Tak pernah terpikirkan bagi Owen jika dirinya akan menikah dengan selebgram bar-bar semacam Tessa. Bahkan di sini dialah yang memaksa Tessa agar mau menikahinya. Semua ia lakukan hanya agar Tessa membatalkan niatnya untuk menggugurkan kandungannya.
Setelah keduanya menikah, Tessa akhirnya melahirkan seorang putri yang mereka beri nama Ayasya. Kehadiran Ayasya, perlahan-lahan menghilangkan percekcokan yang awalnya sering terjadi di antara Tessa dan Owen. Kemudian menumbuhkan benih-benih cinta di antara keduanya.
Empat tahun telah berlalu, satu rahasia besar akhirnya terungkap. Seorang pria tiba-tiba datang dan mengaku sebagai ayah biologis Ayasya.
Bagaimana kelanjutan rumah tangga Owen dan Tessa?
Apakah Ayasya akan lebih memilih pria yang mengaku sebagai ayah biologisnya dibanding Owen, ayah yang merawatnya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShasaVinta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Nasihat Sahabat
Bodoh! Kapan kau akan menghilangkan sikap cerobohmu?! Dalam hati Tessa sedang menyalahkan dirinya sendiri.
Makanan cepat saji yang telah ia siapkan tak disentuh sama sekali oleh suaminya. “Owen pasti sangat marah padaku,” gumamnya.
Dengan langkah ragu-ragu, Tessa mengikuti langkah Owen ke kamar mereka. Pintu yang terbuka lebar memungkinkan dirinya melihat pemandangan yang menghangatkan hatinya seketika.
Dilihatnya Owen yang sedang berbaring terlentang di ranjang, sedangkan Aya duduk di atas perut sang ayah dan terus tergelak. “Anak ayah jalan-jalan ke mall tapi nggak ngajakin ayah,” ucap Owen disambut tawa Ayasya.
Pemandangan seperti ini yang setiap hari membuat Tessa bahagia. Tessa menyadari jika selama ini, yang membuatnya bertahan dari semua beban dan kesulitan yang ia alami adalah tawa putri kecilnya. Dan alasan putrinya bisa tertawa bahagia itu adalah kehadiran Owen, ayahnya.
Tessa mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar. Tak kuasa untuk menatap Owen. Ia malu, karena sikap ceroboh dan kekanak-kanakannya telah kembali melukai harga diri Owen sebagai seorang pria.
Hingga malam tiba, ketika tiba saatnya untuk Ayasya berganti pakaian, barulah Tessa menyusul masuk ke dalam kamar. “Loh Aya, bajunya sudah ganti?” tanya Tessa pada putrinya yang asyik bermaik dengan boneka berbentuk kucing kesayangannya.
Saat melihat sosok sang bunda, Ayasya begitu girang. “A-yah … yah … yah,” celotehnya seraya menunjuk ke arah walkin closet. Tessa yang memahami maksud putrinya ikut menoleh ke arah yang ditunjukkan Ayasya, bersamaan dengan Owen yang keluar dari sana.
“Oh … jadi ayah yang menggantikan baju Aya, ya?” Tessa kembali bertanya pada putrinya yang dijawab dengan senyuman dari balita menggemaskan itu.
Suasana malam itu tak sehangat biasanya. Owen tetap bungkam dan terus saja menghindar agar tak betatapan dengan Tessa.
“Aya, sudah bilang terima kasih ke ayah ‘kan?” Tessa memindahkan Ayasya ke atas pangkuannya.
“Terima kasih ya, Ayah,” ucap Tessa dengan menirukan gaya bicara anak kecil seraya mengangkat kedua tangan Ayasya.
Owen tentu saja tak bisa mengabaikan putrinya yang selalu saja mampu mencuri perhatiannya. Ia hampiri putrinya, lalu ia kecup kening putrinya. “Selamat tidur, kesayangan ayah,” ucap Owen tanpa melirik sama sekali pada Tessa.
Bahkan hingga malam semakin larut, Owen yang biasanya tidur seraya memeluk Ayasya, malam ini memilih tidur memunggungi putrinya. Semua itu ia lakukan untuk menghindari Tessa. Kali kedua istrinya itu melakukan kesalahan yang sama, Owen pikir harus memberikan Tessa waktu untuk memahami di mana letak kesalahannya.
...…...
Tiga hari berlalu, Owen masih bertahan dengan sikap dinginnya. Tessa mulai merasa tak nyaman sebab, Owen hanya mendiamkan dirinya saja.
Seperti sore ini, Owen pulang bekerja lebih cepat dari biasanya. Owen pun akhirnya ikut bergabung bersama Tessa dan Ayasya, yang sedang menikmati piknik sederhana di taman yang berada di halaman rumahnya.
Tessa sudah mengumpulkan semua keberaniannya, mengesampingkan egonya, dan mengusir jauh gengsinya, hanya untuk memulai pembicaraan dengan suaminya yang sedang merajuk. “Bang, kok tumben hari ini pulangnya cepat,” ucap Tessa.
Owen tak menghiraukan ucapan Tessa, ia masih saja sibuk membantu Ayasya memasang puzzle bergambar seorang putri dari dongeng kesukaan Aya. “Bang! Aku nanya loh … kok nggak dijawab sih.”
“Pekerjaanku di rumah sakit sudah selesai. Jika kamu tak suka aku pulang lebih awal, besok-besok aku akan menunggu di rumah sakit hingga jam pulang tiba,” balas Owen dengan nada datar.
“Astaga, Bang … aku kan hanya bertanya.” Tessa membela diri, namun Owen seakan tak peduli dan sudah kembali ceria bermain bersama putrinya. Tessa yang merasa kehadirannya di sana tak dianggap, akhirnya masuk ke dalam rumah lebih dulu.
Dari sudut matanya, Owen bisa melihat Tessa yang beranjak pergi. Hatinya mengiba saat ia bisa melihat netra istrinya itu berkaca-kaca. “Huh … apa sudah cukup aku menghukumnya?” gumam Owen.
“Aya, menurutmu apa sudah cukup hukuman untuk Bunda?” tanya Owen pada putrinya.
“Bun-da,” Ayasya yang baru dalam tahap belajar berbicara hanya menjawab satu kata itu.
“Makin pinter anak Ayah, ayo … sekarang panggil Ayah!”
“A-yah,” ucap Ayasya kemudian menuruti ucapan ayahnya.
“A-yah O-wen gan-teng,” ucap Owen perlahan agar putrinya mudah mengikutinya.
“A-yah O-en an-teng!” seru Ayasya yang disambut tepuk tangan oleh Owen.
Sepasang ayah dan anak itu tertawa dengan riang. Tak pernah ada di dalam benak Owen, jika memilik Ayasya akan mengubah hidupnya seperti ini. Kehadiran Ayasya bagai penerang saat hidupnya mulai gelap. Owen tak butuh apa pun lagi, ia sudah memiliki tempatnya pulang dalam keadaaan apa pun, yaitu rumahnya, keluarga kecilnya.
...…...
Dari dalam rumah, Tessa ikut tersenyum melihat kegembiraan Owen dan Ayasya. “Kapan aku bisa menghilangkan sifat cerobohku?” gumamnya.
Rumah tangganya memang bukanlah rumah tangga yang seperti pada umumnya, di mana suami dan istrinya saling mencintai. Rumah tangga Tessa dan Owen, dimulai karena keterpaksaan dan rasa iba. Fakta itu membuat Tessa terkadang merasa takut terlena dengan semua kebahagiaan yang ia rasakan kini.
Saat sedang menerawang mengenai masa depan rumah tangganya, pikirannya membawanya pada Sea dan Noah, sahabatnya. Tessa ingat, awalnya rumah tangga keduanya juga tak jauh berbeda dengan dirinya dan Owen. Menimbang cukup lama, akhirnya Tessa memutuskan untuk menghubungi Sea.
Tuut … tuut … tuut …. Tiga kali mendengar bunyi nada tunggu sebelum akhirnya suara Sea menyambutnya.
“Halo, Tessa!” pekik Sea dari seberang telepon.
“Sea,” jawab Tessa dengan suara lesu dan tak bertenaga. Sea yang berada jauh dari sahabatnya itu, seketika merasa khawatir mendengar suara Tessa yang tak ceria seperti biasa.
Ada apa dengannya? Jangan-jangan … apa ibu mertuanya bersikap buruk lagi padanya? Batin Sea mencoba menerka-nerka. Ibu muda itu kembali teringat kejadian setahun yang lalu, saat tanpa sengaja ia melihat Ibu mertua Tessa yang bersikap sangat buruk pada sahabatnya.
“Tes, lu baik-baik saja, kan?” tanya Sea.
Tessa yang bisa merasakan kekhawatiran sahabatnya itu entah mengapa membuatnya semakin bersedih. Tanpa ia sadari dirinya mulai terisak. Dia merindukan kebersamaan bersama sahabat-sahabatnya.
“Tes … kok lu nangis. Ada apa, Tes? Ayo, ngomong ke gue!” cecar Sea.
“Siapa yang sudah jahatin, lu? Ayo cerita ke gue, Tes!” Imbuh Sea.
Tessa semakin terisak. “Nggak ada yang jahatin gue, malah di sini gue yang bersalah,” akunya.
“Hah? Coba lu tenangin diri dulu, setelah itu ayo mulai cerita.”
Tessa mengikuti semua arahan Sea. Ia tarik napas dalam-dalam, lalu perlahan mengembuskannya. Setelah dirasa dirinya lebih tenang, ia mulai bercerita.
Tidak sesuai dugaannya, Sea malah tertawa dibuatnya. “Tes, ternyata lu masih sahabat gue yang dulu,” ucap Sea.
“Bukannya gue ingin menggurui, namun sebagai seseorang yang lebih dulu berumah tangga, gue akan bicara sesuai dengan pengalaman pribadi gue.”
“Setelah menikah, ada hal-hal yang harus coba kita runtuhkan, Tes. Yang paling utama dan paling sulit itu adalah ego. Caranya … cukup sadari, bilang ke diri lu, bilang ke hati lu, kalau sekarang bukan lagi soal diri lu sendiri, tapi ada suami dan anak lu. Lu harus terbuka, begitupun sebaliknya,” ujar Sea.
“Tak masalah untuk yang menjadi pertama minta maaf ketika lu merasa lu salah,” lanjutnya.
“Sudah gue coba Sea untuk mulai pembicaraan dengan Bang Owen. Tapi, dia terus mengabaikan gue,” keluh Tessa.
Sea kembali tertawa di saat Tessa semakin bingung. “Minta maaflah dengan cara lain, Tes.”
“Dalam rumah tangga, ada banyak cara untuk berkomunikasi. Tak hanya selalu dengan bicara, ada banyak cara untuk menyampaikan maaf, sayang, juga cinta pada pasangan,” ucap Sea.
“Caranya?” Tessa mengusap sisa-sisa air mata di sudut mata dan pipinya.
“Jangan khawatir, aku memiliki banyak cara yang sudah kubuktikan sendiri keberhasilannya,” jawab Sea.
“Dengarkan aku baik-baik!”
...————————...
nawra wanita licik, ben..
wah alfio serius kamu suka ama qanita aunty dari putri mu, takdir cinta seseorang ga ada yang tau sih ya.
kak shasa setelah ini kasih bonchap kak pengen tau momen tessa melahirkan anak kedua nya, pengen tau raut bahagia dari owen, aya dan semua menyambut kelahiran adik nya aya...