Evelyn, penulis webtoon yang tertutup dan kesepian, tiba-tiba terjebak dalam dunia ciptaannya sendiri yang berjudul Kesatria Cinta. Tapi alih-alih menjadi tokoh utama yang memesona, ia justru bangun sebagai Olivia, karakter pendukung yang dilupakan: gadis gemuk berbobot 90kg, berkacamata bulat, dan wajah penuh bintik.
Saat membuka mata, Olivia berdiri di atas atap sekolah dengan wajah berantakan, baju basah oleh susu, dan tatapan penuh ejekan dari siswa di bawah. Evelyn kini harus bertahan dalam naskahnya sendiri, menghindari tragedi yang ia tulis, dan mungkin… menemukan cinta yang bahkan tak pernah ia harapkan.
Apakah ia bisa mengubah akhir cerita sebagai Olivia? Atau justru terjebak dalam kisah yang ia ciptakan sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10.Tidak mengenalnya.
Sekolah Red High, seperti biasa di pagi hari itu, tampak semarak dan penuh gengsi.
Deretan mobil mewah berjejer rapi di sepanjang jalan masuk utama, menurunkan satu per satu siswa-siswi berpakaian rapi dengan seragam eksklusif khas sekolah elit tersebut.
Suara mesin mobil sport yang menderu pelan, diselingi suara langkah kaki para siswa yang menapaki pelataran marmer sekolah, menjadi pemandangan yang sudah biasa setiap pagi di Red High.
Para sopir pribadi dengan sigap membukakan pintu, sementara para siswi turun anggun dengan tas-tas bermerek di tangan, dan para siswa tampil percaya diri dengan jam tangan mahal melingkar di pergelangan mereka.
Beberapa siswa menyempatkan diri menyapa teman-teman mereka, saling bertukar senyum atau membicarakan agenda hari itu entah ujian, latihan klub, atau pesta eksklusif yang akan datang.
Di tengah keramaian itu, tampak seseorang yang berbeda turun dari sebuah mobil sederhana, mencuri perhatian sejenak. Tapi seperti biasanya, suasana segera kembali sibuk.
Red High adalah dunia di mana penampilan, status sosial, dan pengaruh keluarga seringkali menjadi penentu posisi di antara para siswa. Namun di balik kemewahan itu, tiap siswa menyimpan cerita dan perjuangan masing-masing.
Tiba-tiba suasana pagi yang sibuk itu sedikit terganggu saat sebuah mobil sport berwarna mencolok melaju dengan gaya menyalip deretan mobil mewah yang terparkir.
Suara mesinnya meraung sebentar, menarik perhatian hampir semua mata di pelataran sekolah.
Beberapa siswa berhenti melangkah, sebagian lainnya menoleh cepat, penasaran siapa yang berani muncul dengan cara mencolok seperti itu di antara anak-anak kalangan atas.
Mobil itu berhenti dengan gaya sedikit menyamping, dramatis namun tetap presisi seolah disengaja untuk memamerkan keangkuhan kendaraan mahal itu.
Didalam mobil, Oliv menatap Mark dengan tatapan tajam.
"Dasar tukang pamer!, jika kakak mengemudi seperti itu, aku bisa mati muda"
"Tapi kamu tidak kenapa-napa?, sebaiknya segera keluar nanti telat! " Goda Mark sambil tersenyum.
Oliv tidak membiarkan Mark terus mengusilinya, lalu Oliv memukul kepala Mark cukup keras.
Sampai-sampai kepala Mark mengarah ke depan, sambil tersenyum ia membalas keusilan Mark itu.
"Makanya dengan adik sendiri jangan suka usil! "
Mark menahan rasa kesalnya karena jika ia membalas, maka ia kehilangan kesempatan untuk mengendarai mobil favoritnya.
"Baik adikku sayang!, sudah sana masuk! " Ucapnya dengan lembut sambil melempar senyum kearah Oliv.
Oliv pun keluar dari mobil itu, dengan percaya diri Oliv berdiri dengan melihat sekelilingnya.
Setelah pertengkaran panas di dalam mobil sport yang masih terparkir di sudut halaman sekolah, Oliv membanting pintu mobil dengan keras.
Langkahnya mantap menapaki pelataran sekolah Red High, meski jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Semua mata tertuju padanya, tapi bukan karena drama keluarga yang baru saja terjadi. Kali ini, pandangan orang-orang tertuju pada penampilannya.
Mereka menganggap ada siswa baru yang datang ke sekolah mereka, mereka tidak mengenali kalau murid itu adalah Oliv.
Untuk pertama kalinya, Oliv mengenakan seragam sekolah ukuran L yang pas di badan, pas di hati.
Dulu ia mengunakan seragam dengan ukuran double L, tapi ia sekarang merasa ringan setelah melepaskan semua lemak di tubuhnya.
Seragam itu tampak seperti miliknya seutuhnya, tak lagi kebesaran seperti dulu saat dia masih memilih menyesuaikan diri, menyembunyikan tubuh mungilnya dalam ukuran yang longgar.
Rambutnya diikat rapi, sepatu hitamnya berkilau, dan dasi merah maroon melingkar sempurna di lehernya. Di bawah sinar matahari pagi yang menyilaukan, Oliv tampak seperti versi dirinya yang baru. Lebih percaya diri. Lebih kuat. Lebih siap.
Bisikan pelan terdengar dari para siswa yang melihatnya melangkah melewati koridor utama. Tapi Oliv tak menoleh. Tak ada lagi keraguan di matanya. Seragam itu bukan hanya pakaian sekolah tapi itu adalah simbol keberaniannya. Bahwa hari ini, meski baru dimulai dengan pertengkaran, ia akan berjalan sebagai dirinya sendiri.
Semua mata murid Red High tertuju padanya. Pandangan penasaran, bisikan lirih, bahkan tatapan heran yang diam-diam mencoba menebak siapa gadis dengan seragam pas badan dan wajah tenang itu dan semuanya mengarah pada satu orang yaitu Oliva.
Tapi Oliv tidak memperdulikannya.
Dengan dagu terangkat dan langkah mantap, ia melangkah melewati koridor utama, membiarkan bisikan dan lirikan itu mengambang di udara.
Matanya lurus menatap ke depan, ke satu tujuan yaitu papan pengumuman yang terpajang di dinding tengah sekolah, tempat di mana semua siswa baru menemukan nasib mereka yang berada dikelas mana yang akan menjadi tempat mereka selama setahun ke depan.
Suasana di sekitar papan itu cukup ramai. Beberapa siswa masih sibuk mencari nama mereka, sebagian lagi mengobrol sambil membandingkan siapa sekelas dengan siapa.
Tapi kehadiran Oliv sontak menarik perhatian tambahan. Kerumunan itu mulai menyingkir secara otomatis, memberi jalan padanya.
Langkah terakhirnya berhenti tepat di depan papan pengumuman yang penuh tempelan nama-nama.
Ia mengangkat tangan dan mengusap rambutnya yang sedikit tertiup angin sebelum matanya menyusuri daftar nama satu per satu.
"Kelas 2-A…" gumamnya dalam hati.
Dan di sana, tercetak rapi yaitu namanya.
Oliva Morgan.
"Sepertinya aku tidak satu kelas dengan Luna" Rasa kecewa Oliv dengan pelan.
"Tapi diantara 3T, kenapa aku sekelas dengan omlet? " Gerutunya kesal sambil menekuk dahinya.
Tiba-tiba dari belakang Oliv, suara yang tak asing untuknya dan juga tidak ingin ia dengar pada pagi yang cerah ini.
"Kenapa aku sekelas dengan bakpao?, seharusnya aku.. " Ucapan Owen terputus.
Karena tiba-tiba saja Oliv menjawab ucapan Owen. "Siapa juga yang mau sekelas dengan mu? " Ucapnya yang kesal.
Owen pun hanya diam, memperhatikan siswi didepan nya.karena merasa ia tidak kenal dengan siswi itu, tapi suaranya cukup tidak asing di telinga nya.
"Siapa ya?. "
Oliv lalu menoleh ke arah Owen, seketika Owen dibuat terkejut oleh Oliv.
"Kau.. "
"Kenapa baru lihat hantu ya?, dan juga aku tidak mau sekelas dengan omlet seperti mu'
Owen yang ingin marah tapi mulutnya terkunci, ia tidak bisa mengeluarkan ucapan apapun pada Oliv.
Oliv lalu melihat Luna yang berjalan kearah nya, "Luna" Sapanya sambil melambaikan tangannya.
Oliv lalu berjalan melewati Owen yang hanya diam, tanpa berani bersuara. Ia seakan tidak percaya, gadis itu adalah Oliv.
Saat melewati Owen, tanpa sengaja pundak Oliv bersentuhan dengan pundak Owen karena kerumunan siswa disana.
Luna yang melihat penampilan Oliv tidak percaya kalau Oliv bisa secantik ini di tubuhnya yang kurus,Oliv lalu menggandeng tangan Luna dengan manja untuk mencari kelas Luna yang berada di 2-B.
Damian dan Leo baru datang, melihat temannya hanya diam melihat kearah Luna dan gadis yang juga mereka tidak kenal.
"Hai, kamu kenapa bengong? " Ucap Damian sambil menepuk pundaknya.
"Aku pasti salah, itu bukan dia.. " Ucapan Owen berulang kali.
"Ada apa dengan mu? " Tanya Leo.
Owen melihat kedua sahabatnya itu, dan pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaan mereka berdua.
"Ada apa dengan nya? " Tanya Damian yang bingung.
"Aku juga tidak tahu! " Jawab Leo.
Bel masuk pun berbunyi, Luna sekelas dengan Damian dan Leo. Sedangkan Owen sekelas dengan Oliv, didalam kelas Owen mencuri pandang kearah Oliv yang duduk di samping nya.
Seakan Owen tidak percaya kalau gadis cantik, dan ramping itu Oliv yang suka ia panggil bakpao.