ini adalah momen sekali dalam entah berapa tahun ke depan. Dia tidak mau kehilangan kesempatan ini.

Aksa mengendap pelan menghampiri pohon mangga tadi, menajamkan fokus matanya ke daerah di sekitar dedaunan itu. Tanpa sadar dia menahan napas sambil mencari-cari dengan waspada.

Tiba-tiba sebuah mangga jatuh dari sana. Aksa refleks melompat mundur. Lalu bersamaan dengan itu sesuatu terlihat terbang mencicit. Ternyata cuma kelelawar. Anak itu pun menghembuskan napasnya yang tadi sempat tertahan.

"Halo! Ayolah, keluar sebentar! Aku cuma mau mengobrol," ujarnya lagi, kali ini setengah berteriak.

Beberapa detik kemudian muncul lagi suara langkah kaki kecil dari atas pohon, seperti suara hewan yang sedang berlari. Tapi saat Aksa menengok, suaranya langsung berhenti lagi.

Anak itu mulai kehilangan kesabaran. Dia kemudian meraba-raba tanah mencari kerikil. Begitu sudah dapat, dia langsung melemparnya ke tajuk pohon tadi.

Matanya menangkap sebuah bayangan yang berlari di batang horizontal, yang selanjutnya melompat ke pohon rambutan di sebelahnya.

Aksa lantas mengambil sebuah kerikil lagi, dilemparnya ke pohon rambutan itu.

Namun setelahnya, tidak ada lagi suara mencurigakan yang terdengar. Seketika semuanya hening seperti malam tanpa gangguan.

Hal ini membuat Aksa semakin jengkel. Dia tahu mahkluk itu masih ada di sekitar kebun ini, hanya saja dia tidak mau menunjukan diri.

Merasa frustasi, Aksa lantas mengambil kerikil sebanyak-banyaknya, lalu melemparnya satu persatu ke sembarang arah.

Entah apa yang dipikirkannya. Mungkin dia berharap salah satunya akan mengenai makhluk itu, atau mungkin dia hanya ingin makhluk itu memberikan respon, apa saja. Walaupun hanya suara pekikan, Aksa akan merasa sangat senang.

Tapi kemudian salah satu kerikil itu menabrak sebuah batang pohon besar, lalu dengan keras memantul kembali ke wajahnya.

"Aduh!"

Bocah itu terjatuh, mengerang kesakitan sambil memegangi pipinya. Dia menggeram kesal, sedikit berlinang air mata. Juga sangat kecewa. Kalau saja tadi dia sempat membawa lampu senter, mungkin setidaknya dia masih bisa berpeluang untuk melihat makhluk itu lagi.

Aksa merintih di antara racauan suara jangkrik, tergeletak begitu saja di atas tanah penuh dedaunan. Tubuh dan pakaiannya kotor. Air mata mengalir di pipinya yang memar.

Dia sudah menyerah.

Beberapa saat berselang, anak itu pun bangkit berdiri dan bersiap untuk kembali ke rumah. Tapi kemudian sesuatu yang ajaib terjadi.

Saat dia membuka mata, seketika saja pandangannya berubah menjadi terang.

Bukan. Bukan terang seperti halnya sebuah benda saat disorot cahaya lampu. Dalam penglihatan Aksa, entah kenapa saat ini semuanya tampak monokrom. Hanya ada warna hitam dan putih, tapi rasanya dia mampu membedakan semua benda yang dia lihat.

Bersamaan dengan itu, perlahan-lahan kehangatan di kelopak matanya seperti menghilang. Rasanya seperti ada angin pegunungan yang sedang bertiup tepat di matanya. Dan dalam sesaat matanya pun sudah menjadi dingin seutuhnya.

Aksa mengerjap-ngerjap, memastikan tidak ada yang salah dengannya. Saat ini rentang warna yang dia lihat hanya berada pada kisaran warna hitam, putih, dan abu-abu, tapi dia bisa melihat semuanya dengan jelas.

Dia mengedarkan pandangan. Dapat dilihatnya segala jenis pohon, tanaman, dedaunan, serta tumbuh-tumbuhan kecil yang ada di sekitarnya.

Dia menoleh ke bawah, mengambil sebuah kerikil yang ada di tanah, memperhatikannya dengan seksama. Bentuknya lonjong, dan salah satu sisinya terlihat tajam. Dia sentuh sisi yang tajam itu dengan jari telunjuk. Rasanya seperti tertusuk.

"Aw!" pekiknya.

Dapat dia lihat darah menetes keluar dari jari telunjuknya yang tertusuk tadi. Tapi alih-alih menangis, hal itu malah membuatnya senang. Senyumnya merekah lebar. Batu kerikil itu nyata. Ini semua nyata. Dia betul-betul dapat melihat dalam gelap.

Dia menoleh ke arah dahan pohon jambu yang berjarak sekitar lima meter darinya. Seekor kelelawar terlihat sedang menggerogoti buah yang sudah masak. Aksa melemparkan kerikil di tangannya ke arah sang kelelawar, lalu hewan itu pun terbang menjauh.

Bersamaan dengan itu matanya menangkap ada pergerakan lain dari pohon di sebelah. Sesuatu terlihat berlari dan bersembunyi di balik batang pohon. Aksa berjalan mendekat untuk melihat lebih jelas. Tapi kemudian sesuatu itu berlari lagi dan melompat ke pohon lain.

Kali ini Aksa medekati pohon yang satunya sambil mengendap-endap, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara. Setelah itu dia kembali menengadah. Matanya menelusuri setiap jengkal pohon itu. Ke setiap percabangan batangnya, daun-daun yang saling bergesekan ditiup angin, dan akhirnya berhenti di sebuah dahan.

Di sela-sela buah mangga yang bergelantungan, akhirnya Aksa menemukannya. Makhluk pendek dan berbulu itu, sedang bersembunyi sambil menutup mulut dengan telapak tangannya.

"Ketemu!!!" teriak Aksa bersemangat.

***

Episodes

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download NovelToon APP on App Store and Google Play