NovelToon NovelToon
OBSESSION

OBSESSION

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Obsesi / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: Jelitacantp

"Endria hanya milikku," tekannya dengan manik abu yang menyorot tajam.

***

Sekembalinya ke Indonesia setelah belasan tahun tinggal di Australia, Geswa Ryan Beck tak bisa menahan-nahan keinginannya lagi.

Gadis yang sedari kecil ia awasi dan diincar dari kejauhan tak bisa lepas lagi, sekalipun Endria Ayu Gemintang sudah memiliki calon suami, di mana calon suaminya adalah adik dari Geswa sendiri.

Pria yang nyaris sempurna itu akan melepaskan akal sehatnya hanya untuk menjadikan Endria miliknya seorang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jelitacantp, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Makan malam

"Semua bahan sudah siap kan, Bi?" tanya Endria semangat.

Sebelum pergi mandi, gadis itu meminta bi Erni untuk menyiapkan bahan-bahan makanan yang akan ia olah menjadi makanan yang lezat nantinya.

Jadi Endria saat ini sudah selesai mandi, dan gadis itu sedang bersiap-siap untuk memasak makan malam.

Endria walau manja dan sedikit memiliki sifat pemalas, tetapi gadis itu sangat suka dan handal memasak. Hanya saja ia malas kalau sudah seharian di luar, setelah dihitung-hitung Endria hanya bisa memasak tiga kali dalam seminggu.

Kenapa Endria tiba-tiba ingin memasak padahal gadis itu seharian ini sudah menghabiskan waktu berjam-jam di mall? Ya, jawabannya ialah apalagi kalau bukan ingin membuat sang calon kakak ipar terkesan, langkah ini juga untuk sebagai permintaan maaf tentunya.

Bi Erni menampilkan kedua jempolnya. "Sudah siap dong, Non!"

"Wow, okey, bagus!" Endria membalasnya tak kalah semangat.

Sebelum memulai memasak, gadis itu siap-siap untuk mengikat rambutnya menjadi cepolan tak beraturan, lalu memakai celemek.

Untuk hari ini, gadis itu ingin membuat masakan rumahan. Seperti, udang asam manis, ikan gurame goreng marinasi, serta ayam goreng sambel pete, dan sebagai pelengkap ia juga membuat sayur lodeh serta bakwan jagung.

Sungguh lengkap dan menggugah selera.

Tentu saja Endria tak sendirian untuk membuat semua itu, takutnya tak cukup waktu dan Geswa keburu pulang dari sini.

Satu setengah jam pun berlalu, semuanya sudah matang, tinggal disajikan di meja makan. Endria meminta tolong pada bi Erni serta pembantu lainnya untuk menyajikannya sementara gadis itu tengah melepas celemek lalu berjalan keluar menuju ruang kerja ayahnya.

Endria ingin mengetuk pintu, tapi tak jadi karena pintu di depannya sudah terlebih dahulu terbuka yang menampilkan ayahnya dengan raut wajah lelah.

"Sudah selesai?" tanya Endria pelan.

"Kenapa?" tanya Dewangga, di belakangnya ada Geswa dan Louis yang ingin keluar.

Endria menarik tangan ayahnya menjauh. "Aku udah masakin kalian makan malam. Ayah tolong ajakin kak Geswa sama temannya makan malam di sini aja."

Dewangga tersenyum, ia sangat memuji niat baik sang anak. "Kenapa nggak kamu aja yang ngajak mereka?" tanyanya.

"Ih, aku malu," rengek Endria, gadis itu sempat menutupi wajahnya.

"Nggak usah malu kamu, biasanya juga malu-maluin," canda Dewangga.

"Ayah, aku nggak gitu, ya!" teriak Endria membantah candaan ayahnya.

Sementara di belakang mereka, ada Geswa yang sejak tadi tak bergeming, pria itu terus menatap ke arah Endria. Dengan rambut yang dicepol ke atas, membuat leher jenjang nan putih gadis itu terekspos.

Karena kesal pada ayahnya, gadis itu segera berjalan menghampiri Geswa. "Kak Geswa sudah mau pulang?" tanya Endria tanpa rasa canggung sama sekali, ia berusaha mengakrabkan diri pada Geswa yang menurutnya aneh karena sedari tadi hanya diam saja.

Geswa hanya bisa mengangguk, dan tatapannya tak pernah teralihkan sedikitpun. Lalu tanpa aba-aba, tangannya lantas melepas cepolan rambut Endria, yang membuat rambut cokelat bergelombang gadis itu terurai cantik.

Endria tentu saja kaget, ia menaikkan satu alisnya.

"Kamu lebih cantik dengan rambut tergerai," ujar Geswa menjawab kebingungan Endria, dan pria itu segera menjadikannya gelang ikat rambut milik gadisnya.

Gadis pemilik mata bulat berwarna cokelat terang itu ternganga. Apakah ia tak salah dengar?

"Apa?" tanya Endria kebingungan, bahkan sang ayah yang berada di belakangnya ikut mengerutkan dahi.

"Kenapa?" tanya Geswa datar, tak mau melanjutkan untuk mempermasalahkan akibat perkataannya tadi.

"Katanya kamu mau ajak Nak Geswa buat makan malam di sini?" Dengan Dewa yang memegang pundak sang anak, Dewangga pun bertanya dan berhasil membuat suasana yang sempat ambigu berakhir.

Endria tersadar, ia beralih menyunggingkan senyumnya tanpa ingin mempermasalahkan perkataan Geswa tadi. "Eh iya, aku lupa." Endria menepuk pelan dahinya.

Tanpa sadar dan ini sudah kebiasaan, Endria memeluk lengan kekar milik Geswa. Gadis itu menggandeng tangannya tanpa tahu di sampingnya Geswa salah tingkah dan jantungnya berdebar-debar tak karuan.

"Aku udah masak tadi, dan semoga kak Geswa suka," kata Endria, tetapi tak ada respon dari Geswa, maka Endria menoleh ke samping dan baru sadar bukan lengan ayahnya yang ia peluk. Lantas Endria pun melepaskan genggamannya dari tangan Geswa, yang membuat pria itu merasa kecewa.

Huh! Malunya! batin Endria menggerutu, wajahnya memerah.

Menunduk. "Maaf Kak," cicitnya meminta maaf.

Geswa berdeham sekedar ingin mengendalikan perasaannya. "Iya," jawabnya dengan singkat padat dan tak jelas.

Kemudian mereka berempat pun sampai di ruang makan, bau harum yang berasal dari masakan Endria beserta asistennya menguar, seketika membuat perut mereka keroncongan.

Oiya, sebelumnya Endria sudah menghubungi Gatra untuk bergabung makan malam bersama mereka, Endria ingin cerita kalau Geswa ada di sini. Namun, nomor handphone pria itu malah tak aktif, entah kenapa akhir-akhir ini kekasihnya sangat sulit untuk dihubungi

"Mari, silakan duduk," kata Endria mempersilakan dengan gayanya sendiri. "Selamat makan, dan semoga kalian semua menyukai masakan kami," lanjutnya sambil mengambilkan makanan untuk sang ayah.

Geswa melihatnya. Ia sebenarnya juga ingin diambilkan, tetapi pria itu langsung tersadar bahwa dia belum menjadi siapa-siapa di sini.

Terlihat, Endria kembali mengambil piring kosong yang diletakkan di atas meja.

"Kak Geswa mau makan yang mana? Aku bisa ambilkan." Namun, pada dasarnya, sedari kecil tingkat kepekaan Endria memang tinggi. Dan ia menganggap kali ini tindakannya bukan apa-apa.

Namun, Geswa tak berpikir sama, pria itu menyalah artikannya. Dalam kepalanya, sudah menari-nari pandangan tentang indahnya rumah tangga yang akan ia bangun bersama Endria nanti.

Tanpa sadar, pria itu tersenyum yang disaksikan semua orang yang ada di sana.

"Kak?" panggil Endria yang berhasil menyadarkan lamunan indah dari Geswa.

Lagi-lagi Geswa berdeham, kemudian tatapannya yang tajam membidik ke arah Endria. "Itu saja," kata Geswa singkat sambil menunjuk pada sayur lodeh yang terhidang dengan mangkok besar di tengah-tengah meja.

"Ada lagi?" tanya Endria dengan sabar.

"Ayam," ujarnya datar.

Endria mengangguk mengerti, kemudian ia pun dengan senang hati mengambilkan makanan yang diinginkan Geswa. "Aku tambahin nasi, nggak papa, kan, Kak?" tanya Endria.

Geswa hanya mengangguk. Tak keberatan.

Sebenarnya, lidah Geswa tak terlalu cocok dengan masakan Indonesia, yang terlalu berbumbu. Namun, malam ini, saat merasakan masakan yang Geswa tahu dibuat oleh gadisnya, entah kenapa ia sangat menyukainya, menurutnya bumbu yang ada tidak terlalu berlebihan untuknya. Bahkan berkali-kali Geswa meminta nambah.

Membuat Endria merasa bangga.

Setelah lima puluh menit kemudian, mereka berempat sudah selesai makan bahkan saat ini mereka sudah berada di luar rumah.

"Ini buat Kak Geswa." Endria memberikan sebuah paper bag berwarna pink pada calon kakak iparnya. Karena tadi ia melihat Geswa sangat menyukai masakannya, maka gadis itu pun berinisiatif untuk memberikan Geswa kue kering cokelat berbagai bentuk hasil buatannya.

"Maaf soal yang tadi, Kak, dan hati-hati di jalan." Pipi Endria merona, gadis itu menunduk.

Dan untuk pertama kali, setelah pria itu bertandang ke rumah ini dan hanya menampilkan wajah datarnya, Geswa terkekeh tangan pria itu spontan mengusap-usap puncak kepala Endria.

Endria mendongak, lalu menatap tepat pada pupil Geswa yang berwarna abu.

Kali ini, jantung Geswa berdegup lebih cepat, bisa ditatap dan sedekat ini dengan gadisnya, membuatnya tak bisa berkata-kata, perasaan bahagia tentu saja meluap-luap dari dalam hatinya. Perasaan menyenangkan yang setelah sekian lama baru kembali ia rasakan.

"Terima kasih, ya," kata Geswa dengan senyumannya yang hangat, yang jarang pria itu pamerkan, senyum hangat yang Geswa berikan untuk Utami dan Endria saja.

Endria mengangguk, gadis itu tak membalas perkataan Geswa, tetapi sesaat kemudian ia melambaikan tangannya karena mobil yang dikendarai oleh sopir pria itu sudah pergi menjauh dari halaman rumah.

Endria tak menyadari bahwa sikapnya hari ini semakin membuat Geswa menginginkannya.

1
Kiyo Takamine and Zatch Bell
Bener-bener nggak bisa berhenti baca!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!