NovelToon NovelToon
Reany

Reany

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Aerishh Taher

Selama tujuh tahun, Reani mencintai Juna dalam diam...meski mereka sebenarnya sudah menikah.


Hubungan mereka disembunyikan rapi, seolah keberadaannya harus menjadi rahasia memalukan di mata dunia Juna.

Namun malam itu, di pesta ulang tahun Juna yang megah, Reani menyaksikan sesuatu yang mematahkan seluruh harapannya. Di panggung utama, di bawah cahaya gemerlap dan sorak tamu undangan, Juna berdiri dengan senyum yang paling tulus....untuk wanita lain.

Renata...
Cinta pertamanya juna
Dan di hadapan semua orang, Juna memperlakukan Renata seolah dialah satu-satunya yang layak berdiri di sampingnya.

Reani hanya bisa berdiri di antara keramaian, menyembunyikan air mata di balik senyum yang hancur.


Saat lampu pesta berkelip, ia membuat keputusan paling berani dalam hidupnya.

memutuskan tidak mencintai Juna lagi dan pergi.

Tapi siapa sangka, kepergiannya justru menjadi awal dari penyesalan panjang Juna... Bagaimana kelanjutan kisahnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aerishh Taher, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9 : Berduka

Ruang makan utama keluarga Wijaya seperti aula kecil—langit-langit tinggi, chandelier berekor panjang, dan meja makan dari kayu mahoni yang mengilap seperti permukaan danau. Aroma sup bening dan roti panggang memenuhi ruangan, namun tak satu pun terdengar suara selain denting sendok yang sesekali menyentuh piring.

Reani duduk di sisi kanan mama, menunduk menatap mangkuk supnya, mencoba memusatkan pikiran pada sesuatu yang sederhana—seperti panasnya kuah, atau uap yang naik pelan. Apa saja, asalkan bukan kalimat “tujuh tahun” yang masih menggema di telinganya.

Papa makan dengan tenang seperti seorang raja.

Paman Aryan sibuk memotong roti dengan hati-hati, seolah takut roti itu tersinggung. Aunty Cassy makan perlahan, namun matanya tidak berhenti mengawasi siapa pun yang bergerak.

Lalu, dari ujung meja, suara khas itu muncul.

“Ugh… Tante Sisi cerewet banget,” gumam Doroti, cukup keras untuk didengar satu meja.

Sendok mama Sisilia berhenti di udara.

Reani hampir tersedak. Paman Aryan terbatuk pelan, entah menahan tawa atau meringankan situasi. Papa hanya menutup mata sebentar, pasrah.

“Doroti…” suara mama Reani lembut, tapi dingin seperti permukaan kaca. “Kalau kamu tidak suka suara tante, kamu boleh makan di luar.”

Doroti mendengus, lalu menggigit roti seakan roti itu yang bersalah.

Cassy menepuk tangan anak gadisnya pelan, memberi isyarat untuk diam.

Reani menghela napas. Akhirnya Reani kembali merasakan suasana makan bersama keluarga yang terasa lebih aman dibanding rumah yang ia tinggalkan kemarin.

Sementara di kota kecil yang berjarak ratusan kilometer dari kemewahan mansion Wijaya, hujan tipis turun membasahi jalanan sempit.

Juna berdiri di depan pintu ruang perawatan, wajahnya pucat. Kemejanya berkerut, jelas ia belum tidur sejak kemarin. Di sampingnya, Renata memegang tas kecil, menatap papan nama di pintu itu dengan bibir bergetar.

Ruang 305.

Sunarto — Ayah Juna.

Juna menarik napas panjang, membuka pintu pelan. Aroma obat langsung menyergap. Mesin monitor berdetak teratur, tapi lemah.

Di ranjang, ayahnya terbaring dengan selang oksigen. Wajahnya tampak jauh lebih tua dari terakhir kali Juna melihatnya.

Renata menutup mulutnya, menahan isak.

Juna mendekat, suaranya pecah.

“Ayah…”

Kelopak mata Sunarto bergerak, perlahan terbuka. Tubuh ringkih itu mencoba tersenyum, tapi yang muncul hanya raut lelah.

“Juna…” suaranya serak seperti guratan pasir. “Ayah lihat kalian di… video itu…”

Juna menegang. Renata memalingkan wajahnya, rasa bersalah menampar lebih keras dari siapa pun.

Sunarto melanjutkan, napasnya pendek-pendek.

“Papa kira… kamu sudah move on… sudah bahagia bersama Reani… Ternyata… yang ayah lihat cuma… omong kosong… kamu kembali pada Renata yang sudah meninggalkan mu tujuh tahun lalu.”

Juna menutup wajahnya.

Bagaimana ia harus menjelaskan bahwa video itu ulah Reani yang bahkan dia tak sadar

“Pa, bukan begitu… Pa salah paham. Renata cuma—”

Sunarto mengangkat tangan lemah, menghentikannya.

“Papa cuma mau kamu tidak salah arah…” ia menelan sakit di dadanya, “…Jangan biarkan orang yang kamu sayangi tersakiti karena kebodohanmu sendiri.”

Kata-kata itu menusuk Juna lebih dari pukulan apa pun.

Renata tak tahan lagi. Ia menatap pria tua itu, suaranya pecah.

“Pa… maaf. Semua ini salah saya…”

Sunarto menatap Renata sekilas. “Kamu membuat masalah besar. Kamu meninggalkan Reani, wanita yang tulus mendampingimu selama tujuh tahun.”

Suaranya melemah, monitor berbunyi pelan.

Juna makin pucat. “Ya—Pa jangan bicara dulu. Istirahat.”

Ayahnya menutup mata, menarik napas panjang, lalu berbisik:

“Papa cuma ingin kamu… jangan kehilangan orang… yang benar-benar mencintaimu… cuma karena masa lalu.”

Juna terpaku. Kata-kata itu seperti tamparan keras pada kepalanya sendiri.

Renata berdiri membeku.

Dan di tempat yang jauh berbeda, di ruang makan mewah keluarga Wijaya… Reani menggigit roti tanpa tahu bahwa seseorang sedang menyebut namanya tanpa suara.

___

Setelah mendengar perkataan ayah Juna—kalimat terakhir yang menyiratkan penolakan—wajah Renata mengeras. Rasa takut dan panik menyesakkan dadanya. Ia tahu benar konsekuensinya: jika ayah Juna menolak dirinya, maka Juna pun bisa saja berubah pikiran.

Dan Renata membawa rahasia yang lebih besar dari apa pun.

Ia sedang mengandung anak Juna.

Pikiran Renata berputar cepat. Ketakutan berubah menjadi ambisi gelap.

Jika ayah Juna tetap hidup, ia bisa kehilangan segalanya.

Malam itu, saat perawat berganti shift, Renata menghampiri salah satu dari mereka, menyelipkan amplop tebal di balik map medis.

“Tidak ada yang akan tahu,” bisiknya.

Perawat itu ragu, namun imbalannya terlalu besar.

Selang bantu pernapasan dilepas… perlahan… hingga alarm monitor berdentang.

Beberapa menit kemudian, ayah Juna mengembuskan napas terakhir.

Juna tiba tepat saat tubuh ayahnya mulai membiru.

“Pa… Papa!” suaranya pecah. Ia memeluk tubuh dingin itu, gemetar tak percaya.

Ibu Juna yang baru sampai setelah beristirahat di rumah, langsung menjerit histeris.

“Bagaimana bisa? Barusan dokter bilang kondisi suamiku stabil!”

Para dokter hanya bisa menggeleng heran—semua terlihat normal sebelumnya.

Setelah urusan rumah sakit selesai, Juna, ibunya, dan Renata pulang ke rumah untuk mempersiapkan pemakaman. Rumah itu terasa lebih sepi dari biasanya, seolah kehilangan pemiliknya.

Sementara itu—

Di kamarnya yang luas, Reani baru saja selesai dibujuk mamanya untuk menginap semalam saja, ketika ponselnya bergetar.

Suara mata-matanya terdengar pelan namun jelas,

“Nona… ayah Juna meninggal sore tadi.”

Reani terdiam. Tangan yang memegang ponsel menegang. Ia mengamati angin malam di balik jendela yang terbuka, mencoba memahami kenapa dadanya terasa sesak.

Keputusan dibuat dalam satu tarikan napas.

“Aku berangkat malam ini,” ucapnya.

Ayahnya langsung menurunkan perintah. pesawat pribadi keluarga Wijaya disiapkan.

Dan sesuai syarat sang ayah, Reani harus membawa Doroti, sepupunya yang terkenal julid namun sangat bisa diandalkan dalam hal keamanan.

Johan Wijaya tahu satu hal.

tak ada yang lebih tajam daripada mulut Doroti, dan tak ada yang lebih cepat tanggap dari wanita itu dalam menjaga Reani.

Malam itu, dua perempuan itu melangkah menuju pesawat, meninggalkan kota dengan bayang-bayang duka yang membentang di kejauhan.

____

Udara malam itu menusuk kulit ketika Reani dan Doroti melangkah keluar dari bandara.

Lampu-lampu kota memantul di aspal basah, seakan menyambut mereka dengan keheningan asing yang membuat langkah Reani terasa lebih berat.

Doroti merapatkan jaketnya, melirik sepupunya yang tampak lebih pucat dari biasanya.

“Rea, apa kau sedih?” suaranya pelan—jarang sekali Doroti bertanya tanpa nada mengejek.

Reani tidak langsung menjawab. Ia memandang gelapnya horizon, membiarkan napasnya keluar panjang.

“Ya… mungkin,” gumamnya akhirnya. “Ayah Juna… dia selalu memperlakukanku dengan baik.”

Doroti melipat tangan, mengangkat satu alis sinis seperti biasa.

“Hmmm… tapi anaknya tetap bajingan menjijikkan, kan?”

Sebuah senyum hambar muncul di bibir Reani, lebih mirip luka daripada senyum.

“Ya, kau benar, Dor. Sekarang… bisa kah kau diam sebentar?”

Nada suaranya tak meninggi, namun dingin—cukup dingin untuk membuat Doroti mengangkat tangan tanda menyerah.

“Ya, ya… baiklah.” Doroti meraih ponselnya. “Aku telpon dulu supir kita.”

Ia berjalan sedikit menjauh, menempelkan ponsel ke telinga. “Rea, kau mau langsung ke rumah ayah Juna atau ke rumah keluarga kita di kota ini?”

Reani menatap langit yang mendung, merasakan sesuatu menekan dadanya—bukan kesedihan, bukan pula rindu. Lebih seperti keputusan berat yang menunggu di ujung malam.

“Tidak,” ucapnya pelan. “Kita ke hotel saja. Yang dekat dengan rumah ayah Juna. Dari sana kita berangkat.”

Doroti mengangguk, mengayunkan kakinya kembali ke sisi Reani.

“Baiklah. Supir bilang mobil sudah di depan.”

Lampu mobil hitam keluarga Wijaya menyala, membelah gelap malam.

bersambung.......

1
Noor hidayati
wah saingan juna ga kaleng kaleng
Noor hidayati
ayahnya juna tinggal diluar kota kan,waktu ayahnya meninggal juna balik kampung,ibunya juna itu tinggal dikampung juga atau dikota sama dengan juna,ibunya juna kok bisa ikut campur tentang perusahaan dan gayanya bak sosialita,aku kira ibunya juna tinggal dikampung dan hidup bersahaja
drpiupou: balik Lampung bukan kampung beneran kak, maksudnya kita kecil gitu.
ibunya Juna itu sok kaya kak 🤣
total 1 replies
Noor hidayati
mereka berdua,juna dan renata belum mendapatkan syok terapi,mungkin kalau juna sudah tahu reani anak konglomerat dia akan berbalik mengejar reani dan meninggalkan renata
drpiupou: bener kak
total 1 replies
Noor hidayati
lanjuuuuuuuut
Aulia
rekomended
drpiupou
🌹🕊️🕊️👍👍👍👍
Noor hidayati
apa rambut yang sudah disanggul bisa disibak kan thor🙏🙏
drpiupou: makasih reader, udah diperbaiki/Smile/
total 2 replies
Noor hidayati
juna berarti ga kenal keluarga reani
drpiupou: bener kak, nanti akan ada di eps selanjutnya.
total 2 replies
Noor hidayati
definisi orang tidak tahu diri banget,ditolong malah menggigit orang yang menolongnya,juna dan renata siap siap saja kehancuran sudah didepan mata
Noor hidayati
lanjuuuuuuut
Noor hidayati
kok belum up juga
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!