Susan tak pernah menyangka dirinya di timpa begitu banyak masalah.
Kematian, menghianatan, dan perselingkuhan. Bagaiamana kah dia menghadapi ini semua?
Dua orang pria yang menemaninya bahkan menyulitkan hidupnya dengan kesepakatan-kesepatan yang gila!
Akan kah Susan dapat melewati masalah hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SabdaAhessa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Anna & Vannes
Susan akhirnya memutuskan menghampiri wanita itu. Di ikuti oleh Alice.
"Permisi, apakah anda baik-baik saja?" Tanya Susan.
Wanita itu menatap Susan. Dia tersenyum canggung sambil menggendong anaknya.
"Saya mau minta maaf karena hampir menabrak anda." Kata Susan.
Wanita itu mengangguk pelan sambil tersenyum. Tiba-tiba anaknya mengulurkan tangan kepada Susan, seakan meminta di gendong oleh Susan.
"Ehh sayang.." Kata wanita itu memegang tangan anaknya.
"Apa boleh?" Tanya Susan mengulurkan kedua tangannya yang langsung di sambut oleh anak wanita itu.
Akhirnya wanita itu memperbolehkan Susan untuk menggendong anaknya. Susan menggendongnya dengan sangat hati-hati.
"Siapa namanya?" Tanya Susan lagi.
"Vannes." Jawab wanita itu.
"Namamu?" Tanya Susan pada wanita itu.
"Aku Annabeth, panggil saja aku Anna."
"Dia lucu sekali." Susan terlihat sangat bahagia saat menggendong Vannes, anak Anna.
"Terimakasih. Tapi sebenarnya kau tidak perlu melakukan ini, aku dan anak ku baik-baik saja." Kata Anna.
"Tidak papa, aku senang bisa menggendongnya. Dia juga terlihat nyaman." Kata Susan.
"Iya, sepertinya kau sudah pantas memiliki seorang anak." Anna duduk di kursinya.
Susan sontak tersenyum canggung. "Iya, seharusnya begitu. Aku harap Tuhan segera memberikan kesempatan lagi."
Anna tersentak mendengar itu. "Maaf, aku tidak bermaksud menyinggung."
"Tidak masalah. Kau selesaikan saja makan mu, biar aku yang menggendongnya." Kata Susan.
Vannes yang baru berusia 1 tahunan itu terlihat nyaman di gendongan Susan. Susan juga terlihat menikmati waktunya bersama Vannes. Walaupun mereka baru saja bertemu, tapi mereka seakan memiliki hubungan yang erat.
Susan menimang-nimang Vannes hingga tertidur. Dia tersenyum karena berhasil menidurkannya.
Susan mencoba meraih kelapa mudanya karena terasa haus. Namun tangannya kesulitan mencapai itu karena sedang menggendong Vannes. Sontak Alice langsung berusaha membantunya mengambilkan kelapa muda itu.
"Jadi begini rasanya lelah menggendong bayi." Kata Susan pada Alice.
Alice hanya tertawa kecil. Sedangkan Anna terus memperhatikan gerak gerik Susan dan Alice. Mungkin dia takut jika anaknya akan di bawa kabur.
Dari kejauhan Edward memperhatikan Susan. Ada sedikit rasa bersalah di hati kecilnya. Mungkin keputusan untuk menyuntikkan cairan depogeston adalah sebuah kenyataan pahit bagi Susan. Tapi percayalah, hal itu juga yang akan melindungi Susan.
"Hanya 3 bulan Susan." Kata Edward pada dirinya sendiri.
Edward masih memandangi Susan. Setitik air matanya jatuh. Dia segera menghapusnya, tak ingin terlihat lemah. Siapa sangka, sosok Edward menangis hanya karena seorang wanita.
Jika ada orang lain yang mengetahuinya. Pasti mereka berpikir bahwa Susan lah kelemahan Edward dan musuh akan semakin giat melakukan penyerangan.
Dia sangat ingin menghampiri Susan. Hanya untuk bertegur sapa atau berada lebih dekat lagi. Tapi Edward menahan diri, karena Susan sekarang tau Alice adalah orang suruhannya. Susan pasti akan menuntut jawaban kenapa Edward melakukan ini semua.
Dan yang sedang dia pertimbangkan adalah, pasti sebentar lagi Peter datang. Itu hanya akan membuat keributan baru bagi mereka bertiga. Edward tak mau terus-terusan melihat Susan bersedih. Walaupun dia juga suka mendominasi Susan.
Jika musuhnya tau dia sedang mengalami cinta segitiga seperti ini. Pasti mereka hanya akan memperumit keadaan. Edward lebih suka menggoda Susan jika berada di wilayah privasinya. Agar tidak terbaca oleh siapapun.
Terlihat Susan duduk di kursi bersebrangan dengan Anna. Agar Anna lebih tenang dan tidak berpikir yang anah-aneh mengenai Susan. Alice juga masih setia menemani.
Tiba-tiba Susan melihat sosok yang sangat familiar. Pria tampan bertubuh tinggi tegap berjalan ke arahnya. Itu adalah Peter. Dia datang dari pintu di belakang Anna.
Susan menatap kedatangan Peter. Di belakangnya ada Traver yang setia menemani. Susan juga melihat Traver mengatakan sesuatu pada Peter, tapi entah apa, Susan tak dapat membaca gerakan bibir Traver.
Susan yang termenung memperhatikan sesuatu. Membuat Anna jadi penasaran dan berbalik badan. Dia membulatkan mata melihat kedatangan Peter bersama Traver.
Sedangkan Peter yang awalnya melangkah mantap dan tegap tiba-tiba sedikit goyah melihat Susan duduk berhadapan dengan Anna. Dia melirik sebentar ke arah Anna sebelum berdiri di samping Susan.
Susan dan Peter saling memandang.
"Sayang, aku ingin kita bicara berdua." Kata Peter.
Susan mengangguk dan berdiri dari kursinya. Sambil menggendong Vannes yang masih tertidur pulas. Dia mengembalikan Vannes pada Anna yang hanya termenung dengan pikirannya sendiri.
"Kalian tunggu saja disini!" Perintah Peter pada Alice dan Traver.
Peter mengajak Susan ke tempat duduk yang lainnya. Tempat duduk yang melingkar dengan bantalan sofa. Tidak jauh dari tempat duduk Anna. Bahkan Anna masih dapat mendengar sayup-sayup percakapan mereka.
Susan dan Peter duduk berhadapan. Peter meraih tangan kanan Susan dan menggenggamnya begitu erat.
"Aku benar-benar minta maaf. Aku janji, aku akan memperbaiki diri demi hubungan kita. Kau benar Susan, ternyata yang aku lakukan selama ini salah. Silent treatment yang aku mikir bisa menenangkan pikiran ku sejenak sebelum bicara dengan mu lagi, itu ternyata salah besar."
"Aku sudah menemui Abell untuk konsultasi dengannya. Dan apa yang aku lakukan pada mu selama ini memang termasuk kekerasan mental. Aku benar-benar minta maaf, sayang."
Awalnya Susan masih ingin angkuh. Namun pertahanannya mulai goyah saat mengetahui Peter menemui Abell untuk konsultasi. Susan berpikir, Peter benar-benar ingin memperbaiki diri sampai dia menemui Abell.
Susan mulai menangis. Peter menghapus air mata itu dengan ibu jarinya. Lalu Peter berpindah ke sebelah Susan untuk memeluknya.
Sejenak Susan meluapkan emosinya di dalam pelukan Peter. Lalu dia mendongakkan kepala dan bertanya. "Apa ayah tau kalau aku pergi dari mension?"
Peter menggeleng. "Aku melarang Traver untuk memberitahunya. Awalnya aku pikir kau hanya akan pergi ke apartement."
Susan menghapus air matanya. "Aku juga minta maaf.."
"Tak perlu, ini salah ku, Susan. Tak seharusnya aku seperti itu."
Susan kembali memeluk Peter dengan erat. Dari kejauhan ada 2 orang yang sedang terbakar api cemburu. Yang satu Edward, terlihat begitu ganas saat melihat Susan memeluk Peter. Dan yang kedua Anna, dia terlihat menahan emosinya dengan membuang muka.
Traver yang melihat itu menatap tajam ke arah Anna. Membuat wanita beranak satu itu bergidik dan memutuskan untuk pergi dari sana.
******
Susan dan Peter memutuskan untuk kembali ke mension malam ini. Sebelum itu, Susan kembali ke kamarnya untuk bersiap. Begitupun dengan Alice yang mempersiapkan diri dan mengambil barang-barangnya.
Susan meminta Peter untuk tetap menunggu di kafe itu. Karena Susan tau, jika Peter ikut masuk ke dalam kamar ini, kamar khusus untuk Susan yang di bangun oleh Edward. Peter pasti akan memakannya disana. Dan jika Edward tau hal itu, dia pasti akan marah besar.
Susan segera mengemasi barang-barangnya. Dan berganti pakaian.
*****
Di kafe. Peter dan Traver terlihat bersitegang. Sorot mata Peter begitu tajam, namun juga tersirat rasa takut.
"Bagaimana dia bisa bertemu dengan Susan?" Tanya Peter pada Traver.
"Nona Anna melarikan diri dari biara, Tuan. Menurut informasi dari Alice, mereka tidak sengaja bertemu tadi pagi saat baru sampai di pulau ini. Dan bertemu lagi di kafe ini dari tadi siang." Jawab Traver.
Peter memejamkan mata frustasi. "Seharusnya aku menaruhnya di penjara pengasingan saja! Dasar wanita jalang!"
"Dimana dia sekarang?" Tanya Peter lagi.
"Sepertinya dia kembali ke kamar penginapannya, Tuan." Jawab Traver.
"Urus dia, Traver. Pastikan dia kembali ke biara hari ini juga, aku akan menyiapkan tempat lain untuknya!" Kata Peter mengepalkan tangan.
"Baik, Tuan."
Traver bergegas pergi untuk mengerjakan perintah dari Peter. Sedangkan Peter masih berdiri disana sami memijit kepalanya.
"Apa lagi yang kau rencanakan Anna?" Batin Peter.
Annabeth, adalah seorang ibu satu anak laki-laki yang masih berusia satu tahun. Dia adalah wanita simpanan Peter selama ini. Dia lah orang ketiga yang sebenarnya di rumah tangga Peter dan Susan. Bukan Edward.
Atau mungkin, Susan lah orang ketiga di antara Peter dan Anna? Karena jauh sebelum Peter memutuskan untuk menikah dengan Susan. Dia sudah menjalin hubungan dengan Anna saat masih di luar negeri.
Anna adalah teman kuliah Peter. Disanalah mereka bertemu dan memulai hubungan sepasang kekasih.
Namun, setelah kembali ke negaranya sendiri. Peter malah jatuh cinta kepada Susan, anak dari sahabat ayahnya. Lalu di temukan lah surat wasiat Ayah Susan yang meminta dirinya untuk menikahi Susan.
Peter langsung menyetujuinya, tidak mungkin dia membuang kesempatan emas ini. Namun dia juga masih mencintai Anna.
Hati serakah memang seperti itu. Dia tidak dapat memilih. Yang akhirnya membuatnya harus menyembunyikan Anna dari Susan dan ayahnya.
Selama ini hanya Traver yang mengetahui rahasia gelap itu. Karena Peter selalu meminta bantuan Traver untuk menyembunyikan Anna. Berpindah-pindah tempat agar tidak terlacak.
Namun, sepertinya Anna mulai muak dengan semua hal itu. Dia mencoba melarikan diri dari biara yang dia tinggali selama sebulan ini. Karena dia merasa di biara itu membawa pengaruh buruk pada anaknya, Vannes.
Tanpa sengaja pula, dia bertemu dengan Susan. Membuat keadaan semakin sulit.
****
Susan yang sudah berkemas bergegas keluar dari kamarnya. Namun dia di buat terkejut saat membuka pintu kamar. Anna sudah berdiri disana sambil menggendong Vannes yang tertidur pulas.
"Anna?" Sapa Susan.
Anna terlihat gelagapan. Tangannya sedikit bergetar.
"Bolehkah aku menitipkan Vannes pada mu sebentar?" Kata Anna.
"Kau kenapa? Kau terlihat ketakutan, apa ada masalah?" Tanya Susan.
Anna menggeleng dengan cepat sambil melambaikan tangan. "Aku hanya perlu menemui seseorang sebentar, aku tidak bisa menemuinya sambil membawa membawa Vannes. Jadi.. Bisakah kau menjaganya sebentar?" Kata Anna.
Susan terlihat berpikir sebentar. Karena Peter pasti sudah menunggunya sedari tadi.
"Maaf, aku harus pergi sekarang, karena suamiku..."
"Hanya sebentar saja, aku janji!" Anna langsung memberikan Vannes pada Susan.
Susan terkejut dengan tingkah laku Anna yang seakan sedang di buru oleh singa. Susan akhirnya mengangguk dan menggendong Vannes.
Dia belum tau, bahwa anak yang di gendongnya sekarang adalah anak Peter dan Anna, hasil hubungan gelap mereka dibelakang Susan.
Susan masih melihat Anna yang berjalan dengan tergesa-gesa. Dia masih terkejut. Tapi dia langsung menutup pintu kamar dan segera menuju kamar Alice melalui connecting door.
"Alice.. Tolong kau katakan pada Peter. Kita harus menunda penerbangan karena aku masih ada urusan." Kata Susan.
Alice yang melihat Susan menggendong Vannes terperanjat.
"Kenapa, dia bisa ada disini, Nyonya?" Tanya Alice.
"Anna menitipkannya, dia bilang harus menemui seseorang dan tidak bisa membawa anaknya ikut."
"Apa? Ini aneh sekali, kita baru saja bertemu dan dia meninggalkan anaknya bersama kita. Apa setidaknya dia berpikir kita akan berlaku buruk pada anaknya?" Kata Alice dengan curiga.
"Iya, kau benar juga, Alice. Lalu kita harus bagaimana?" Tanya Susan.
"Saya akan hubungi Traver dulu nyonya, alangkah baiknya jika Tuan Peter dan Traver tau kenapa anda harus menunda penerbangan." Kata Alice.
Susan mengangguk setuju. Alice langsung menghubungi Traver dengan ponselnya. Saat dia mengatakan apa yang terjadi. Terdengar Traver membentak. Sontak Alice langsung membuka pintu kamarnya dan melihat sekitar.
"Dia sudah pergi!" Kata Alice.
Telpon pun terputus dan Alice langsung melihat ke arah Susan.
Bersambung...