NovelToon NovelToon
Kembalinya Sang Pendekar

Kembalinya Sang Pendekar

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Kelahiran kembali menjadi kuat / Pusaka Ajaib
Popularitas:128.1k
Nilai: 4.7
Nama Author: biru merah

Seorang pendekar tua membawa salah satu dari Lima Harta Suci sebuah benda yang kekuatannya bisa mengubah langit dan bumi.

Dikejar oleh puluhan pendekar dari sekte-sekte sesat yang mengincar harta itu, ia memilih bertarung demi mencegah benda suci itu jatuh ke tangan yang salah.

Pertarungan berlangsung tiga hari tiga malam. Darah tumpah, nyawa melayang, dan pada akhirnya sang pendekar pun gugur.

Namun saat dunia mengira kisahnya telah berakhir, seberkas cahaya emas, menembus tubuhnya yang tak bernyawa dan membawanya kembali ke masa lalu ke tubuhnya yang masih muda.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon biru merah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 10. Penyerangan Di Desa

Tanpa diduga, cincin di tangannya tiba-tiba bergetar dan menarik tubuhnya ke arah salah satu batu yang dipajang. Batu itu tampak biasa saja, sedikit kusam dan tidak menarik perhatian siapa pun. Namun, getaran cincin semakin kuat, seolah memaksanya untuk mendekat.

"Kenapa cincin ini menarikku ke arah batu itu?" gumam Lin Yan dalam hati, matanya menyipit penuh kecurigaan.

Ia menatap batu tersebut dengan penuh rasa ingin tahu. Nalurinya sebagai pendekar yang pernah hidup dua kali menjerit bahwa benda ini bukan batu biasa.

“Harga pembuka untuk batu ini adalah 650 koin emas!” seru wanita pemandu lelang dengan semangat, meski terlihat tidak berharap banyak.

Seperti yang diduganya, tidak ada satu pun orang yang menawar.

“Hahh…” wanita itu menghela napas pelan, nyaris tak terdengar. “Sepertinya tidak ada yang berminat…”

"Wajar saja," batinnya, "batu tanpa aura, tidak bisa diidentifikasi, siapa yang mau membuang uang sebanyak itu?"

Namun justru saat semua terdiam, suara Lin Yan terdengar lantang:

“650 koin emas!”

Seluruh ruangan hening seketika. Beberapa orang di ruangan VIP mendengus tak percaya.

“Dia pasti orang bodoh. Batu itu bahkan tidak bisa dikenali oleh Asosiasi Pelelangan Kerajaan We.”

“Benar. Kalau sudah tidak bisa diidentifikasi oleh asosiasi ternama, berarti itu hanya batu biasa!”

Tok. Tok. Tok.

“Terjual!”

Wanita pemandu lelang itu mengetukkan palu dengan sedikit heran dalam suaranya.

“Baik, acara pelelangan telah resmi selesai. Silakan para pembeli mengambil barang mereka di ruang pengambilan,” ujarnya.

Satu per satu para tamu meninggalkan ruangan. Lin Yan berjalan santai menuju ruang pengambilan barang bersama Guru Bai yang sejak tadi hanya diam namun wajahnya menyimpan tanya.

Di tengah perjalanan, Guru Bai akhirnya bertanya, “Yan’er, mengapa kau membeli batu itu? Bahkan Asosiasi Pelelangan tidak tahu kegunaannya.”

Lin Yan tersenyum samar. “Aku merasa seperti ditarik oleh batu itu, Guru. Auranya… aneh, dan cincin ini bereaksi,” jawabnya setengah berbohong.

Guru Bai mengerutkan kening. “Apa kau punya uang sebanyak itu?”

Lin Yan mengangkat tangannya, memperlihatkan cincin di jari. “Tenang saja, Guru.”

Dengan gerakan ringan, ia mengeluarkan satu koin emas dari cincin itu. Mata Guru Bai membelalak.

“Cincin penyimpanan?!”

Ia mendekat dan memeriksa lebih saksama, masih sulit percaya.

“Aku kira itu hanya cincin biasa. Tidak terasa aura sedikit pun,” gumamnya dalam hati.

“Yan’er, kapan kau mendapatkannya?”

“Secara tak sengaja, saat menyelam di bawah air terjun.”

Guru Bai mengangguk perlahan, seolah mencerna semua informasi itu.

“Lalu… apakah kau menjual cincin itu untuk membeli batu tersebut?”

Lin Yan menggeleng. “Cincinnya sudah berisi koin emas sejak awal aku menemukannya.”

Guru Bai tak lagi bertanya. Mereka segera sampai di ruang pengambilan barang. Seorang pelayan memberikan batu itu dengan sopan.

“Inilah barang Anda, Tuan.”

Lin Yan memberikan koin emas yang sudah ia siapkan di luar ruangan agar tidak menarik perhatian. Setelah itu, mereka segera meninggalkan tempat pelelangan.

Dari kejauhan, wanita pemandu lelang memperhatikan mereka keluar dengan mata yang penuh tanda tanya.

“Anak yang menarik…” bisiknya pelan.

“Guru, apakah kita akan langsung melanjutkan perjalanan ke Sekte?” tanya Lin Yan.

“Ya, tidak ada urusan lagi di kota ini. Kita lanjutkan perjalanan.”

Hari mulai beranjak malam saat mereka masih belum tiba di Sekte Pedang Suci. Guru Bai memutuskan untuk bermalam di hutan terdekat.

“Tidurlah, biar aku berjaga malam ini,” ucap Guru Bai.

Lin Yan menurut. Ia memejamkan mata, namun saat malam sudah larut, hidungnya mencium bau asap. Ia membuka mata dan melihat asap tebal membumbung dari kejauhan.

“Guru?”

Ia mencari ke sekeliling. Namun Guru Bai tak terlihat di mana pun. Tanpa pikir panjang, Lin Yan melompat dan berlari ke arah asap tersebut. Beberapa saat kemudian, ia tiba di sebuah desa yang sedang diserang oleh orang-orang berpakaian serba hitam.

Di tengah kekacauan, ia melihat seorang anak kecil terpojok dan hendak dibunuh oleh salah satu penyerang.

Tanpa ragu, Lin Yan menghunus pedangnya dan menerjang ke arah penyerang itu. Pria berbaju hitam itu sempat merespons, menahan serangan Lin Yan dengan pedangnya, dan pertarungan langsung pecah.

Serangan Lin Yan begitu cepat dan bertubi-tubi. Pria itu hanya bisa bertahan, tapi akhirnya, salah satu tebasan Lin Yan berhasil menebas lengannya.

“AARGHH!” teriak pria itu.

Namun belum sempat Lin Yan menarik napas, lebih banyak orang berbaju hitam berdatangan.

“Apa yang terjadi di sini?” tanya salah satu dari mereka.

“Dia dikalahkan oleh seorang bocah?”

“Jangan remehkan dia! Anak ini kuat!” bentak pria yang kehilangan lengannya.

“Hah, alasan orang lemah,” ejek temannya.

Salah satu dari mereka langsung maju dan menyerang Lin Yan. Kali ini, Lin Yan tidak menahan diri.

“Kitab Pedang Langit—Tarian Pedang Langit!”

Tubuhnya melesat cepat seperti kilatan cahaya. Tebasan pedangnya ringan namun mematikan. Lawan itu mencoba bertahan, tapi gagal.

BRUK!

Kepala pria itu terpenggal. Tubuhnya jatuh ke tanah, tak bergerak.

Sisa orang-orang berbaju hitam itu menatap Lin Yan dengan penuh kewaspadaan. Mereka tak lagi meremehkan.

“Sudah kubilang jangan meremehkannya!” teriak pria yang kehilangan tangan.

Lin Yan kini dikepung. Serangan demi serangan dilancarkan ke arahnya. Ia menghindar, melompat ke belakang dan menarik napas dalam-dalam.

“Teknik Pedang Air!”

Tubuhnya bergerak lentur seperti air yang mengalir. Ia menghindari serangan-serangan itu dengan mudah, lalu membalas dengan tebasan yang presisi.

Satu per satu lawannya tumbang. Beberapa mencoba melarikan diri, namun Lin Yan tidak memberi mereka kesempatan.

Sebelum semua selesai, seorang anak kecil yang diselamatkannya tadi menghampiri Guru Bai yang baru datang.

“Paman pendekar! Kakak itu dikepung orang jahat!”

Mendengar itu, Guru Bai segera melesat ke medan pertempuran. Namun saat ia tiba, semua penyerang telah terkapar, dan Lin Yan berdiri tenang di tengah genangan darah.

“Yan’er! Apa kau baik-baik saja?” tanya Guru Bai cemas.

“Tidak apa-apa, Guru,” jawab Lin Yan dengan tenang.

Guru Bai menatap tubuh-tubuh berserakan itu. Para penyerang memang hanya pendekar tingkat rendah, namun membunuh sebanyak ini dalam kondisi dikepung bukan perkara mudah. Yang membuat Guru Bai lebih terkejut adalah ekspresi Lin Yan—dingin, tanpa ampun, seolah pembunuhan sudah biasa baginya.

Namun ia menahan diri untuk tidak bertanya.

“Terima kasih, Pendekar, karena telah menyelamatkan kami!” ucap seseorang dari belakang.

Seorang pria paruh baya dengan pakaian sederhana membungkuk hormat. “Aku kepala desa ini. Kami benar-benar berterima kasih.”

Karena api masih berkobar di sudut desa, Lin Yan dan Guru Bai segera ikut membantu memadamkannya. Butuh waktu hingga pagi hari sebelum semuanya benar-benar padam.

Saat fajar menyingsing, Lin Yan dan Guru Bai bersiap melanjutkan perjalanan.

“Kami benar-benar minta maaf karena tidak bisa memberikan apa pun sebagai ucapan terima kasih,” ucap kepala desa.

Lin Yan hanya tersenyum dan menangkupkan tangan. “Tidak perlu. Sudah menjadi kewajiban kami.”

Guru Bai mengangguk, dan mereka pun kembali berjalan. Sekte Pedang Suci kini sudah tidak terlalu jauh.

1
Pixel 3
lah kan sdh tau klo terbuka 2 THN lg apakah dia tdk tau dimana lokasinya, ngapain pakai beli peta sobek jg
Paddle Pops
/Hey/
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Lin Yang cepat keluar
G Wu
Lin yan masih hidup , kata2 itu terus di ulang ulang !

Dan masih banyak kata yg di ulang.
G Wu
Sudah beberapa bab cerita nya hanya di seputar elang neraka ! ?

kayaknya sudah kehabisan ide uthor !
Nanik S
jaga kesehatan agar tetap Up
Nanik S
Lanjutkan Tor 🙏
Nanik S
Kalau masih di kawasan gunung masa Lin Yang tak mendengar keributan
Paddle Pops
/Sleep/
Paddle Pops
/Hey/
Kismin Akut
MC kejam tapi masih lemah,bukannya meningkatkan kekuatan malah berpetualang mengejar harta Karun,yang belum tentu di dapat🤔
Nanik S
Emang Neraka yang ganas
Nanik S
Lanjutkan Tor 💪💪💪
Kismin Akut
sudah ada di pendekar bumi ko tingkatan tenaga dalamnya sedikit🤔
Nanik S
Gaaaas Pooool
Nanik S
Apakah Lin Yang bisa keluar dari dalam jurang
Nanik S
Air Panas... siapa tau bisa menyembuhkan luka
Nanik S
Apa Lin Yang akan selamat
Nanik S
Apakah Mata Naga
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!