NovelToon NovelToon
Kintania Raqilla Alexander

Kintania Raqilla Alexander

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Diam-Diam Cinta
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Lesyah_Aldebaran

Tidak semua cinta datang dua kali. Tapi kadang, Tuhan menghadirkan seseorang yang begitu mirip, untuk menyembuhkan yang pernah patah.

Qilla, seorang gadis ceria yang dulu memiliki kehidupan bahagia bersama suaminya, Brian—lelaki yang dicintainya sepenuh hati. Namun kebahagiaan itu sekejap hilang saat kecelakaan tragis menimpa mereka berdua. Brian meninggal dunia, sementara Qilla jatuh koma dalam waktu yang sangat lama.

Saat akhirnya Qilla terbangun, ia tidak lagi mengingat siapa pun. Bahkan, ia tak mengenali siapa dirinya. Delvan, sang abang sepupu yang selalu ada untuknya, mencoba berbagai cara untuk mengembalikan ingatannya. Termasuk menjodohkan Qilla dengan pria bernama Bryan—lelaki yang wajah dan sikapnya sangat mirip dengan mendiang Brian.

Tapi bisakah cinta tumbuh dari sosok yang hanya mirip? Dan mungkinkah Qilla membuka hatinya untuk cinta yang baru, meski bayangan masa lalunya belum benar-benar pergi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lesyah_Aldebaran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab Sepuluh

Dalam perjalanan pulang, suasana di dalam mobil dipenuhi oleh keheningan yang menggantung, hanya sesekali dipecah oleh alunan lembut dari head unit dan desiran angin malam yang menyelinap lewat celah jendela.

Brian menyetir tanpa sepatah kata pun keluar dari bibir pria itu. Namun, Qilla dapat merasakan ada sesuatu yang mengganjal di pikiran suaminya hanya dengan melihat sorot mata Brian yang fokus pada jalan. Dan benar saja, setelah beberapa saat Brian akhirnya membuka suara.

"Sudah berapa lama kamu suka main ke bar, sayang?" Suara Brian terdengar pelan, namun ada nada yang tidak biasa di baliknya. Sekilas Brian menoleh ke arah Qilla yang duduk di sebelahnya, sebelum tatapannya kembali fokus ke jalan di depan.

Tiba-tiba Qilla merasakan sentakan di dalam dirinya. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya, dan tangan yang tadinya santai di pangkuannya kini menggenggam erat rok yang dikenakannya, menunjukkan tanda-tanda kegugupan yang mulai menghampirinya.

"A-aku... cuma kadang-kadang aja, mas," jawabnya dengan suara pelan, seperti anak kecil yang ketahuan berbuat salah. Suaranya hampir tidak terdengar.

Brian mengangguk kecil, bibirnya membentuk senyum tipis yang terlihat dingin dan tanpa kehangatan, membuat Qilla merasa semakin gugup.

"Dan kamu pikir... berdansa di sana, dengan tatapan para lelaki yang tidak tahu siapa kamu, itu sesuatu yang biasa saja, hm?" Suara Brian terdengar rendah dan rasa tidak percaya. Pandangannya yang tajam ke arah Qilla membuat gadis itu merasa seperti terhisap ke dalam jurang ketakutan yang dalam.

Qilla menelan ludahnya dengan susah payah, rasanya tenggorokannya kering seketika. "Ta-tapi aku nggak menggoda siapa pun, mas... Aku cuma pergi ke bar karena bosan di rumah dan butuh sesuatu buat mengalihkan perhatianku," ucapannya dengan suara yang bergetar, mencoba membela diri.

Brian tertawa pelan, dengan nada getir yang menyiratkan kekecewaan. "Apa bar benar-benar satu-satunya solusi, sayang? Tidak ada hal lain yang bisa kamu lakukan selain pergi ke sana?" Suara Brian terdengar seperti campuran antara keheranan dan kesedihan.

Dammit. Suara bariton suaminya yang dalam dan mengintimidasi membuat Qilla merasa semakin tertekan. Dia menggigit bibir bawahnya dengan panik, berusaha menahan diri dari reaksi yang lebih keras. "Mampus aku," batinnya, merasakan kepanikan dan ketakutan yang semakin meningkat.

"A-ada sih, tapi aku hanya ingin ke sana... Maksudku, aku pergi ke sana cuma buat ngilangin rasa gabut aja. Sumpah, aku nggak pernah menggoda siapa pun," ucapannya dengan cepat, sambil menaikkan dua jarinya seperti bersumpah. Qilla berusaha tersenyum meski kikuk, tapi wajahnya sudah pucat pasi. Tatapan dingin Brian membuatnya merasa semakin kecil, hingga akhirnya gadis itu menunduk, air matanya mulai menggenang di sudut matanya.

"Mas sangat membenci," ucap Brian dengan nada rendah yang tajam. "Kalau ada yang berani melirik milikku. Apalagi kalau milikku sendiri yang membiarkan itu terjadi." Suara Brian terdengar seperti ancaman halus yang membuat Qilla merasa semakin takut.

Qilla buru-buru mengalihkan pandangannya, berusaha menyembunyikan air mata yang mulai membasahi pipinya. Gadis itu merasa terhimpit oleh rasa bersalah yang mendalam. Namun, sebelum pikirannya semakin liar, Qilla memberanikan diri untuk menyentuh tangan Brian yang terletak di persneling mobil, lalu menggenggamnya dengan lembut.

"Aku tahu, aku salah. Dan aku minta maaf, mas," gumamnya dengan nada penuh penyesalan yang mendalam. Gadis itu mendekat sedikit, lalu mencium pipi suaminya dengan gerakan yang gemetar, menunjukkan ketulusan permintaan maafnya.

Brian diam, tapi tangannya membalas genggaman Qilla dengan erat dan mengelus lembut. Pria itu mengangkat tangan Qilla ke bibirnya dan memberinya ciuman ringan.

"Mas tidak pernah tega untuk marah terlalu lama padamu, sayang," ucapannya dengan nada yang lebih tenang dan penuh cinta. "Tapi, itu bukan berarti kamu bebas dari konsekuensi atas tindakanmu, sayang."

Qilla mendongak, hidungnya yang memerah karena menangis terlihat jelas, tapi senyum kecil mulai muncul di bibirnya, menandakan sedikit kelegaan di tengah situasi yang menegangkan.

"Apa maksudmu hukuman seperti waktu itu?" Qilla bertanya dengan nada yang lembut dan berhati-hati, pipinya memerah saat membayangkan hukuman tersebut, menunjukkan rasa malu yang bercampur dengan antisipasi yang tidak bisa disembunyikan.

Brian menoleh dan menatap Qilla sejenak, kemudian memberikan senyum tipis yang sedikit menggoda, membuat Qilla merasa jantungnya berdebar cepat.

"Setelah makan malam nanti, kamu akan tahu apa hukumanmu, sayang," gumamnya dengan nada rendah dan suara serak yang membangkitkan rasa antisipasi, membuat pipi Qilla langsung memerah dengan intensitas yang semakin meningkat.

Dengan wajah yang semakin memerah, Qilla hanya bisa menunduk, jantungnya berdegup kencang seolah-olah ingin melompat keluar dari dadanya.

...****************...

Makan malam di restoran itu terasa lebih intim malam ini, dengan lampu-lampu temaram yang menyinari setiap sudut ruangan dengan lembut, menciptakan suasana hangat dan mempesona. Alunan musik jazz yang pelan mengiringi suasana malam itu, membuatnya terasa begitu tenang dan damai. Brian dan Qilla duduk di meja pojok yang cukup privat, ditemani cahaya lilin kecil yang berkelap-kelip, menambah kesan romantis pada momen mereka.

Brian menyandarkan tubuhnya di kursi yang dibalut kain putih bersih dan lembut, dengan hiasan bunga mawar emas di sudut kursi, memberikan kesan elegan pada suasana santai mereka. Sementara pandangannya tak lepas dari Qilla yang tampak gugup, ujung serbetnya bergerak-gerak di antara jari-jarinya. Senyum tipis menghiasi wajah Brian, menunjukkan kesan manis dan menghibur.

"Apa yang ingin kamu makan, sayang?" tanyanya dengan nada lembut, meskipun tatapannya masih terlihat tajam.

Qilla masih menundukkan kepalanya, tak berani menatap wajah suaminya. "Terserah mas saja," gumamnya dengan suara yang sangat pelan, hampir tidak terdengar.

Brian mengangguk kecil, lalu memanggil pelayan untuk memesan makanan favorit mereka. Setelah pelayan itu pergi, keheningan menyelimuti meja mereka, bukan keheningan yang canggung, melainkan keheningan yang penuh makna dan antisipasi yang tak terucapkan.

Dengan wajah yang masih tertunduk, Qilla tetap diam, sementara Brian menatapnya dengan senyum tipis di wajahnya, seolah-olah menikmati ekspresi gelisah istrinya yang berusaha menyembunyikan perasaannya.

"Tidak perlu tegang, sayang," ucap Brian dengan suara deep voice-nya yang dalam, sambil menikmati Cognac Hennessy Beaute du Sieclenya. "Mas sudah tidak marah lagi padamu, sayang. Berbicaralah dengan mas, atau..."

Dengan keberanian yang perlahan tumbuh, Qilla mengangkat wajahnya dan menatap Brian. Tatapannya tampak kesal, meski lebih terlihat seperti manja daripada benar-benar kesal.

"Mas tuh... kejam banget," gumamnya, namun mata yang menatap suaminya itu justru memancarkan senyum manja dan sedikit menggoda.

Brian mengangkat alisnya, menatap Qilla dengan tatapan menggoda. "Dan mas sangat mencintaimu, sayang," ucapannya dengan suara yang dalam dan penuh cinta. Membuat Qilla mencibir pelan, namun wajahnya sudah memerah seperti tomat, menunjukkan bahwa dia berusaha menyembunyikan rasa malu dan gugupnya.

Tak lama kemudian, hidangan mereka tiba. Qilla mulai menyantap makanannya dengan perlahan, sementara Brian lebih memilih untuk memandangi wajah istrinya dengan tatapan yang penuh cinta.

"Semakin hari, kamu semakin cantik saja," ucap Brian dengan suara yang hangat dan penuh kagum, membuat wajah Qilla memerah karena pujian yang tidak terduga.

Tiba-tiba Qilla tersentak saat mengunyah, membuat Brian langsung panik dan menyodorkan segelas susu ke arahnya. Qilla buru-buru mengambil gelas itu dan meminumnya dengan terburu-buru untuk melegakan tenggorokannya.

"Makan dengan hati-hati, sayang. Mas tidak akan mengambil makananmu," ucap Brian dengan nada yang penuh kasih sayang sambil mengelus rambut Qilla dengan lembut.

"Itu semua gara-gara mas ngomong gitu tiba-tiba! Ish, kenapa harus bilang gitu sih?!" Protes Qilla, masih dengan wajah yang memerah karena malu dan kesal.

Brian tersenyum tampan, lalu memberikan ciuman ringan di bibir Qilla, membuat wajah istrinya semakin memerah dan bahkan telinganya ikut memerah karena sentuhan mesra itu.

"Mas!" Qilla berseru, suaranya menggabungkan rasa terkejut dan malu, namun diiringi dengan senyum yang tak bisa disembunyikan.

"Hm?" Brian menyahut dengan nada santai, matanya menatap Qilla dengan penuh rasa ingin tahu dan sedikit menggoda.

"Ih... malu tahu!" Qilla berseru, langsung memeluk suaminya erat dan menyembunyikan wajahnya di dada Brian, berusaha menyembunyikan pipinya yang masih memerah.

Brian tersenyum dan terkekeh, menikmati reaksi Qilla, lalu membalas pelukannya dan mengelus rambut istrinya dengan penuh kasih sayang. "Kenapa harus malu, hm? Di sini hanya ada kita berdua, sayang," bisik Brian dengan suara yang sangat lembut, sembari memberikan ciuman penuh cinta di kening Qilla.

Sejenak, Qilla terdiam, lalu dengan suara pelan dia berkata. "Maaf ya, mas, soal aku ke bar itu. Aku cuma bosan di rumah dan butuh melepaskan stres, bukan untuk cari masalah atau menggoda siapa pun. Aku bukan perempuan murahan," ungkap Qilla dengan nada yang jujur dan sedikit defensif.

Brian menatap istrinya dengan mata penuh kasih. "Sayang, mas tahu kamu bukan perempuan seperti itu. Mas hanya terlalu takut kehilangan kamu. Mas tidak suka ketika milikku dilirik orang lain, tatapan mereka ke kamu seperti ingin memilikimu, dan mas benci itu. You're too precious to be shared, baby. Kamu terlalu indah buat dibagi. Mas hanya ingin kamu tahu, kamu milikku sepenuhnya my forever treasure. Kamu bukan perempuan murahan, kamu permata paling berharga dalam hidupku."

Qilla menggigit bibirnya, matanya mulai berkaca-kaca kembali, hatinya dipenuhi perasaan hangat mendengar kata-kata Brian. "Aku nggak ingin menyakiti hati mas. Tapi, mas tahu? Aku merasa mas terlalu baik untukku, aku tidak pantas untuk menjadi milik mas," ungkap Qilla dengan suara lirih.

Brian memeluk tubuh mungil istrinya semakin erat, lalu memberikan ciuman lembut di ubun-ubun kepala Qilla beberapa kali, menunjukkan kasih sayangnya yang tulus dan mendalam terhadap istrinya yang dicintainya.

"Kita diciptakan untuk saling belajar dan saling melengkapi, sayang. You're my perfect match, my soulmate. Kamu dan mas memiliki kekurangan masing-masing, tapi dengan kamu, mas menjadi whole, dan dengan mas, kamu menjadi lengkap. You're the beauty in my imperfection, dan kamu adalah yang paling berharga dalam hidupku."

Qilla yang berada di pelukan Brian tidak bisa menahan air matanya lagi, dia menangis tersedu-sedu mendengar kata-kata Brian. "Aku sangat, sangat mencintaimu, mas... dan aku tidak ingin kehilanganmu," bisik Qilla dengan suara yang terguncang, sementara air matanya terus mengalir membasahi kemeja Brian.

"You're the one I love the most,  sayang... dan mas takut sekali kehilanganmu. I couldn't bear the thought of living without you, my everything," ucap Brian, sambil mempererat pelukannya dan mengelus punggung Qilla dengan gerakan yang lembut dan menenangkan.

1
wait, what?
ditunggu kelanjutannya
wait, what?
woi gue orang nya gampang curiga lho
wait, what?
ngakak banget
wait, what?
lucuu banget sih
kalea rizuky
orang kaya pasti demi harta biar g kemanaa tuh makanya di jodoin sedari kecil hadeh pak buk egois demi harta anak di korban kan meski akhirnya cinta klo enggak apa gk hancur masa depan anak katanya orang kaya tp kayak orang desa aja kelakuan
kalea rizuky
panass
kalea rizuky
koo ortunya ijinin anak nya nikah muda pdhl orang kaya knp thor
kalea rizuky
meleleh ya qil/Curse//Curse/
kalea rizuky
jd mereka uda nikah g ada flashback nya apa thor
wait, what?
yah, belum lanjut kah? :(
wait, what?
Ditunggu lanjutannya yaa kak
wait, what?
rekomendasi banget sih untuk kalian baca, seruu banget
wait, what?
seruuuu banget, aku sangat suka sama cerita nya. Ditunggu kelanjutannya
Shoot2Kill
Thor, jangan bikin kami tidak bisa tidur karena ingin tahu kelanjutannya 😂
Shion Fujino
Menyentuh
Mabel
Wah, cerita ini anjreng banget! Pengen baca lagi dan lagi!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!