Bagaimana jadinya seorang anak pelakor harus tinggal bersama dengan ibu tiri yang merupakan istri pertama dari ayahnya.
Alma selalu mengalami perbuatan yang tidak mengenakkan baik dalam fisik maupun mental, sedari kecil anak itu hidup di bawah tekanan dari ibu tirinya.
Akan tetapi Alma yang sudah remaja mulai memahami perbuatan ibu tirinya itu, mungkin dengan cara ini dia bisa puas melampiaskan kekesalannya terhadap ibunya yang sudah meninggal sedari Alma berusia 4 tahu.
Akankah Alma bisa meluluhkan dan menyadarkan hati ibu tirinya itu??
temukan jawabannya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKIT 10
Selesai menikmati hidangannya, Alma pun berpamitan pulang karena memang dirinya tidak mau, berlama-lama di luar, takut pekerjaan rumahnya nanti menumpuk, dan setelah berpamitan, pemuda itu ingin sekali mengantar Alma pulang menggunakan motor gedenya.
"Kak, terima kasih ya untuk hari ini, jujur saja aku merasa senang bisa kenal sama Kak Shaka," ucap Alma.
"Jangan seperti itu, anggap saja ini traktiran untuk kamu yang sudah berjuang selama ini," sahut Shaka seolah merasakan apa yang di rasa oleh teman sebayanya itu.
"Tapi tetap saja, aku harus berterima kasih, karena Kak Shaka aku bisa mencicipi lezatnya makanan ini," ungkap Alma.
"Gak apa-apa kalau mau, setiap hari juga boleh, aku akan ajak kamu setiap hari makan di sini," sahut Shaka.
"Janganlah, aku tidak mau mencari kesempatan, lewat cerita sedihku ini, ya sudah kalau begitu aku ijin pulang ya Kak," ijin Alma.
"Baiklah aku antar boleh?" tanya Shaka.
Saat ini Alma hanya terdiam entah kenapa rasanya dia begitu canggung karena tidak pernah ada teman yang baik dan mengantarnya pulang seperti ini, rasanya dia begitu sulit untuk menerimanya.
"Maaf, ya kak bukannya gak mau, tapi aku gak enak sama Kak Shaka," ujar Alma.
"Sudah jangan sungkan seperti itu, sekarang kita kan berteman," ucap Shaka yang membuat Alma menyunggingkan senyuman, selama hidup gadis itu tidak pernah berteman dengan siapapun.
"Apa Kak! Kakak beneran mau berteman denganku?" tanya Alma dengan wajah yang berbinar.
"Iya beneran? Ya sudah kalau begitu kita abadikan ya, hari pertemanan kita," ujar Shaka yang membuat Alma semakin bahagia dibuatnya.
Beberapa jepretan sudah berhasil mereka abadikan, Alma tidak pernah menyangka ternyata di belahan bumi ini masih ada orang yang mau berteman dengan dia.
Shaka mulai mengajak Alma untuk keluar dari rumah makan ini, mereka berdua mulai menyusuri jalanan untuk mengambil kembali motor Shaka yang masih terparkir di sekitar taman kota.
"Al, ayo naik," ujar Shaka sambil meraih tangan Alma.
"Makasih Kak," sahut Alma lalu mulai menaiki motor tersebut.
Motor pun mulai melaju, saat ini sengaja Shaka melajukan motornya dengan pelan, hal itu bertujuan agar dia bisa berlama-lama diatas motor bersama dengan gadis yang menurutnya sangat berbeda dengan gadis lainnya.
"Al, rumahmu di sebelah mana?" tanya Shaka.
"Di sebelah kiri jalan lurus saja nanti sampai kok," sahut Alma.
"Al, semoga besok kita bisa seperti ini lagi ya," ujar Shaka.
"Mudah-mudahan ya Kak," sahut Alma yang merasa senang bisa berteman baik dengan teman cowoknya ini.
Motor pun masih terus melaju, hingga pada akhirnya Shaka berhenti di depan pagar rumah Alma.
"Rumahmu, kok rame banget banyak, mobil-mobil," ucap Shaka.
"Aku juga gak tahu, paling teman kakakku," sahut Alma sambil turun dari motor Shaka.
"Oh ya ngomong-ngomong kau ada nomer handphone?" tanya Shaka.
"Heeeeemb ... Gak ada," sahut Alma.
"Gak ada, ya sudah kau masuk aja dulu," perintah Shaka sambil menatap wajah teduh Alma.
"Kak Shaka gak pulang?" tanya Alma.
"Pulang, tapi aku harus memastikan kau masuk sampai ke dalam," ujar Shaka yang benar-benar membuat hati Alma berbunga-bunga.
"Makasih banyak ya Kak," ucap Alma dengan senyum yang terukir indah.
"Sama-sama."
Saat ini Shaka hanya bisa melihat punggung Alma dari kejauhan, entah kenapa perasaan Shaka begitu senang melihat senyum Alma yang terlihat begitu menawan.
"Kau berhak bahagia Al," ucap Shaka lalu mulai menaiki motornya.
******
Saat ini langkah kaki Alma mulai berjalan menuju ke dalam rumahnya, dan ketika berada di ambang pintu Alma begitu terkejut, melihat dan mendengar sendiri ibunya sedang menangis, entah apa yang saat ini dialami oleh Dian sehingga membuat wanita paruh baya itu menangis dan memohon kepada pria yang notabennya lebih muda.
"Tuan, maafkan anak kami, dia tidak bersalah dan dia sudah di jebak dengan temannya," mohon Dian yang memang sudah tahu kejadian ini satu hari yang lalu.
"Aku tidak mau tahu, yang jelas aku tidak suka kalau kepercayaanku di rusak begitu saja!" cetus pria itu dengan nada tingginya.
Sedangkan diambang pintu sana Alma hanya melihat dan menyaksikan sendiri kemarahan pria itu, dalam hati dia hanya bisa menerka, kalau pria itu merupakan penagih hutang yang kemarin mendatangi rumahnya.
'Astaga! Bukannya itu orang ....' gumamnya dalam hati.
Saat ini Dian hanya bisa pasrah dan tidak tahu lagi harus meminta tolong kepada siapa? Sedangkan sang suami sudah dia paksa kerja rodi di luar kota sana sampai-sampai jarang pulang, sedangkan sang anak masih dia sembunyikan keberadaannya di rumah orang tuanya.
"Tuan, aku sudah ikhlas jika memang Tuan mau ambil rumah ini, bukannya rumah kami cukup besar dan jumlah hutang anak kami mungkin melebihi harga rumah ini, jadi aku mohon jika memang Tuan ingin ambil saja rumah ini," ujar Dian sambil memohon.
"Heeeemb, sayangnya aku tidak menginginkan rumah ini, aku hanya menginginkan anak perempuan mu," sahut Ameer.
"Anak perempuanku?" tanya Dian heran.
"Iya anak perempuanmu," sahut Ameer dengan seringai di wajahnya.
"Aku tidak punya anak perempuan Tuan," ucap Dian yang tidak ingin anak perempuannya ikut dengan pria kejam dihadapannya itu.
"Kau jangan bohong, apa kau ingin kasus ini aku bawa ke polisi, ingat ya Dua M itu banyak jadi kau jangan macam-macam," tekan Ameer.
Dian pun merasa frustrasi, dia benar-benar tidak rela merelakan anak perempuannya untuk pria yang saat ini tengah menatap bengis ke arahnya itu, dan tanpa di sadari Serli tiba-tiba lewat dihadapan ruang tamu.
"Ma, kok banyak orang sih," ucap Serli yang membuat hati Dian berdesir ketakutan.
"Masuk Serli!" perintah Dian dengan nada tingginya.
Sedangkan Serli hanya bingung kenapa ibunya itu terlihat seperti orang kesetanan seperti itu.
"Emangnya kenapa Ma?" tanya Serli.
"Masuk! Siapa yang mengijinkan kamu untuk keluar," ucap Dian yang membuat Serli sedikit ketakutan.
"Iya Ma," sahut Serli lalu mulai masuk ke dalam kamarnya.
Sedangkan saat ini Ameer hanya menatap wajah wanita paruh baya itu dengan tatapan liciknya, pria ini tidak pernah menduga kalau wanita di hadapannya ini sama liciknya dengan anaknya yang sudah membawa uangnya.
"Ternyata anda dan anak Anda sama-sama pembohongnya ya! Barusan anda bilang tidak mempunyai anak perempuan, tapi kenapa gadis tadi memanggil anda dengan sebutan Mama," desis Ameer tepat di telinga Dian.
"Maaf, Tuan ... Tolong jangan ambil anak Perempuanku dia begitu berarti dalam hidupku," mohon Dian yang dapat di dengar oleh Alma yang masih bersembunyi di pinggiran pintu sana.
"Aku tidak peduli yang jelas aku menginginkan perempuan yang ada di rumah ini!" tekan Ameer.
"Jangan Tuan dia begitu berarti," sahut Dian sambil menggelengkan kepalanya.
"Anda jangan geer dulu Nyonya, aku memang menginginkan gadis perempuan tapi bukan gadis yang barusan, gadis yang ku inginkan adalah gadis yang kemarin aku temui sedang menenteng tas keranjangnya!" cetus Ameer yang membuat hati seorang gadis di pinggiran pintu sana terkejut.
Bersambung ....
kalau sampai kecolongan ya ttnda global 😂😂😂😂 ya kan thor
ibu ga da otak,, segampang itu ninggalin anaknya segampang itu minta peluk
keren Alma good girl,,smart juga tuan Ammer
itu ibu turu perlu di kasih pelajaran yg sadis bisa Thor,,ku rasa ga yah is ok yg lain aja yg bikin dia sengsara